Bareksa.com - Polemik antara Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Sudirman Said dengan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir menghangat. Sudirman bahkan meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno agar PLN tidak hanya mencari keuntungan. Menurutnya, perusahaan listrik pelat merah tersebut beda dengan perbankan yang lebih fokus cari untung.
Sementara Sofyan menjelaskan bahwa pihaknya tidak semata mencari keuntungan untuk kepentingan korporasi. PLN mencari laba demi kepentingan negara, kepentingan masyarakat. Sebab, laba yang diperoleh PLN akan digunakan untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan, misalnya pembangkit listrik dan jaringannya.
Nyatanya, dalam dua tahun terakhir PLN memang selalu berhasil mencetak laba. Namun jika dilihat lebih dalam, dari segi operasional perusahaan PLN masih mengalami kerugian karena masih terkait dengan subsidi listrik. Meskipun pemerintah membayar hal itu melalui subsidi pemerintah, tetapi jumlah yang dibayarkan dipatok margin hanya 7 persen di atas biaya pokok penyediaan tenaga listrik.
Pada tahun 2015, PLN membukukan pendapatan Rp217 triliun, naik 12 persen dari tahun sebelumnya Rp193 triliun. Beban usaha juga turun menjadi Rp246,2 triliun dari sebelumnya Rp265 triliun.
Tetapi subsidi yang disalurkan pemerintah kepada PLN pun menyusut menjadi hanya Rp56,5 triliun dari sebelumnya Rp99 triliun. Ditambah adanya kerugian kurs hingga Rp16,2 triliun membuat PLN mengalami rugi sebelum pajak sebesar Rp3,06 triliun pada tahun 2015. Beruntung PLN memiliki manfaat pajak Rp18 triliun sehingga PLN masih bisa mencetak laba bersih sebesar Rp15 triliun.
Rugi kurs terjadi karena pada tahun 2015, rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Perusahaan penyedia listrik ini membutuhkan dolar lantaran sebagian besar pembangkit listrik yang ada di Indonesia menggunakan batubara. Walaupun di dalam negeri, komoditas tersebut masih diperdagangkan dengan menggunakan mata uang dolar AS.
Grafik: Kinerja Keuangan PLN 2012-2015
sumber: PLN
Sementara beban keuangan yang ditanggung pada 2015 sebesar Rp17,5 triliun naik dari tahun 2014 Rp16,6 triliun. Peningkatan terjadi karena naiknya beban keuangan atas utang obligasi menjadi Rp7,3 triliun dari sebelumnya Rp6,6 triliun, serta utang bank menjadi Rp1,89 triliun dari sebelumnya Rp1,43 triliun.
Naiknya beban keuangan antara lain disebabkan oleh utang obligasi dalam mata uang dolar AS yang nilainya meningkat seiring ambrolnya nilai tukar rupiah. Berdasarkan catatan atas laporan keuangan, dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi ini adalah untuk mendanai kebutuhan investasi program percepatan pembangunan fasilitas tenaga listrik, konstruksi rutin dan untuk tujuan umum korporasi. (np)