Bareksa.com - PT Merdeka Copper Gold Tbk menawarkan saham pada kisaran harga Rp1.800 - 2.100 per saham dalam initial public offering (IPO). Dengan kisaran harga tersebut perusahaan tambang mineral milik Grup Saratoga itu menargetkan dana hingga Rp1,8 triliun. Padahal, perusahaan yang memiliki aset di Jawa Timur tersebut belum berproduksi dan masih membukukan rugi bersih. Mahalkah harganya?
Merdeka akan menjadi emiten pertama yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) berlandaskan Peraturan Nomor I-A.1 tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Aturan bursa ini resmi berlaku 1 November 2014 lalu.
Dua penjamin emisi (underwriter), PT Indopremier Securities dan PT Bahana Securities, membantu aksi korporasi. Direktur Bahana Novita Lubis mengakui Merdeka Copper satu-satunya perusahaan belum produksi yang masuk bursa sehingga sulit untuk membandingkan valuasinya.
"Perusahaan ini unik, tidak bisa dibandingkan dengan yang sudah listing. Kami memakai metode Discounted Cash Flow (DCF) dan harga yang sudah ditawarkan tersebut wajar," ujarnya kepada wartawan, Selasa 12 Mei 2015. Harga IPO tersebut akan membawa kapitalisasi pasar Merdeka sebesar maksimal Rp8,3 triliun dan kepemilikan publik sebesar 22,1 persen di pasar modal.
Meskipun masih rugi $5 juta pada tahun lalu, perseroan yakin dapat mencetak laba dalam dua tahun ke depan setelah tambangnya beroperasi. Direktur Merdeka Hardi Wijaya Liong mengatakan perseroan dapat mencetak laba $19,2 juta pada 2017.
"Setelah pengembangan wilayah selesai, akhir 2016 kami sudah bisa berproduksi dan beroperasi selama 8 hingga 9 tahun. Produksi bijih rata-rata 3 juta ton per tahun untuk mendukung produksi tahunan emas 90 ribu ounce dan perak 1 juta ounce," katanya.
Dengan menawarkan 874,36 juta lembar saham baru di bursa, perusahaan yang baru berdiri pada 2012 ini akan meraup dana untuk mengembangkan tambang mineral beserta fasilitasnya melalui anak usahanya PT Bumi Suksesindo (BSI). Anak usaha tersebut sudah memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dengan total wilayah 4.998 hektare.
Perseroan melalui Proyek Tujuh Bukit juga mengklaim punya cadangan pada lapisan oksida sebesar 90,9 juta ton mineral yang terdiri dari 2,14 juta ounce emas dan 75,13 ounce perak. Sementara di lapisan porfiri ada 19,28 miliar pound tembaga dan 28,12 ounce emas. Angka tersebut diklaim menjadi sumber daya mineral terbesar kedua Indonesia setelah tambang Grasberg milik Freeport di Papua.
Atas dasar tersebut, afiliasi Grup Saratoga ini juga terlihat sangat optimistis dapat meraih dukungan investor di saat harga komoditas rendah dan ekonomi Indonesia yang melambat. Padahal, harga emas global di bursa London mencapai $1.188,10 per ounce pada penutupan perdagangan 11 Mei 2015. Angka tersebut 4 persen di bawah rata-rata harga emas setahun terakhir $1.236,34 per ounce.
Grafik Pergerakan Harga Emas Global
Sumber: Bareksa.com
Di sisi lain, perekonomian nasional pun tengah mengalami perlambatan, yang terlihat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal pertama 2015 hanya 4,71 persen, angka terendah sejak 2009.
Mayoritas pemegang saham Merdeka adalah PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) dan PT Provident Capital Indonesia, dua perusahaan investasi yang didirikan taipan Sandiaga S. Uno dan Edwin Soeryadjaya. Menariknya, ada mantan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal TNI (purn) AM Hendropriyono menduduki posisi Presiden Komisaris Merdeka.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menilai bahwa calon investor harus berhati-hati sebelum menanamkan modalnya di perusahaan ini karena banyak hal yang belum pasti, termasuk kinerjanya di masa depan.
"Kalau untuk investasi itu sebaiknya pada perusahaan dengan track record. Merdeka ini baru perusahaan start up dan investor hanya membeli potensi sedangkan risikonya besar," katanya kepada Bareksa.com. (pi)
*Tambahan laporan oleh Suhendra