Bareksa.com – Belum lama ini, Indonesia menerima peningkatan peringkat sebagai negara layak investasi atau investment grade dari lembaga internasional Standard and Poor's (S&P). Berita tersebut menjadi angin segar tersendiri bagi para pelaku pasar sehingga mendorong permintaan pada saham maupun obligasi Indonesia.
Suhardi Tanujaya, Senior Investment Manager Fixed Income Asia, PT Aberdeen Asset Management pun menyampaikan pandangannya. Dia menyatakan bahwa ada beberapa poin yang membuat Indonesia mendapatkan rating tersebut, yakni penyusunan anggaran yang lebih realistis dan membaiknya perekonomian Indonesia. Selain itu, pemerintah juga dinilai berhasil melakukan reformasi. Harga komoditi yang membaik pun menjadi satu keuntungan bagi Indonesia yang sebagian besar ekspornya berupa komoditi.
"Pasca pengumuman tersebut, kami cenderung bullish terhadap obligasi pemerintah dalam rupiah, dan sejumlah obligasi BUMN. Menurut kami, masih ada ruang untuk penurunan yield karena investor menghadapi risiko semakin kecil," tulis Suhardi Tanujaya dalam rilis yang diterima oleh Bareksa.com.
Selain itu, disebutkan juga peningkatan peringkat ini membuka jalan bagi surat utang pemerintah untuk masuk ke dalam JP Morgan GBI-EM GD IG Index dan sekaligus menghilangkan hambatan bagi banyak investor yang sangat hati-hati dalam membeli asset class ini.
Dampak positif ini sudah terlihat dari arus dana asing yang masuk ke pasar obligasi Indonesia. Pada tanggal 19 Mei 2017, saat pengumuman S&P terbit, kepemilikan asing di pasar obligasi Indonesia sebesar Rp742,33 triliun. Sedangkan hingga 29 Mei 2017, kepemilikan asing di pasar obligasi Indonesia mencapai Rp752,98 triliun. Artinya, dalam jangka waktu sekitar 10 hari tersebut, dana asing yang masuk telah bertambah Rp10,65 triliun.
Grafik : Kepemilikan Asing di Pasar Obligasi Indonesia
Sumber : Bareksa.com
Senada dengan dana asing yang terus masuk, yield obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun -- yang juga dijadikan benchmark oleh para pelaku pasar -- cenderung turun. Seperti diketahui, yield dan harga obligasi berbanding terbalik sehingga penurunan yield ini mencerminkan peningkatan harga akibat permintaan yang naik. Yield obligasi bertenor 10 tahun ini turun 11 basis poin menjadi 6,94 persen pada 29 Mei 2017 dari 7,05 persen pada 19 Mei 2017.
Grafik : Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Tenor 10 Tahun
Sumber : Bareksa.com
Dengan melihat latar belakang surplus perdagangan dan cadangan devisa Indonesia yang kuat, Aberdeen pun melihat rupiah akan cenderung stabil. Maka dari itu, pasar obligasi domestik juga masih menanti lanjutan arus dana asing yang akan masuk ke dalam negeri setelah status investment grade didapatkan dari tiga lembaga pemeringkat internasional (S&P, Moody’s dan Fitch).
"Oleh karena itu, kami memperkirakan arus dana asing akan terus masuk dalam beberapa bulan ke depan," tulis riset tersebut. (hm)