Benarkah Hunian di Atas Rp5 M Layak Dikategorikan Sangat Mewah
"Rumah mewah itu bukan hanya bangunan tetapi juga lokasinya," kata konsultan properti Colliers.
"Rumah mewah itu bukan hanya bangunan tetapi juga lokasinya," kata konsultan properti Colliers.
Bareksa.com - Menteri Keuangan baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 90/PMK.03/2015 mengenai perubahan PMK No. 253/PMK.03/2008. Pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 pada hunian sangat mewah untuk rumah ataupun apartemen, yang semula batasan harganya ditetapkan di atas Rp10 miliar dan kini diturunkan menjadi di atas Rp5 miliar.
Masalahnya kini muncul pertanyaan: apakah properti senilai Rp5 miliar benar-benar termasuk barang sangat mewah?
Associate Director Colliers Internasional Indonesia, Ferry Salanto, menilai rumah seharga Rp5 miliar belum bisa dikategorikan sangat mewah, apalagi untuk lokasi di Jakarta.
Promo Terbaru di Bareksa
"Rumah mewah itu bukan hanya diihat dari bangunan tapi juga lokasinya," katanya. "Tidak bisa dilihat dari ukurannya saja. Ini kan melihat secara parsial saja."
Ferry mengatakan untuk area Jakarta harga tanah merupakan komponen yang paling menentukan harga rumah. Harga tanah di Jakarta sendiri naik tidak terkontrol lima tahun belakangan; dalam lima tahun belakangan secara kumulatif sudah naik hingga dua kali lipat. Di daerah-daerah tertentu bahkan bisa jauh lebih tinggi lagi.
Ia melanjutkan jika dibagi rata, untuk kategori rumah seharga Rp5 miliar dengan luas bangunan 400 meter, maka didapat angka Rp12,5 juta per meter persegi. Di wilayah Jakarta, tanah seharga Rp12,5 juta per meter persegi ini biasanya adalah harga tanah di area pinggiran.
Ferry mencontohkan, untuk area TB Simatupang, harga tanah sekarang sudah mencapai Rp15 juta per meter persegi. Dengan uang Rp2 miliar, maka tanah yang bisa didapat baru seluas 133 meter persegi. Jika dihitung dengan luas bangunan, maka nilai rumah seperti itu kemungkinan besar akan melebihi pagu Rp5 miliar.
Pemerintah dan pengusaha dalam hal ini tidak sepandangan mendefinisikan hunian "sangat mewah" itu. Maka itu, Ferry meminta pemerintah untuk lebih menajamkan definisi "sangat mewah" itu dan juga kriteria pajak yang dikenakan.
Ferry memprediksi kebijakan baru pemerintah ini malah akan memukul balik penerimaan pajak. Alih-alih meningkat, pendapatan pajak bisa merosot karena pembelian properti bisa melorot. Pasalnya, dengan peraturan ini uang yang mesti dikeluarkan pembeli properti akan bertambah lagi 5 persen di luar PPN dan pajak properti lainnya yang jumlahnya sudah mencapai 35 persen dari total nilai pembelian.
"Secara volume penjualan akan lebih turun," katanya, hakulyakin.
Senada dengan Ferry, Asosiasi Pengembang Real Estate Indonesia (REI) juga menilai properti senilai Rp5 miliar mestinya belum masuk kategori sangat mewah. Ketua REI Eddy Hussie malahan mengatakan jika inflasi diperhitungkan, seharusnya pagu harga hunian sangat mewah malah dinaikkan dari angka Rp10 miliar, bukan diturunkan seperti sekarang.
Wakil Ketua REI Theresia Rustiandi, kepada Bareksa, menilai pagu Rp5 miliar ini merupakan jalan kompromi. Sebelumnya, pemerintah malah ingin menerapkan PPh 22 untuk harga rumah di atas Rp2 miliar. Ia mengatakan, sejak awal REI menginginkan penggunaan pagu lama. Aturan tersebut dinilai masih relevan. "Kita kan bicara super luxurius, bukan sekadar barang mewah. Jadi, angka Rp10 miliar itu masih relevan," katanya.
REI, menurut Theresia, sebenarnya menerima kebijakan baru ini. Namun ia mendesak agar pemerintah juga menimbang kondisi pasar properti dan perekonomian belakangan ini yang sedang suram. Di kuartal pertama 2015, pasar properti di Indonesia terpukul. Maka itu ia meminta pelaksanaan PPH 22 ini ditunda hingga kondisi ekonomi lebih kondusif.
Sebelumnya, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito pada 6 Mei 2015 mengatakan selain berdasarkan patokan harga, dalam aturan baru nanti pemerintah juga akan mematok luas bangunan untuk mendefinisikan hunian sangat mewah. Rumah dengan luas lebih dari 400 meter persegi akan dimasukkan dalam kategori itu.
Kebijakan pemerintah itu berdampak negatif terhadap emiten-emiten properti. Hal itu terlihat dari indeks properti yang menurun 0,09 persen menjadi 540,47 dari sebelumnya 541,63.(Selengkapnya baca: PPh Hunian Diperketat, Harga Saham Properti Ini Langsung Kena Dampaknya)
(kd)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.380,2 | 1,09% | 5,00% | 7,35% | 8,50% | 19,34% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.090,33 | 0,49% | 5,21% | 6,68% | 7,14% | 2,71% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,71 | 0,66% | 3,97% | 6,69% | - | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.838,73 | 0,53% | 3,93% | 6,33% | 7,43% | 17,20% | 39,76% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.259,31 | 0,74% | 3,72% | 6,02% | 7,00% | 19,69% | 35,52% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.