Bareksa.com - JP Morgan angkat bicara mengenai pemutusan kontrak kerja sama oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Perusahaan keuangan asal Amerika Serikat itu mengatakan hal ini tidak mengubah apapun.
Dilansir Reuters, juru bicara JP Morgan mengatakan bahwa perusahaan akan tetap mengoperasikan bisnisnya di Indonesia seperti biasa.
“Dampaknya sangat kecil bagi klien kami, dan kami terus bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan permasalahan,” ujarnya dilansir Reuters, Rabu, 4 Januari 2017.
Peristiwa ini berawal dari riset JP Morgan Securities berjudul 'Trump Forces Tactical Changes' yang dikeluarkan pada 13 November 2016 ditujukan kepada para investor JP Morgan. Riset itu diawali dengan penjelasan efek terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Riset yang ditulis oleh anak usaha dari JP Morgan Chase Bank itu merupakan hasil analisa independen. Dalam broadcast whatsapp Haryanto T. Budiman, Managing Director & Senior Country Officer Indonesia menjelaskan bahwa sebetulnya riset itu merupakan review yang dilakukan secara berkala setiap dua minggu sekali dan akan ada penyesuaian yang diperlukan tergantung dengan situasi dan kondisi terkini.
Haryanto menjelaskan dinamika yang terjadi di AS ini akan mendorong penyesuaian portofolio saham-saham asal Indonesia. Maka dari itu, riset menurunkan rating 'taktikal' sebanyak dua level dari overweight menjadi underweight.
Pada tahun lalu, investor sangat tertarik dengan saham asal Indonesia terkait dengan program "tax amnesty", sehingga alokasi saham-saham asal Indonesia di dalam portofolio fund manager asing melebihi benchmark-nya yaitu MSCI (Morgan Stanley Composite Index). Secara aktual pembobotan saham-saham Indonesia ini mencapai 3,4 persen dari keseluruhan aset portofolio padahal pembobotannya di MSCI hanya 2,7 persen. Kondisi ekonomi di AS setelah terpilihnya Trump diproyeksi oleh riset tersebut akan mendorong alokasi portofolio kembali ke bobot MSCI 2,7 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, dilansir Reuters mengatakan hasil riset JP Morgan itu tidak masuk akal karena memberikan Brazil rating yang lebih baik dibandingkan Indonesia.
“Kita telah meminta mereka untuk mengklarifikasi riset mereka. Mereka telah menjelaskan kepada kita tetapi kita menilai argumen mereka tidak kredibel,” ujarnya.
Nazara mengatakan dengan ini bukan berarti pemerintah melihat Indonesia sangat luar biasa, melainkan pemerintah melihat perbandingannya dengan perekonomian negara lain.
"Pendapat kami adalah bila Anda melakukan bisnis di Indonesia, semangatnya adalah untuk menjaga stabilitas. Jangan membuat volatilitas yang tidak perlu untuk menjadikannya bisnis," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio juga mendukung apa yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Tito mengatakan dirinya sudah membaca riset JP Morgan tersebut dan heran dengan hasilnya.
“Saya baca dua kali risetnya JP Morgan, kok diturunin ya, itu memang hak konsumen mereka,” ujarnya.
Walaupun demikian, Tito mengatakan, negara sebagai regulator juga menginginkan SRO, dan semua yag berbisnis di Indonesia berbicara yang baik mengenai Indonesia.
Tito mengatakan hal pemutusan ini juga tidak akan berdampak kepada ekonomi khususnya bursa saham Indonesia. Secara pribadi ia mengatakan terganggu dengan hasil riset JP Morgan tersebut.
Tito mengatakan hal tersebut tidak betul. Untuk itu dia mendukung apa yang dilakukan oleh Sri Mulyani. Menurut Tito, keputusan seperti ini tidak akan berpengaruh ke bursa saham. (selengkapnya baca: Dirut BEI Dukung Sri Mulyani Soal JP Morgan, Ini Alasannya) (hm)