Bareksa.com - Pasca dikeluarkannya aturan turunan mengenai Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), bank yang memiliki ukuran besar dengan interkoneksi tinggi dan kegiatan kompleks mulai menyiapkan diri untuk mematuhi aturan tersebut. Salah satunya adalah dengan menyiapkan rencana aksi (recovery plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun ini.
OJK sebelumnya menetapkan 12 bank berkategori sistemik, yakni bank yang dapat mengakibatkan bank lain atau sektor jasa keuangan gagal. Gagal di sini artinya baik secara operasional maupun finansial mengalami gangguan. Bank dapat gagal karena ukuran aset, modal, dan kewajiban serta luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja menjelaskan, pihaknya akan mengajukan rencana aksi pada tahun ini. Namun sebelum itu, pihaknya akan mempelajari dahulu aturan mengenai rencana aksi tersebut. "Kami harus menyiapkan dulu rencana aksinya, termasuk investasi yang bisa dikonversi menjadi saham," ujarnya di Jakarta belum lama ini.
Saat ini, Jahja mengungkapkan, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) mencapai 21,9 persen. Menurut dia, dengan CAR tersebut sudah cukup untuk sebuah bank sistemik. "Kami belum berencana mengeluarkan sub debt, buat apa, modal dan likuiditas cukup," ujar dia.
Sedangkan untuk convertible bond, kendati mahal, menurut Jahja, pihaknya akan mengikutinya kalau diatur regulasi. "Tergantung ketentuan, kalau tidak ada keharusan, kami tidak mau," jelas dia.
Di sisi lain, Direktur PT. Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Iman Nugroho Soeko mengungkapkan, pada kuartal IV-2017 ini, pihaknya akan menyampaikan rencana aksi kepada OJK. "Masih terus kami siapkan, pinjaman subordinasi jadi pilihan," papar dia.
Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) Parwati Surjaudaja menjelaskan, sebagai bank sistemik, pihaknya juga sudah menyiapkan rencana aksi. "Rencana aksi yang kami siapkan sesuai peraturannya mulai dari kesiapan permodalan sampai keseluruhan aspek seperti kualitas asset, profitabilitas, dan likuiditas," jelas dia.
Dalam aturan turunan OJK mengenai UU PPKSK, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh bank sistemik untuk mencegah dan menangani permasalahan keuangan adalah dengan mempersiapkan rencana aksi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengungkapkan, dengan adanya rencana aksi tersebut, maka upaya pencegahan dan penanganan permasalahan keuangan bank sistemik dilakukan melalui opsi pemulihan, baik dengan menggunakan sumber daya bank itu sendiri maupun dengan pendekatan bisnis tanpa menggunakan anggaran negara.
Bank sistemik, lanjut dia wajib menyusun dan menyampaikan recovery plan kepada OJK. Bagi bank yang telah ditetapkan sebagai bank sistemik sebelum POJK ini diterbitkan, penyampaian pertama kali paling lambat pada tanggal 29 Desember 2017.
Dalam penyusunan recovery plan, bank sistemik diwajibkan untuk menentukan opsi pemulihan, yaitu pilihan tindakan yang ditetapkan akan dilakukan bank sistemik untuk merespon tekanan keuangan (financial stress) yang dialami. Adapun indikator keuangan yang digunakan dalam rencana aksi meliputi permodalan, likuiditas, rentabilitas dan kualitas aset), dan trigger level dari setiap indikator yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana aksi.
Lebih lanjut, dalam aturan mengenai rencana aksi, pemegang saham pengendali atau pihak lain berkewajiban untuk menambah modal bank sistemik apabila terjadi permasalahan solvabilitas yang menganggu keberlangsungan usaha. Bentuk lain penambahan modal adalah dengan mengubah jenis utang atau investasi tertentu menjadi modal.
Sehubungan dengan hal tersebut, bank sistemik diwajibkan untuk memiliki instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik modal. Kewajiban ini harus dipenuhi paling lambat tanggal 31 Desember 2018.
"Dengan berbagai mekanisme dan upaya yang dapat dilakukan bank sistemik yang dituangkan dalam rencana aksi diharapkan agar bank sistemik sebagai bagian penting dari sistem keuangan dapat mengantisipasi serta mengambil tindakan yang tepat dan sedini mungkin untuk setiap kondisi yang dapat mengganggu atau membahayakan kelangsungan usahanya," ujarnya. (K09)