Bareksa.com - Berikut sejumlah berita terkait korporasi dan pasar modal yang dirangkum dari surat kabar nasional:
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN)
Rasio kecukupan modal BBTN bakal terkerek signifikan usai rampungnya aksi konversi dana Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di perseroan. Direktur Treasury & Asset Management BTN Iman Nugroho Soeko mengatakan saat ini posisi capital adequacy ratio (CAR) perseroan berada di level 15,8 persen. Dengan posisi modal tersebut, ekspansi BTN menjadi kurang maksimal. Padahal, perseroan menjadi motor penggerak program satu juta rumah yang diinisiasi pemerintahan Joko Widodo. Jalan keluar untuk memupuk permodalan, kata Iman, dengan mengkonversi dana Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (BLU Kementerian PUPR). Saat ini dana BLU tersebut tercatat senilai Rp17 triliun yang diperhitungkan sebagai giro.
Bila dana Rp17 triliun itu masuk ke tier 2, CAR BBTN bisa sampai 30 persen. Adapun, untuk mengkonversi dana tersebut menjadi modal BTN, Iman menjelaskan perseroan bakal menggunakan skema pinjaman subordinasi. Besaran bunga yang dikenakan, sesuai dengan bunga giro yang selama ini ditetapkan untuk dana BLU tersebut sebesar 0,3 persen per tahun. Dana BLU tak dihitung sebagai tier 1 karena akan berbenturan dengan aturan terkait dana bergulir.
PT Berlina Tbk (BRNA)
BRNA mematok harga penerbitan saham baru melalui private placement senilai Rp630 per lembar menjadikan total raihan dana Rp43,47 miliar. Berdasarkan prospektus ringkas yang diterbitkan perseroan, Rabu (21/10), penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) sebanyak maksimum 69 juta saham atau 10 persen dari modal. Saham baru yang diterbitkan oleh emiten pengolah biji plastik ini memiliki nominal Rp50 per saham. Harga pelaksanaan dihitung selama kurun waktu 25 hari bursa, yakni sekurang-kurangnya Rp627,80 per saham, dibulatkan menjadi Rp630 per lembar.
Pemegang saham yang tidak menggunakan haknya akan terdilusi kepemilikan sebesar 9,09 persen. Persetujuan private placement akan dilakukan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Akibat penambahan modal, jumlah kas dan setara kas perseroan akan meningkat 61,74 persen dari sebelumnya Rp70,41 miliar menjadi Rp113,88 miliar.
PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP)
PTPP membidik kontrak baru senilai Rp10 triliun pada kuartal IV 2015 untuk menggapai target tahun ini senilai Rp27 triliun. Direktur Keuangan PTPP Tumiyana mengatakan sejauh ini perseroan telah mengumpulkan kontrak baru Rp17 triliun. PTPP tengah mengikuti tender sejumlah proyek yang bakal digarap pada kuartal IV 2015. Salah satu proyek berada di Aceh.
Tumiyana mengatakan tidak berencana mengubah target kinerja perusahaan pada tahun ini. Target laba perusahaan tetap sekitar Rp730 miliar pada tahun ini atau bertumbuh 35 persen dibandingkan dengan realisasi tahun lalu. Sepanjang tahun ini, sejumlah proyek perusahaan terkait infrastruktur pemerintah antara lain proyek EPC PLTMG Gorontalo 120 MW di Gorontalo senilai Rp1,6 triliun, jalan tol Bawen-Solo Rp339 miliar, jalan Sibolga-Batas Tapsel di Sumatra Utara Rp236 miliar serta jalan tol Solo-Kertosono (lanjutan) Rp55 miliar.
PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA)
Dalam satu tahun terakhir, SSIA telah menaikkan harga lahan sebesar 18,8 persen. Mengacu pada keterangan resmi, emiten properti dan konstruksi itu menyebutkan harga jual rata-rata lahan industri pada September 2015 sebesar US$160,1 per meter persegi, dibandingkan dengan harga rata-rata lahan industri pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$134,8 per meter persegi.
Sementara itu, pada kuartal III 2015, SSIA telah melakukan penjualan lahan seluas 3,3 hektare. Dengan begitu, jumlah lahan terjual yang tercatat pada pendapatan prapenjualan (marketing sales) dalam sembilan bulan pertama tahun ini seluas 10,2 hektare.
PT Timah Tbk (TINS)
TINS mengklaim mengalami kerugian besar akibat maraknya penambang timah ilegal di lahan konsesi miliknya. Sukrisno, Direktur Utama TINS mengungkapkan, cadangan timah yang saat ini dimiliki perseroan sekitar 300.000 ton, tersebar di wilayah penambangan timah di Provinsi Bangka Belitung. Adapun, kapasitas produksi TINS saat ini sekitar 25.000 -i 30.000 ton pertahun. Walhasil, jika tidak ada penemuan sumber timah baru, cadangan timah perseroan akan habis. TINS bisa berhenti beroperasi 10 tahun ke depan, kata Sukrisno.
Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan TINS menambahkan, berkurangnya cadangan timah lantaran dijarah oleh penambang ilegal. Bahkan menurut hitungan manajemen TINS, penjarahan timah oleh penambang ilegal ini mengakibatkan kerugian yang tidak kecil mencapai Rp 27 triliun. Hanya saja Agung tidak memerinci penghitungan kerugian ini.
Paket Kebijakan Ekonomi Tahap V
Presiden Joko Widodo melalui Paket Deregulasi Jilid V yang dijadwalkan akan diumumkan hari ini, meminta para gubernur, bupati dan wali kota memangkas perizinan yang menghambat investasi di daerah. Presiden Jokowi memaparkan langkah deregulasi oleh pemerintah pusat dilakukan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Dia mencontohkan pengurusan izin pembangkit listrik telah dipangkas dari 49 izin menjadi 25 izin serta mempersingkat waktu pengurusan izin dari 923 hari menjadi 256 hari. Presiden pun mengaku tidak puas dengan pemangkasan tersebut dan berharap jumlah izin dapat dikurangi separuhnya.