Bareksa.com - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) membukukan peningkatan laba bersih 20,11 persen dalam sembilan bulan pertama tahun ini dibandingkan pada periode sama 2016. Peningkatan kinerja didukung oleh berkurangnya biaya dana seiring dengan tren penurunan suku bunga acuan.
Bank yang dikendalikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini membukukan laba bersih sebesar Rp836,58 miliar dalam sembilan bulan tahun ini, dibandingkan Rp696,49 miliar pada periode sama tahun lalu.
Peningkatan kinerja Bank Jatim dari sisi laba ini, terkait dengan biaya dana (cost of fund/cof) yang turun melalui penyesuaian bunga deposito. Sementara itu, banyak bunga kredit Bank Jatim yang masih berada pada level tinggi, terkait jangka waktu pelunasan.
Direktur Utama Bank Jatim R. Soeroso mengatakan, biasanya bunga deposito Bank Jatim berkisar 8,25 persen. "Dan belakangan sudah kami turunkan jadi sekitar 7,25 persen. Di sisi lain, masih ada bunga kredit kami yang tinggi," tutur Soeroso, Kamis, 13 Oktober 2016.
Penyaluran kredit Bank Jatim sebenarnya hanya naik tipis 1,33 persen menjadi Rp29,62 triliun. Dari sini, Bank Jatim memperoleh pendapatan bunga bersih sebesar Rp2,54 triliun atau naik 6,86 persen dari Rp2,38 triliun.
Kinerja Bank Jatim juga terdorong oleh dominasi dana murah dalam penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Hingga September, dana murah Bank Jatim naik 19,56 persen menjadi Rp12,24 triliun atau berporsi 70,36 persen terhadap DPK.
"Selama lebih dari 13 tahun, rasio dana murah kami terjaga di atas 65 persen. Hal ini membuktikan kefektifan kami dalam mengelola dana murah," ujar Soeroso.
Adapun rasio keuangan lainnya Bank Jatim antara lain, return on equity (ROE) 20,14 persen, net interest margin (NIM) 6,7 persen, return on asset (ROA) 3,09 persen. Sementara, biaya operasional dibanding pendapatan operasional (BOPO) berada pada level 71,15 persen, dengan loan to deposit ratio (LDR) 71,97 persen.
Sindikasi
Sepanjang tahun ini, non performing loan (NPL) gross Bank Jatim menyentuh level 4,92 persen dengan NPL nett 1,04 persen. Salah satu penyebabnya adalah kredit yang terkait dengan proyek pemerintah.
Soeroso memaparkan, NPL paling tinggi berasal dari stand by loan proyek pemerintah. "Ini terkendala dalam hal pembayaran. Proyek sudah selesai, uang belum dibayarkan," imbuh Soeroso.
Namun, kenyataan itu tak langsung membuat Bank Jatim mengurangi pembiayaan ke proyek pemerintah. Menurut Soeroso, Bank Jatim memilh langkah untuk membiayai proyek pemerintah secara sindikasi, baik dengan BPD atau pun bank lain untuk membagi risiko.
Apalagi, lanjut dia, saat ini ada sekitar Rp2 triliun lebih pembiayaan sindikasi untuk beberapa proyek di Jawa Timur. "Salah satunya proyek Pelabuhan Probolinggo, jalan tol Pandaan-Malang dan Surabaya-Kertosono, dan proyek rumah sakit Dr. Soetomo," terang Soeroso.
Tahun ini, Bank Jatim memproyeksikan pertumbuhan kredit akan naik 7 persen dengan laba kotor sebesar Rp1,4 triliun. Sementara, untuk tahun depan, Soeroso bilang, Bank Jatim belum menyusun rencana bisnis karena masih mencermati kondisi makro ekonomi. (hm)