Dari Proyek Reklamasi, Intiland Bisa Meraup Sedikitnya Rp18 Triliun?

Bareksa • 18 Apr 2016

an image
Foto udara aktivitas reklamasi pantai utara di Jakarta - (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Anak usaha Intiland mendapat izin reklamasi Pulau H seluas 63 hektare. Akan dibangun proyek properti terintegrasi.

Bareksa.com - Isu reklamasi Teluk Jakarta terus memanas, selepas mencuatnya kasus suap yang diduga melibatkan Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) Ariesman Widjaja dan anggota DPRD DKI Jakarta. Selain itu, pendiri dan pemilik Agung Sedayu Grup, Sugianto 'Aguan' Kusuma pun ikut dicekal bepergian keluar negeri oleh KPK.

Salah satu perusahaan yang ikut serta dalam proyek reklamasi adalah PT Intiland Develompent Tbk (DILD), melalui anak usahanya yakni PT Taman Harapan Indah (THI). Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 2637/2015 tertanggal 30 November 2015, THI memperoleh izin reklamasi Pulau H. Dalam laporan keuangan DILD tahun 2015 diterangkan bahwa izin reklamasi THI berlaku untuk jangka waktu tiga tahun. Jika sampai dengan jangka waktu tersebut reklamasi belum dapat diselesaikan, maka izin akan ditinjau kembali.

Gambar: Lokasi Pulau H dalam Peta Rencana Reklamasi Pantai Utara


Sumber: Presentasi Pemerintah DKI Jakarta

Pulau H merupakan kawasan reklamasi seluas 63 hektare di bagian utara Pantai Mutiara. Menurut rencana, di atasnya akan dikembangkan proyek properti terintegrasi yang terdiri dari kawasan hunian, perkantoran, dan area komersil. Untuk membiayai proyek berskala besar ini, DILD menyiapkan dana sekitar Rp4,5 triliun. Menilik laporan keuangan 2015, angka itu hampir setengah dari total aset DILD, atau sekitar 45 persen.

Kas internal perusahaan tentunya tidak akan mencukupi untuk membiayai proyek reklamasi ini. Per 2015, perseroan hanya memiliki kas dan setara kas senilai Rp404 miliar. Ruang untuk menambah utang masih sangat lega, karena rasio debt-to-equity (DER) perseroan cukup rendah. Sampai 31 Desember 2015, tercatat hanya 1,2 kali. Selain utang, beberapa waktu lalu DILD juga mempertimbangkan untuk melakukan rights issue dan menerbitkan obligasi (Baca juga: Intiland Jajaki Pinjaman dari 10 Bank untuk Reklamasi Pulau Rp4,5T )

Grafik: Posisi Kas & Setara Kas dan Rasio Debt-to-Equity

Sumber: Perusahaan, diolah Bareksa

Potensi keuntungan dari proyek reklamasi ini bisa cukup besar.

Mari kita hitung potensi pendapatan DILD jika 11 ha dari total lahan seluas 63 ha itu kelak dibangun menjadi apartemen. Perhitungan ini menggunakan asumsi pembangunan seperti proyek Regatta yang dibangun oleh Intiland sebelumnya, di mana di atas lahan seluas 11 ha dibangun 10 menara apartemen yang terdiri dari 25 lantai untuk setiap tower. Adapun luas apartemen rata-rata 200 meter persegi dengan harga jual Rp25 juta per meter persegi.

Berdasarkan asumsi perhitungan di atas, pendapatan yang diraup DILD dari kesepuluh menara apartemen itu bisa mencapai Rp18,75 triliun. Angka ini belum lagi ditambah dengan pendapatan dari perkantoran dan area komersil.

Utang DILD

Perlu diketahui pada tahun 2013, Perseroan telah menerbitkan obligasi senilai Rp500 miliar yang efektif pada tanggal 10 Juli 2013. Obligasi yang diterbitkan terdiri dari dua seri yakni seri A senilai Rp346 miliar dan seri B Rp154 miliar. Di prospektus dijelaskan bahwa 70 persen dana dari hasil penawaran umum ini akan dipinjamkan kepada anak usaha sebagai investasi dan pengembangan usaha.

Sayangnya, belum lama ini PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) baru saja menurunkan peringkat obligasi Intiland dari sebelumnya "idA" menjadi "idA-" untuk periode April 2016 - 1 April 2017. Penurunan ini terjadi karena adanya pelemahan struktur permodalan, turunnya arus kas perusahaan, dan rendahnya pengakuan pendapatan dari divisi pengembangan properti.

Hal itu dikonfirmasikan keterangan tertulis yang disampaikan perusahaan pada 14 April 2016, yang menyatakan bahwa penurunan peringkat di atas disebabkan pelemahan struktur permodalan dan arus kas perusahaan, akibat rendahnya pengakuan pendapatan dari sektor pengembangan properti di tengah meningkatnya jumlah utang terkait penyelesaian proyek high rise building.

Selain itu, pendapatan Intiland juga ditaksir Pefindo lebih rendah dari angka proyeksi semula, seiring terjadinya perlambatan ekonomi dan ketidakpastian peraturan pajak properti pada paruh pertama 2015. Dua faktor ini memukul permintaan atas properti milik perusahaan. “Kami juga mempertahankan prospek negatif DILD untuk mengantisipasi pelemahan lebih lanjut dari keuangan perseroan, terutama terkait penjualan properti dari proyek high rise building yang sedang berjalan,” demikian pernyataan Pefindo. (kd)