Macquarie Pasang Target Harga BDMN 45% di Atas Harga Pasar, Apa Pertimbangannya?

Bareksa • 31 May 2016

an image
Jajaran Direksi Bank Danamon setelah RUPS-LB yang mengangkat Sng Seow Wah sebagai Direktur Utama di Jakarta (Bareksa)

Harga saham BDMN sudah ambrol 43% sejak tahun 2013.

Bareksa.com - Saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN) terperosok cukup drastis dalam tiga tahun terakhir. Harga saham bank swasta ke-2 terbesar di Indonesia ini, telah merosot lebih dari 40 persen sejak 2013. Penurunan ini berlawanan dengan empat bank terbesar di Indonesia yang justru mampu menunjukan peningkatan harga di atas 10 persen pada periode yang sama.

Namun, perusahaan investasi asing yakni PT Macquarie Capital Securities Indonesia dalam laporan riset yang dirilis pada 27 Mei 2016 memiliki pandangan lain. Perusahaan investasi ini memasang target harga tinggi untuk bank yang kini dikuasai oleh Temasek Holdings tersebut, yakni Rp4.700 per saham. Ini 45 persen lebih tinggi dari harga saat ini yang berada di kisaran Rp3.240 per saham.

Apa pertimbangannya?

Pelemahan harga saham BDMN, tak lepas dari memburuknya kinerja perusahaan dalam tiga tahun terakhir. Return On Equity (ROE) tergerus menjadi 7,05 persen di 2015 dari 12,93 persen di 2013. Ini terjadi lantaran laba bersih perusahaan rontok di periode tersebut. Di tahun 2015 laba bersih BDMN hanya sebesar Rp2,3 triliun, turun 43 persen dari tahun 2013 yang Rp4,04 triliun.

Pertumbuhan kredit yang cenderung flat, menyebabkan marjin bunga bersih yang diraih perusahaan tertekan. Selain itu, Menurut Macquarie, BDMN juga memiliki eksposur yang besar terhadap kredit kendaraan bermotor melalui anak usahanya yakni PT Adira Dinamika Multifinance Tbk (ADMF), di mana penjualan kendaraan bermotor di tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan karena rendahnya permintaan.

Namun, menurut pandangan Macquarie segala macam faktor negatif tersebut telah tercermin pada harga saham BDMN saat ini. Berdasarkan data Bareksa, harga saham Bank Danamon sejak tahun 2013 hingga penutupan perdagangan kemarin 30 Mei 2016 sudah ambrol 43 persen.

Grafik: Perbandingan Return Saham Bank


Sumber: Bareksa

Terlepas dari penurunan harga saham, manajemen Bank Danamon menunjukkan kinerja yang baik di kuartal I 2016. Perusahaan berhasil meningkatkan pendapatan berbasis komisi (fee based income) sebesar 9 persen, sambil melakukan efisiensi di mana biaya operasional bank turun 9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Efisiensi dan peningkatan fee based income terbilang penting di saat terjadi perlambatan ekonomi dan pertumbuhan kredit yang kurang memuaskan.

Salah satu langkah efisiensi yang ditempuh perseroan adalah dengan memangkas porsi rekening giro dalam pendanaan bank. Bank Danamon ternyata menanggung biaya bunga simpanan dan giro yang lebih tinggi dibandingkan empat bank terbesar di Indonesia. Ini dilakukan agar nasabah tertarik untuk menyimpan dana di Bank Danamon. Namun di sisi lain, hal ini menyebabkan biaya pendanaan menjadi besar. Di tahun 2015, rekening giro dan tabungan berkurang masing-masing 28 persen dan 6 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Grafik: Penurunan Rekening Giro & Rekening Tabungan


Sumber: Bank Danamon

Ke depan, BDMN juga akan lebih diuntungkan dari pertumbuhan kredit usaha kecil menengah (UKM) yang relatif stabil. Macquarie memandang bahwa kredit UKM akan menjadi salah satu segmen kredit yang menyumbang pendapatan terbesar bagi BDMN di tahun 2018, setelah pendapatan dari Adira. Macquarie mengestimasi kredit UKM akan menghasilkan ROE sebesar 15 persen pada 2018 mendatang, naik dari posisi saat ini yang 6,2 persen.

Sementara untuk membuat saham menjadi lebih atraktif, Macquarie meyakini bahwa BDMN memiliki ruang untuk melakukan aksi buyback ataupun membagi dividen dengan nilai yang lebih besar. Rasio laba terhadap ekuitas (Return on Equity) perseroan tercatat 7,05 persen jauh lebih rendah dari rata-rata 4 bank terbesar yakni 18,01 persen. Ini terjadi bukan semata-mata karena tergerusnya laba, namun menurut Macquarie, perseroan juga terlalu banyak menahan modalnya.

Berdasarkan data perusahaan, rasio kecukupan modal (CAR) per Maret 2016 tercatat cukup besar yakni 20,8 persen. Menurut perhitungan Macquarie, jika saja BDMN mau menurunkan CAR ke angka 19-18 persen (turun 1-2 persen dari saat ini), maka perseroan memiliki dana berkisar Rp1-2,7 triliun untuk dijadikan dividen atau melakukan buyback saham.