Keuangan PLN Terancam, 4 Bank dan 5 Emiten Tambang dan Gas Ini akan Terdampak
Jumlah utang PLN kepada sektor perbankan mencapai Rp 126,4 triliun, sebesar Rp 67,4 triliun berasal dari empat bank
Jumlah utang PLN kepada sektor perbankan mencapai Rp 126,4 triliun, sebesar Rp 67,4 triliun berasal dari empat bank
Bareksa.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengungkapkan kekhawatirannya terhadap utang jatuh tempo dan kebutuhan dana dalam jumlah besar PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk ekspansi. Sejumlah kalangan berpendapat beban kebutuhan dana besar PLN akan berpengaruh terhadap perusahaan mitra (counterparts)nya di sektor bank dan komoditas.
Kepala Riset Reliance Sekuritas Indonesia, Robertus Yanuar Hardy, menjelaskan sebenarnya hal yang dikhawatirkan Sri Mulyani adalah risiko gagal bayar (default) obligasi dan sukuk ijarah PLN yang jatuh tempo tahun depan. Meskipun, utang bank yang akan jatuh tempo juga sama besarnya.
Tetapi, lanjutnya, utang bank perseroan sebagian besar merupakan fasilitas dari bank Cina dengan tenor panjang dan bunga rendah. “Sisanya dari bank BUMN yang menurut kami masih bisa dikompromikan bunga dan tenornya,” kata Robertus kepada Bareksa di Jakarta, Kamis, 28 September 2017. (Baca : Berita Hari Ini : PLN Klaim Keuangan Sehat, Harga BBM Subsidi Tidak Naik)
Promo Terbaru di Bareksa
Menurut Robertus, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebagai kreditur terbesar PLN, serta badan usaha milik negara (BUMN) lainnya akan terus mendukung PLN agar pinjaman perusahaan listrik itu tidak menjadi kredit bermasalah (non performing loan/ NPL).
Bank BUMN akan melakukan berbagai macam cara untuk mensupport PLN. Beberapa langkah yang bisa dilakukan Bank BUMN adalah dengan menurunkan bunga atau memberikan special rate dan memperpanjang tenor pinjaman. (Lihat : Tanggapi Surat Sri Mulyani, Ini Sejumlah Strategi yang Disiapkan PLN)
Utang dari 4 Bank Besar
Berdasarkan laporan keuangan PLN semester I 2017, jumlah utang PLN kepada sektor perbankan mencapai Rp 126,4 triliun. Lebih dari separuhnya atau Rp 67,4 triliun berasal dari empat bank nasional, yakni BRI, BNI, Bank Mandiri dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
PLN juga akan menghadapi utang bank jatuh tempo pada Juni tahun depan sebesar Rp 28 triliun. Dari jumlah tersebut, sebagian besar utang bank PLN yang akan jatuh tempo kepada BRI, yakni sebesar Rp 13,3 triliun. Kondisi tersebut membuat BRI memiliki risiko paling besar terhadap tekanan keuangan PLN.
Robertus menggarisbawahi risiko yang sebenarnya bakal terasa akibat kebutuhan dana besar PLN adalah perusahaan di sektor batu bara. Poin penting dari surat Sri Mulyani adalah tentang energi primer, sementara kebanyakan pembangkit listrik masih menggunakan batu bara, terutama Jawa-Bali-Sumatera yang disupply oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA). (Baca : Rencana DMO Batu Bara PLN, Ini Analisa Dampak Biaya Listrik ke Inflasi)
Skema Cost Plus Margin
Menurut Robertus, hal yang paling dikhawatirkan adalah penerapan skema cost plus margin untuk harga batu bara. Hal itu akan menjadi sentimen negatif untuk industri batu bara pada sisa akhir tahun ini hingga 2018.
Momentum saat ini juga sangat tepat untuk koreksi karena saat musim hujan pengiriman akan terhambat karena jalan banjir, air sungai naik dan sejumlah faktor lain.
“Infrastruktur lokasi tambang di Sumatera dan Kalimantan juga kurang mendukung kelancaran transportasi, terutama saat musim hujan,” katanya. Kondisi tersebut akan membuat volume produksi dan penjualan turun.
Skema cost plus margin juga berpotensi menurunkan harga jual batu bara menjadi di bawah harga pasar. (Baca : Investor Respons Negatif Efek Pengaturan Harga Batu Bara ke PLN?)
Komposisi Energi Primer
Analis Trimegah Sekuritas dalam risetnya mengungkapkan bahwa saat ini komposisi energi primer yang paling besar digunakan untuk pembangkit listrik PLN adalah gas alam 43 persen, batu bara 32 persen dan minyak 22 persen.
Rencana skema cost plus margin yang sedang direncanakan bakal membuat PLN bisa membeli batu bara dengan harga lebih murah dibandingkan harga di pasar spot. Sementara, sejumlah perusahaan terbuka tambang batu bara memiliki bobot penjualan batu bara yang cukup signifikan kepada pembangkit listrik PLN.
Kontribusi pendapatan Bukit Asam dari penjualan batu bara ke pembangkit PLN mencapai 60 persen, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) 25 persen, PT Indika Energy Tbk (INDY) 25 persen dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) 15 persen.
“Sementara kontribusi pendapatan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN dari penjualan ke PLN 25 persen,” jelas tim riset Trimegah.
Harga saham PGAS anjlok 45 persen secara year to date (YtD) dan masih tertekan akibat penurunan harga gas dalam dua tahun terakhir. (Lihat : Usai Catatkan Tahap I, KIK EBA PLN Tahap II Berpeluang Listing di Luar Negeri)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.380,2 | 1,09% | 5,00% | 7,35% | 8,50% | 19,34% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.090,33 | 0,49% | 5,21% | 6,68% | 7,14% | 2,71% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.838,73 | 0,53% | 3,93% | 6,33% | 7,43% | 17,20% | 39,76% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,71 | 0,66% | 3,97% | 6,69% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.259,31 | 0,74% | 3,72% | 6,02% | 7,00% | 19,69% | 35,52% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.