Bareksa.com - Saat mengumumkan perubahan acuan suku bunga BI Rate menjadi BI 7-Day Reverse Repo Rate pada 15 April minggu lalu, Bank Indonesia juga menyinggung bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemungkinan dapat menggunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 12 bulan sebagai acuan untuk menetapkan batasan suku bunga deposito. Saat ini tingkat bunga SBI bertenor 12 bulan berada di level 6.75 persen atau sama dengan BI Rate.
Seperti diketahui, perubahan acuan dari BI Rate menjadi BI 7-Day Reverse Repo Rate juga ikut memantik tanda tanya apakah OJK akan ikut mengubah batas atas (capping) suku bunga deposito yang sebelumnya mengacu pada BI Rate.
Meskipun belum ada keputusan resmi dari OJK, Harian Kontan memberitakan bahwa OJK memang berniat mengubah kebijakan batas atas suku bunga deposito itu. “Dengan BI Rate sebentar lagi akan hilang, OJK harus melakukan evaluasi dan menentukan posisi capping suku bunga, apakah masih diperlukan.” tutur Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK.
OJK sendiri tercatat telah dua kali mengeluarkan aturan mengenai pembatasan bunga deposito dengan nominal tertentu (special time deposit, STD) berdasarkan modal inti bank. Bank dibagi menjadi empat kategori berdasarkan modal inti, atau disebut Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU). Bank yang masuk kategori BUKU III dan BUKU IV hanya boleh memberikan suku bunga deposito dengan batas atas tertentu. Jumlah nominal penempatan special time deposit untuk mendapatkan suku bunga maksimal adalah di atas Rp2 miliar..
Capping pertama kali diperkenalkan OJK pada Oktober 2014 di mana saat itu bank dengan kategori BUKU III hanya boleh memberikan bunga deposito maksimal 225 basis poin (bps) di atas BI Rate. Adapun kategori BUKU IV dipatok 200 bps di atas BI Rate. Batas atas ini kemudian dipangkas kembali pada Maret 2016 di mana BUKU IV memiliki batas atas 75 bps di atas BI Rate dan BUKU III 100 bps di atas BI Rate.
Tabel: Ketentuan Batas Atas Suku Bunga Deposito BUKU I-IV
Sumber: OJK, Bareksa
Apabila OJK hanya mengubah acuan dari semula BI Rate menjadi SBI bertenor 12 bulan--yang notabene berada di tingkat yang sama--maka efeknya bagi perbankan diperkirakan akan netral atau dengan kata lain: tidak ada perubahan. Namun, seiring dengan niat pemerintah menuju bunga kredit single digit, OJK boleh jadi memanfaatkan momentum ini untuk menurunkan capping deposito sehingga biaya dana bank (cost of fund) menjadi lebih murah--meskipun tetap ada risiko pengalihan dana nasabah dari deposito ke instrumen investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi seperti obligasi.
Lantas, berapa nilai capping yang harus disesuaikan OJK untuk mencapai bunga kredit single digit?
Menurut laporan riset Citi Group, keputusan capping OJK akan berdampak langsung terhadap deposito dengan nominal di atas Rp 2 miliar, di mana per Januari 2016 nilainya mencapai Rp1.045 triliun. Porsi special time deposit ini terhadap dana pihak ketiga (DPK) tercatat 24 persen, yang merupakan kedua terbesar setelah CASA (current account saving account).
CASA merupakan rasio simpanan tabungan dan giro yang ada di bank terhadap total dana pihak ketiga. Komposisi CASA terhadap DPK yang semakin besar mencerminkan makin murahnya biaya dana bank. Namun, biaya dana bank masih tergolong relatif tinggi karena 57 persen komposisi DPK bank masih berbentuk deposito--baik denominasi Rupiah maupun valas.
Grafik: Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan
Sumber: Citi, Bareksa
Per akhir 2015, bunga kredit perbankan Indonesia tercatat sebesar 10,9 persen. Jika momen ini dimanfaatkan OJK untuk menurunkan suku bunga kredit menjadi single digit, maka penurunan capping sebesar selisih antara BI Rate dengan BI 7-Day Reverse Repo Rate (125 bps), diproyeksikan dapat menurunkan suku bunga kredit mendekati single digit atau sebesar 10,1 persen. (kd)