Bekas Petinggi Intelijen Bantu Tutut Soeharto, Perebutan TPI Bisa Tuntas?

Bareksa • 06 May 2015

an image
Siti Hardiyanti Rukmana atau yang akrab disapa Mbak Tutut (kanan) didampingi kuasa hukumnya Harry Ponto (tengah) dan Manajemen baru Dudi Hendra Kusuma (kiri) berbicara pada konferensi pers Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) , di Jakarta,Jumat (21/11/2014) (Antara Foto/Feronike Rumere)

Kubu Hary Tanoe akan mengajukan banding ke MA.

Bareksa.com - Perebutan stasiun televisi TPI antara Siti Hardijanti Rukmana (Tutut Soeharto) dengan Hary Tanoesoedibjo, pengendali grup Global Mediacom dan MNC Grup, tampaknya akan semakin sengit.

Putri sulung Presiden Soeharto itu kini mengangkat Mayjen TNI (purn) Muchdi Purwoprandjono, mantan Danjen Kopassus dan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai Komisaris Utama PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Pengangkatan ini dilakukan meskipun sengketa kepemilikan stasiun televisi yang kini bernama MNC TV itu masih bergulir di pengadilan.

“Sekarang komisaris utamanya Pak Muchdi PR. Jadi untuk strategi ke depannya tanya Beliau saja,” kata Hari Pontoh, SH; kuasa hukum Tutut dalam kasus TPI itu kepada Bareksa.

Tampaknya keputusan Tutut menunjuk Muchdi PR untuk memuluskan eksekusi pengambilalihan TPI dan mengembalikannya ke keluarga Cendana. Sengketa ini sudah berlangsung lebih dari 12 tahun, dan masih juga belum jelas ujungnya. Padahal, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan memenangkan Tutut. Alih-alih inkracht (berkekuatan hukum tetap), perebutan TPI terus berlanjut hingga lembaga arbitrase.

Muchdi seperti dikutip Jawa Pos menyatakan, secara hukum pihaknya sudah sah untuk mengambilalih semua aset, termasuk frekuensi siaran MNC TV yang kini dikelola Hary Tanoe. “Ya, saya yakin tidak lama lagi kami beroperasi. Itu kan hanya ngeyel-ngeyel saja. Biasa,” ujarnya.

***

Perebutan kepemilikan TPI bermula dari masalah utang piutang. Pada 2002, Tutut Soeharto meminta bantuan Hary Tanoe (melalui PT Berkah Karya Bersama) untuk menyelesaikan masalah utangnya, termasuk ke PT Indosat Tbk.  Berkah Karya membantu membayarkan utang Tutut senilai US$ 55 juta. Kompensasinya, Berkah mendapatkan 75 persen saham TPI dan hak mengelola stasiun televisi yang bermarkas di Taman Mini Indonesia Indah tersebut.

Berdasarkan laporan keuangan MNC, sejak Juni 2003 TPI bernaung di bawah bendera MNC Group, yang kemudian diubah namanya menjadi MNC TV pada tahun 2010. Kondisi keuangan MNC TV membaik, Tutut lalu meminta stasiun televisi tersebut dikembalikan. Namun, HT enggan melepasnya begitu saja.

Kinerja MNC TV memang lumayan mengkilap. Pada April 2015, rata-rata pangsa pasar pemirsa (audience share) MNC TV di prime time mencapai 8,5 persen. Ini artinya 25 persen dari rata-rata pangsa pasar pemirsa prime time MNC Group (MNCN) yang menguasai 34,6 persen audience share nasional. (Selengkapnya baca: Jika MNC TV Dikuasai Tutut, Grup MNC Berpotensi Kehilangan Audience Share 10%)

Jika melihat dari pendapatan iklan, per akhir 2014 pendapatan iklan MNC TV sebetulnya hanya tumbuh 0,3 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya menjadi Rp1,58 triliun, sehingga menyebabkan total seluruh pendapatan iklan yang diperoleh dari segmen FTA (Free-to-Air) milik MNC Group melambat atau tumbuh 3,5 persen menjadi Rp5,8 triliun.

Tetapi kontribusi pendapatan iklan MNC TV menyumbang 27,73 persen dari pendapatan iklan segmen FTA (Free-to-Air) milik MNC Group. Artinya, jika TPI diambil alih oleh Tutut, tentu kinerja keuangan MNCN akan terkena imbas secara signifikan.

***

Setelah bolak balik saling gugat di pengadilan, sebenarnya posisi Tutut sudah di atas angin. Pada 29 Oktober 2014, MA menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang dilayangkan PT Berkah Karya. (Baca juga: Kronologi Perebutan TPI : 12 Tahun Saling Gugat)

Seharusnya, Tutut sudah bisa menguasai TPI. Tapi langkah itu masih terganjal karena pada saat hampir bersamaan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) juga ikut mengadili sengketa ini. Pada akhir Desember 2014, BANI malah menyatakan PT Berkah Karya sah menguasai 75 persen saham TPI dan menghukum Tutut membayar ganti rugi Rp 510 miliar kepada Hary Tanoe.

Namun, dua pekan lalu, 29 April 2014, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang giliran membatalkan putusan BANI itu. Pengadilan menyatakan putusan itu batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Tutut kembali di atas angin.

Kuasa Hukum Berkah Karya, Andi Simangunsong, mengatakan Berkah Karya akan mengajukan banding ke MA. Walhasil, kata dia, putusan PN Jakarta Pusat belum berkekuatan hukum tetap. "Masih akan diproses di MA," katanya kepada Bareksa.

Berkah Karya akan mempergunakan waktu 14 hari yang diberikan oleh pengadilan untuk mengajukan banding kepada MA terhitung sejak 29 April 2015 itu. Andi berdalil hakim yang mengadili perkara TPI memutus di luar alasan yang ada dalam undang-undang. 

Tim kuasa hukum Tutut berpendapat sebaliknya. Menurut Hari Pontoh, keputusan MA yang menolak PK PT Berkah Karya itu sudah berkekuatan hukum tetap. "Ketika keputusan BANI sedang berjalan, putusan PK juga turun dan menguatkan putusan kasasi," katanya. "BANI mau menjadi lembaga banding dari MA. Ini akan menimbulkan kekacauan hukum."

Belum jelas bagaimana ujungnya. Yang pasti, kubu Tutut kini mengeluarkan jurus lain. Kata Andi Simangunsong, Tutut tidak punya urusan dengan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) yang kini memayungi MNC TV. Dia berdalih, sedari awal Tutut berseteru dengan PT Berkah Karya yang merupakan pemilik TPI sebelum MNC. "Tidak pernah ada yang menggugat MNC, dan MNC bukan pihak yang berperkara dalam kasus ini. Itu faktanya," ia berkelit. (kd)