Bareksa.com - Pemerintah menurunkan batas pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 pada hunian sangat mewah. Seiring dengan hal tersebut, indeks saham properti mengalami penurunan 0,64 persen. Padahal, tarif PPh 22 yang baru saja dirubah pemerintah hanya menambah 5 persen harga jual produk properti.
Dengan aturan baru ini, rumah dengan harga jual diatas Rp5 miliar dikenakan tarif PPh pasal 22 sebesar 5 persen. Sebelumnya, PPh pasal 22 dikenakan pada properti dengan harga jual diatas Rp10 miliar.
Perbedaan Aturan PPh 22
Sumber: Kementerian Keuangan
Analis PT Syailendra Capital Lanang Trihardian menilai peraturan ini seharusnya tidak banyak berdampak pada penjualan perusahaan properti. Selain tarif PPh 22 yang terbilang kecil, menurutnya pasar properti terbesar saat ini bukan pada hunian di atas Rp5 miliar.
"Rp5 miliar ke atas bukan market terbesar, luas 400 meter persegi juga bukan pasar terbesar saat ini," katanya saat dihubungi Bareksa.
Senada dengan Lanang, Liliana S Bambang, analis Mandiri Sekuritas, dalam laporan riset yang telah disampaikan kepada nasabah menyatakan impak perubahan aturan PPh 22 tidak besar. Menurutnya, PPh 22 hanya menambah 5 persen dari harga rumah ataupun apartemen mewah.
Misalnya jika kita membeli apartemen dengan harga Rp5 miliar. Sebelumnya aturan ini berlaku hanya membayar pajak PPN dan BPHTB yang nilainya 10 persen dan 5 persen. Dengan berlakunya aturan baru, maka akan dikenakan tambahan pajak PPh 22 sebesar 5 persen.
Berdasarkan salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 90/PMK.03/2015 tanggal 30 April 2015, aturan baru ini akan berlaku 30 hari setelah tanggal diundangkan atau pada 30 Mei 2015.
Menurut Liliana, pengenaan pajak ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPN BM) 20 persen.
Salah satu isu yang paling dikuatirkan oleh pasar adalah perubahan aturan mengenai PPN BM. Rencananya pemerintah akan mengenakan PPN BM 20 persen pada properti seharga 2 miliar ke atas. Padahal sebelumnya, PPN BM 20 persen hanya dikenakan pada rumah seluas lebih dari 350 meter persegi dan apartemen seluas lebih dari 150 meter persegi.
Sumber: Bareksa.com
Sampai penutupan sesi I hari ini, Jumat 8 Mei 2015, indeks saham properti melemah tipis 0,64 persen; didorong penurunan harga saham-saham pengembang besar seperti BSDE dan SMRA.
Walaupun tidak berdampak signifikan, penjualan properti pada kuartal I-2015 kurang bergairah yang salah satunya disebabkan oleh isu perluasan pajak yang akan diterapkan pemerintah. Di kuartal I-2015, beberapa pengembang besar seperti Agung Podomoro (APLN), Lippo Karawaci (LPKR), Alam Sutera (ASRI), dan Summarecon Agung (SMRA) sudah mengalami penurunan penjualan.
Dari laporan keuangan 2014 menunjukan 57 persen dari total penjualan Agung Podomoro berasal dari apartemen yang tentu akan terkena impak atas aturan ini. (kd, np)
Grafik: Penjualan Properti Q1 2014 dan Q1 2015
Sumber: Bareksa.com