Bareksa.com - Walaupun harga minyak mentah jenis WTI sempat merosot hingga $38,24 per barel, tetapi harga eceran BBM di pom bensin tak kunjung turun. Per 1 September besok, pemerintah bahkan menetapkan harga BBM bersubsidi tidak mengalami perubahan. BBM jenis Premium RON 88 di Wilayah Penugasan Luar Jawa-Madura-Bali tetap Rp 7.300 per liter dan solar bersubsidi tetap Rp 6.900 per liter. Harga minyak tanah juga sama dengan sebelumnya, yakni Rp. 2.500 per liter (termasuk PPN).
Padahal, menurut kalkulasi Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto, harga BBM jenis Premium sekarang mestinya sudah lebih murah. "Kalau menurut perhitungan saya, harga bensin Premium seharusnya sekitar Rp5.900 per liter. Perhitungan itu didasarkan harga minyak US$40 per barel, dan kurs Rp14.000 per dolar. Perhitungan harga jual itu sudah termasuk pajak 15 persen dan biaya distribusi," ujarnya kepada Bareksa.
Karena itulah, banyak yang lalu bertanya-tanya kenapa harga BBM bergeming? Analis Bareksa menyusuri datanya.
Berdasarkan materi presentasi Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja, harga dasar dan harga jual BBM ditetapkan pemerintah, menggunakan rata-rata harga indeks pasar (HIP), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Adapun harga jual di masyarakat ditetapkan mengikuti formula: harga dasar (HIP ditambah alfa) ditambah biaya distribusi dan pajak.
Harga Jual = Harga Dasar + Biaya Distribusi + Pajak
Masalahnya, bensin dengan nilai oktan/RON 88, atau dikenal dengan merek Premium, tidak ada acuan harga globalnya. Bensin RON 88 hanya dijual di Indonesia. Hampir seluruh negara lain di dunia sudah memakai bensin dengan oktan setidaknya 92. Oleh sebab itu, pemerintah lalu memakai dasar perhitungan dengan harga yang paling mendekati. yaitu MOPS (Mean of Platts Singapore) Mogas 92.
Hingga saat ini, perhitungan HIP yang dipakai pemerintah adalah sebagai berikut.
HIP Bensin Premium = 0,9842 X MOPSMogas 92
HIP Minyak Solar = 0,9967 X MOPSGasoil 0.25 sulfur
HIP Minyak Tanah = MOPSJet kerosene
Perhatikan grafik dibawah ini.
Grafik: Harga Minyak Mentah WTI ($/Bbl)
Sumber: Bloomberg.com
Grafik: Selisih Harga Keekonomian Vs Harga Jual BBM Jenis Premium
Sumber: Pertamina
Harga minyak mentah sejak akhir Juni memang terus merosot, dari sekitar $60 per barel menjadi sekitar $48 per barel per akhir Juli. Di bulan Februari dan Maret 2015, saat harga minyak berada di kisaran $45-50 per barel seperti saat ini, pemerintah tidak mengucurkan banyak dana subsidi, bahkan justru surplus di bulan Februari.
Akan tetapi, yang jadi masalah selisih antara harga perhitungan per bulan dengan harga penetapan, ternyata meningkat. Selisih terbesar harga BBM umum untuk area Jawa-Madura-Bali terjadi di bulan Juni dan Juli, mencapai Rp2,37 triliun dan Rp2,8 triliun, menurut estimasi PT Pertamina (Persero).
Tingginya selisih ini harus ditanggung PT Pertamina, akibat harga keekonomian yang naik di atas Rp8.500 per liter. Padahal, sejak Maret 2015 harga BBM jenis Premium dipatok hanya Rp7.300 per liter. Sebagaimana ditunjukkan materi presentasi Kementerian ESDM, dalam kurun waktu Januari-Juli 2015, total tekor yang musti ditanggung PT Pertamina mencapai Rp12,5 triliun.
Hal ini menunjukkan pelemahan rupiah berperan besar dalam menaikkan harga keekonomian BBM, sejak bulan Juni 2015. Mayoritas BBM yang masih diimpor menjadi penyebab utama kenapa nilai tukar rupiah sangat menentukan harga. Data Kementerian ESDM menyebutkan impor BBM pada 2014 mencapai 179 juta barel per tahun. Sementara, net balance persediaan minyak untuk BBM hanya 5 juta barel per tahun.
Tingginya volume impor BBM itulah yang mengakibatkan harga menjadi sangat tergantung terhadap nilai tukar rupiah. Secara year to date, harga minyak mentah memang anjlok 39 persen. Akan tetapi, nilai tukar rupiah juga tertekan 11,7 persen menjadi Rp14.115 per dolar Amerika. Inilah jawaban atas pertanyaan kenapa harga minyak dunia turun tetapi BBM tetap mahal.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menerangkan harga minyak dunia memang sempat turun dan kini sedang merosot lagi. Namun, pemerintah memutuskan tidak menyesuaikannya karena ada variabel nilai tukar rupiah yang anjlok terhadap dolar AS, sehingga memberatkan saat impor migas. "Melemahnya rupiah membuat harga BBM jenis Premium belum bisa turun waktu harga minyak mentah global turun," katanya kepada Bareksa.
Grafik: Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS
Sumber: Bareksa.com
Dalam rilisnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi IGN Wiratmaja menerangkan keputusan tidak menurunkan harga diambil karena pemerintah ingin memberikan kompensasi atas kerugian PT Pertamina yang menalangi selisih harga BBM ketika harga minyak dunia naik. "Keputusan Pemerintah tidak menaikkan harga jual eceran BBM juga karena perlunya upaya untuk mengurangi kerugian yang dialami oleh Badan Usaha yang mendapat penugasan pemerintah untuk menyediakan dan mendistribusikan BBM. Selama beberapa periode sebelumnya, badan usaha tersebut harus menjual BBM, khususnya bensin Premium, di bawah harga keekonomian," dia menerangkan dalam rilis resminya. (kd)