Bareksa.com - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mencatat perolehan laba hingga kuartal III 2017 sebesar Rp15,1 triliun. Nilai tersebut meningkat 25,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo, menjelaskan, pertumbuhan laba berasal dari pendapatan bunga yang meningkat 4,3 persen jadi Rp59,3 triliun.
Namun pendapatan bunga diiringi pula oleh beban bunga yang bertumbuh 12,3 persen menjadi Rp20,46 triliun sehingga menyebabkan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) hanya bertumbuh 0,5 persen jadi Rp 38,83 triliun.
Berdasarkan data presentasi Bank Mandiri, terjadi penurunan NII di beberapa segmen kredit. Untuk segmen kredit komersial, pendapatan bunga bersih menurun jadi Rp1,27 triliun.
Selanjutnya segmen kredit konsumer juga menurun jadi Rp4,22 triliun, segmen kredit mikro dan business banking menurun jadi Rp3,41 triliun dan segmen treasuri dan pasar modal turun jadi Rp1,13 triliun. Namun demikian untuk segmen kredit korporasi, NII justru meningkat ke Rp2,88 triliun. (Baca : Penetrasi Uang Elektronik Tembus 88 Persen)
NIM Turun
Pendapatan bunga bersih yang hanya naik 0,5 persen tersebut menyebabkan margin bunga bersih (net interest income/NIM) menurun 0,68 persen dari 6,54 persen jadi 5,86 persen.
“Penurunan NIM ini terjadi karena NII yang melambat karena adanya pergeseran portofolio kredit dari komersial ke korporasi, namun NIM di angka 5,86 persen merupakan angka yang comfortable,” kata dia dalam acara pemaparan kinerja kuartal III 2017 Bank Mandiri di Plaza Mandiri, Selasa (24/10).
Selain itu, penurunan NIM ini juga terjadi karena adanya penurunan suku bunga kredit. Kartika mengungkapkan, sampai sejauh ini, suku bunga kredit Bank Mandiri secara rata-rata sudah di bawah 10 persen. (Lihat : DPK Valas Bank Tumbuh 6,14 Persen pada Agustus 2017, Apa Penyebabnya?)
”Kalau average sudah di bawah 10 persen, untuk KPR dan kepemilikan mobil, untuk segmen mikro dan SME sudah kami turunkan juga,” ucap dia.
Kendati demikian, di sisi lain, pendapatan berbasis biaya (fee based income) perseroan justru naik 18,4 persen jadi Rp16,84 triliun.
Fee based income tersebut berasal dari pendapatan provisi, komisi dan transaksi valas yang mencapai Rp11,22 triliun, meningkat 13,7 persen (year on year/yoy), keuntungan dari surat berharga yang meningkat 37,8 persen jadi Rp926 miliar dan dikontribusi dari sumber lainnya.
Pertumbuhan Kredit
Pertumbuhan laba juga seiring dengan pertumbuhan kredit. Direktur Distribution Bank Mandiri Hery Gunardi menjelaskan, perseroan sudah menyalurkan kredit sebesar Rp686,15 triliun, meningkat 9,8 persen (yoy). Dilihat dari sisi bank only, sebanyak 84,3 persen disalurkan untuk kredit produktif yang pertumbuhannya 6,1 persen (yoy). (Baca : Jika Holding Jasa Keuangan Terbentuk, Apa Saja Target dan Agenda Bank BUMN?)
Sedangkan dilihat dari segmen kredit, kredit dari anak usaha bertumbuh 23,9 persen menjadi Rp80,3 triliun. Disusul kredit dari segmen mikro bertumbuh 22 persen jadi Rp57,1 triliun, kredit konsumer bertumbuh 20,6 persen menjadi Rp95,2 triliun dan segmen korporasi bertumbuh 11,7 persen menjadi Rp236,1 triliun. Sementara segmen kredit komersial menurun 3,1 persen, internasional 4 persen dan UKM 1,2 persen.
Selanjutnya, dilihat dari jenis kredit, kredit ke sektor ritel berkontribusi 34,9 persen terhadap total penyaluran kredit. Adapun total penyalurannya sudah mencapai Rp211,2 triliun, bertumbuh 13,9 persen (yoy).
Kartika mengungkapkan, sampai akhir tahun, perseroan menargetkan pertumbuhan kredit berada di angka 9-11 persen. Untuk mendongkrak pertumbuhan itu, perseroan ingin memperbesar pertumbuhan kredit di segmen ritel yang bersumber dari segmen konsumer dan mikro.
”Sedangkan tahun depan kami menargetkan, pertumbuhan kredit di angka 10-13 persen,” jelas dia. (Baca : Tingkatkan Pangsa Pasar Kartu e-Toll, Bank Penerbit Uang Elektronik Siapkan Ini)
Kinerja NPL
Pertumbuhan kredit tersebut, lanjut Kartika diiring pula oleh rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang menurun jadi 3,75 persen. Sampai akhir 2017, perseroan menargetkan rasio NPL 3,5 persen. ”Tahun depan kami menargetkan NPL berada di angka 3 persen,” ucap dia.
Direktur Konsumer Banking Bank Mandiri Tardi menambahkan, pada sektor konsumer, perseroan ingin mendorong segmen personal loan yang berbasis payroll, kredit pemilikan rumah (KPR), dan segmen mikro.
Selain itu, perseroan juga menggenjot penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). Pada tahun ini, perseroan mendapatkan alokasi penyaluran KUR Rp13 triliun dan pada kuartal III 2017 sudah terealisasi sebesar Rp9,11 triliun. Sekitar 43 persen dari total KUR tersebut disalurkan untuk sektor produktif.
Lebih lanjut, Herry mengungkapkan, dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), hingga kuartal III 2017, perseroan sudah membukukan Rp761,5 triliun, meningkat 10,3 persen (yoy) dari posisi sebelumnya Rp690,5 triliun. Dilihat dari komposisi DPK, giro rupiah bertumbuh paling tinggi, yakni 23,1 persen jadi Rp124,6 triliun. (Baca : Pembentukan Holding BUMN Perbankan dan Jasa Keuangan Dikebut Tahun Ini)
Uang Elektronik
Direktur Digital Banking and Technology Rico Usthavia Frans mengungkapkan, perseroan juga mengembangkan transaksi kartu prabayar. Hingga kuartal III 2017, jumlah pemegang kartu prabayar Bank Mandiri sudah mencapai 10,82 juta kartu, meningkat 32,9 persen (yoy). Adapun jumlah transaksi sudah mencapai 351,5 juta transaksi dengan nilai transaksi Rp3,76 triliun.
Menghadapi implementasi uang elektronik di jalan tol pada 31 Oktober 2017, perseroan ikut serta menjadi salah satu bank penerbit. “Kami sudah mempersiapkan mesin reader, top up dan penambahan jumlah kartu,” ungkap dia. (Lihat : Bank BUMN Targetkan Pertumbuhan Kredit Infrastruktur di Atas 20%)
Anak Usaha
Hery mengungkapkan, sampai saat ini, Bank Mandiri memiliki 11 anak usaha. Kontribusi perolehan laba anak usaha terhadap laba perseroan mencapai 10,2 persen atau senilai Rp1,53 triliun.
Kartika melanjutkan, perseroan juga akan terus memperkuat anak usaha dengan menyuntikkan tambahan modal. Dalam waktu dekat, perseroan berencana menambah modal PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) sebesar Rp500 miliar untuk menjaga rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 14 persen.
”Penambahan modal kepada BSM sudah kami lakukan dalam tiga tahun terakhir,” ujar dia. (K09) (Baca : Kredit Tidak Ekspansif, Likuiditas Bank Melonggar)