Bareksa.com - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menargetkan peningkatan proporsi investasi sektor manufaktur sekitar 52,7 persen atau Rp 313,5 triliun dari keseluruhan realisasi investasi pada 2016 yang ditargetkan mencapai Rp 594,8 triliun.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan peningkatan proporsi investasi sektor manufaktur merupakan upaya mendorong transformasi ekonomi Indonesia dari berbasis konsumsi menjadi berbasis produksi sehingga mendorong ekspor.
" Presiden dalam pidatonya menyebutkan adanya perubahan paradigma ekonomi dari yang bersifat konsumtif ke produktif. Dengan memperbesar porsi realisasi investasi sektor manufaktur akan mendukung terjadinya industrialisasi di masa mendatang," kata Franky seusai mengikuti acara Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi di Gedung Parlemen, hari ini (14/8).
Franky merinci pertumbuhan realisasi investasi sektor manufaktur diharapkan berasal dari industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik; industri kimia dasar, barang kimia dan farmasi; industri makanan; industri kertas, barang dari kertas dan percetakan, serta industri manufaktur lainnya. Dia optimis target pertumbuhan investasi sektor manufaktur dapat tercapai melihat capaian Semester 1 2015 di mana realisasi investasi sektor tersebut masih tumbuh 20,47 persen.
"Di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat, realisasi investasi beberapa industri sektor manufaktur dapat tumbuh cukup tinggi seperti industri logam, industri kimia, industri mineral non logam, industri tekstil dan Industri kayu. Meski pun ada beberapa industri yang perlu perhatian lebih seperti industri makanan dan Industri alas kaki," ujar Franky.
Untuk merealisasikan target tersebut, BKPM menempatkan sektor Industri sebagai salah satu prioritas pemasaran investasi, selain infrastruktur, pertanian, maritim, serta pariwisata dan kawasan. Franky juga menegaskan BKPM juga akan berkoordinasi dengan Kementerian serta lembaga lainnya untuk mendorong kebijakan yang pro investasi.
Menurut dia, perhatian investor yang bersifat padat karya dan orientasi ekspor adalah adanya kepastian formula penentuan upah minimum regional/provinsi (UMR/UMP) yang berlaku setidaknya 5 tahun serta kebijakan kerja sama perdagangan dengan negara lain, untuk meningkatkan daya saing ekspor.
Investasi di sektor manufaktur yang padat karya serta berorientasi ekspor merupakan kunci krusial untuk mendorong nilai ekspor yang sedang dalam tren penurunan pada tiga tahun terakhir ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, pada Januari-Juni 2015 nilai ekspor hanya mencapai US$78,29 miliar, turun 11,86 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Padahal, Presiden Joko Widodo mencanangkan target pertumbuhan ekspor naik tiga kali lipat selama lima tahun hingga 2019. Target total ekspor mencapai US$528.9 miliar itu merupakan tantangan yang cukup berat karena Indonesia harus mampu meningkatkan manufaktur dan tidak bergantung pada ekspor minyak dan gas (migas) saja. (Baca juga: Target Ekspor Jokowi Naik 3X Lipat, Mungkinkah Tercapai?)