Kredit Properti pada Juli 2017 mulai Melonjak, Ini Penyebabnya
Kredit konstruksi mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni 23,4 persen jadi Rp 236,5 triliun
Kredit konstruksi mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni 23,4 persen jadi Rp 236,5 triliun
Bareksa.com - Pertumbuhan kredit properti pada Juli 2017 menunjukkan angka yang positif. Pertumbuhan tersebut terjadi baik di sektor konstruksi, real estate maupun kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA).
Berdasarkan data uang beredar yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), pertumbuhan kredit pada Juli 2017 tercatat sebesar Rp 755,1 triliun, meningkat 13,9 persen (year on year/yoy). Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan Juni 2017 yang sebesar 12,1 persen (yoy) atau senilai Rp 746,8 triliun.
Masih dari data tersebut, pertumbuhan kredit properti terjadi di semua segmen, baik kredit konstruksi, real estate, maupun KPR dan KPA. Dari ketiga segmen tersebut, kredit konstruksi mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni 23,4 persen (yoy) jadi Rp 236,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Juni 2017 yang mencapai 20,8 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
Begitu juga dengan kredit real estate tercatat meningkat menjadi sebesar Rp 12,4 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan Juni 2017 yang mencapai 10,4 persen (yoy) atau senilai Rp 132,9 trilliun. Sementara itu, akselerasi juga terjadi pada KPR dan KPA yang bertumbuh dari 7,9 persen (yoy) menjadi 9,1 persen (yoy).
Direktur Utama PT. Bank Jabar dan Banten Tbk (BJBR) Ahmad Irfan menjelaskan, kredit properti perseroan juga bertumbuh, yakni mencapai 9,5 persen pada Juni 2017. Kendati pertumbuhan tersebut tidak setinggi pertumbuhan kredit total yang mencapai 12,9 persen (yoy) pada Juni 2017 atau senilai Rp 67,89 triliun.
Segmen kredit BJBR yang mencatat pertumbuhan tertinggi adalah segmen mikro. Tercatat pada Juni 2017, kredit mikro mencatat pertumbuhan kredit yakni 28,3 persen ke angka Rp 4,41 triliun. Selanjutnya, kredit komersial juga bertumbuh signifikan, 14,7 persen (yoy) ke angka Rp 12,36 triliun. Sementara segmen kredit lainnya, yaitu kredit konsumer bertumbuh 11,5 persen.
Pertumbuhan kredit diimbangi dengan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di level 1,57 persen, menurun 45 basis poin. Nilai tersebut jauh lebih baik dibandingkan kuartal II-2016 yang mencapai 2,02 persen.
LTV Spasial
Untuk memacu kredit properti, sebelumnya Bank Indonesia (BI) berencana mengeluarkan aturan loan to value (LTV) spasial atau berbeda berdasarkan regional. Sejumlah bankir menanggapi positif aturan tersebut dan diharapkan bisa menunjang pertumbuhan kredit properti.
Direktur Ritel Banking PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Tardi menjelaskan, awalnya pertumbuhan kredit properti, terutama secondary dan primary market diharapkan bisa bertumbuh dengan adanya amnesti pajak. Namun kenyataannya sampai saat ini belum terasa.
Melihat hal ini, menurut Tardi, BI memandang perlu adanya relaksasi aturan untuk menggenjot segmen properti. Sebelumnya pada tahun 2014-2015, BI sudah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong segmen primary market.
"BI melihat masih ada peluang pertumbuhan kredit, karena gap ketersediaan rumah dan kebutuhan rumah masih tinggi," kata dia di Jakarta, pekan lalu.
Namun untuk relaksasi kali ini, Tardi akan mempersiapkan diri untuk menghadapinya, yakni dengan mengerahkan tenaga pemasar di segmen properti yang ada di 2.600 cabang. Kendati Tardi belum bisa memastikan bentuk relaksasi LTV yang akan dikeluarkan BI.
Direktur PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Randi Anto mengungkapkan, relaksasi LTV bisa berpengaruh positif terhadap kredit properti dan otomotif. Namun demikian, bank perlu berhati-hati dan memastikan kas arus nasabah bisa terpantau dan terkontrol sehingga ketepatan angsuran bisa terjaga.
Relaksasi LTV Disarankan untuk Rumah ke-2 dan 3
Di sisi lain, Direktur PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Anggoro Eko Cahyo mengungkapkan, pihaknya sebelumnya diminta masukan oleh BI mengenai relaksasi LTV. Adapun masukan yang diberikan oleh BNI adalah relaksasi LTV untuk rumah kedua dan ketiga. “Jadi tidak spesifik spasial,” jelas dia.
Namun demikian, dia optimistis LTV spasial ini bisa mendorong pertumbuhan kredit properti. Pasalnya, kebutuhan kredit masyarakat sebenarnya tinggi, namun memang permintaan kreditnya masih rendah.”Kami berharap tahun ini properti bisa menggeliat kembali sehingga kredit properti kami bisa bertumbuh dua digit, dari hanya 4,5 persen pada tahun lalu,” kata dia.
Chief Economist SKHA Institute of Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi mengungkapkan, adanya relaksasi LTV diharapkan bisa berdampak positif untuk pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, setiap wilayah memiliki permintaan dan ketersediaan kredit yang berbeda antar daerah.
"Sebagai contoh, ada daerah yang demand untuk kredit ke sektor perkebunannya tinggi, ada yg demand untuk kredit ke sektor miningnya tinggi, ada yang demand ke sektor perdagangannya tinggi," ujar dia.
Dengan kebijakan LTV spasial ini BI bisa menyesuaikan kebijakannya sesuai karakteristik wilayah. Hal ini bisa membantu pertumbuhan kredit dan mendukung pertumbuhan ekonomi sesuai karakteristik wilayah.
"Dengan membagi wilayah kerjanya, bank-bank komersial bisa tahu daerah-daerah mana yang punya risiko NPL yang lebih tinggi dari yang lain, mana yang potensi pertumbuhannya rendah," terang dia.(K09)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.