BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Pemerintah Naikkan Tarif Bea Masuk Barang Konsumsi. Dorong Industri Lokal?

Bareksa23 Juli 2015
Tags:
Pemerintah Naikkan Tarif Bea Masuk Barang Konsumsi. Dorong Industri Lokal?
A mother puts her kids in a trolley while shopping at a supermarket in Jakarta, Indonesia, May 13, 2015. Indonesia's finance minister said on Wednesday economic growth of 5.4 percent is more realistic for this year than the government's target of 5.7 percent. REUTERS/Beawiharta

Kebijakan tersebut dalam jangka pendek dapat menekan daya beli masyarakat

Bareksa.com - Pemerintah mengeluarkan beleid baru yang merevisi besaran tarif bea masuk untuk sejumlah barang baku dan barang konsumsi. Meski dinilai analis bisa semakin menekan pertumbuhan ekonomi, aturan yang diteken awal Juli tersebut dipercaya dapat mendorong industri lokal agar dapat bersaing di tingkat global.

Dalam peraturan yang ditandatangani pada 8 Juli 2015 dan berlaku mulai hari ini (Kamis, 23 Juli 2015), Kementerian Keuangan menaikkan tarif impor terhadap sejumlah bahan pangan, pakaian, mobil dan barang konsumsi. Padahal, nilai impor Indonesia baru saja turun seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Peraturan baru No. 132/PMK.010/2015 menaikkan tarif bea masuk untuk kopi dan teh menjadi 20 persen dari sebelumnya hanya 5 persen. Tarif untuk daging juga naik menjadi 30 persen dari sebelumnya 5 persen. Impor minuman beralkohol seperti whiskey, brandy dan lainnya terkena bea masuk 150 persen, padahal sebelumnya hanya Rp125.000 per liter. Tarif untuk impor otomotif juga naik menjadi 50 persen, dari sebelumnya 40 persen.

Promo Terbaru di Bareksa

Analis Riset PT Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya menjelaskan bahwa peraturan tersebut mengarahkan industri lokal ke manufaktur sehingga tidak bergantung pada impor lagi. "Ini bagus, inflasi tidak akan terus melambung. Kebijakan ini menuju arah yang lebih baik," katanya kepada Bareksa.com.

Padahal pada Juni, impor sudah turun 17 persen dibanding nilai pada bulan yang sama tahun lalu. Hal tersebut menunjukkan lemahnya daya beli domestik. Bank Indonesia bahkan memproyeksikan laju inflasi pada bulan Ramadan dan Lebaran tahun ini mencapai kisaran 0,46- 0,6 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan harga pada momentum yang sama tahun lalu dan 2013.

"Potensi melambat pasti ada, tetapi kita tidak bisa kendalikan penuh. Dalam jangka pendek mungkin ada perlambatan tetapi ini dibutuhkan untuk progress pertumbuhan jangka panjang," kata William.

Dia pun menyebutkan kemungkinan dampak paling dekat adalah daya beli konsumen yang semakin menurun. Namun, bagi pedagang ritel dampaknya tidak besar karena mereka dapat meneruskan pengenaan tarif itu kepada konsumen. Sejumlah emiten dapat terpengaruh kebijakan ini dalam jangka pendek. "Khususnya perusahaan yang menggunakan bahan baku impor."

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman juga menilai bahwa kebijakan tersebut bagus untuk mendorong industri lokal. Dengan regulasi lama, bahan baku seperti gula malah terkena dampak lebih besar dibanding produk jadi seperti permen. "Kita tidak perlu terlalu liberal dalam tarif," ujarnya seperti dikutip Reuters.

Tarif impor permen naik menjadi dalam kisaran 15 persen hingga 20 persen. Padahal sebelumnya hanya 10 persen. Namun, impor gula tetap hanya Rp550 per kilogram. Kenaikan tarif juga berlaku untuk pakaian jadi, kondom, karpet hingga penyejuk udara.

Analis First Asia Capital David N. Setyanto mengatakan bahwa kebijakan ini dalam jangka pendek akan memberi dampak negatif bagi sebagian besar emiten yang ada di bursa saham. "Jangka pendek pasti kena. Kita akan lihat pada kuartal keempat, tahun ini akan berat dan target dari banyak emiten kemungkinan tidak tercapai," katanya ketika dihubungi Bareksa.

Sejumlah emiten yang mungkin terpengaruh di antaranya peritel PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT Astra International Tbk (ASII) karena sebagian produk mereka berasal dari impor. Namun, seberapa besar dampaknya masih belum dapat diketahui karena perlu dihitung terlebih dulu.

Di sisi lain, David menilai bahwa kebijakan yang dapat mengurangi permintaan terhadap barang impor ini memiliki sisi positif, yaitu dapat menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain itu, pendapatan pemerintah juga berpotensi naik meskipun anggarannya belum seimbang. "Spending belum jalan, jadi belum seimbang antara pemasukan dan pengeluaran."

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua