Walau BBM Turun, Ongkos Angkutan Umum Belum Ikut Turun

Bareksa • 19 Jan 2015

an image
Aktifitas transportasi umum di Terminal Senen, Jakarta, Sabtu (3/1) (ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna)

Imbasnya, diperkirakan inflasi Januari-Februari 2015 tidak akan turun

Bareksa.com – Pengumuman penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat 19 Januari 2015 lalu belum dirasakan pengaruhnya bagi pengguna kendaraan umum. Berdasarkan penelusuran Bareksa, ongkos transportasi angkutan umum belum turun mengikuti penurunan harga BBM.

Mona, salah satu karwayan swasta pengguna angkutan umum yang ditemui Bareksa, mengungkapkan tarif kendaraan yang dinaikinya masih tetap.

“Saya naik Kopaja dari Benhil (Bendungan Hilir) ke Blok M masih tetap Rp4.000.”

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai kondisi ini terjadi karena pelaku usaha, termasuk pemilik angkutan umum, membutuhkan waktu untuk melakukan adjustment (penyesuaian) atas harga produk/jasa yang dihasilkannya. Menurutnya, ada kekakuan harga dalam pembentukan harga.

“Misalnya seperti ini, sekarang harga BBM Premium Rp6.600 per liter. Kemudian, misalnya harga minyak dunia naik menjadi $50 per barel. Harga BBM tidak mungkin tetap di Rp6.600 kan, mungkin akan naik ke Rp7.000. Lalu, apakah harga-harga akan naik lagi?”

Menurutnya, dalam penyusunan harga jual produknya biasanya pelaku usaha akan memasukan harga bahan bakar pada level tertinggi.

“Pelaku usaha akan memasukan harga bahan bakar pada level tertinggi yang pernah terjadi, katakanlah Rp8.000 per liter. Dan mereka tidak mungkin melakukan perubahan harga secara cepat meski komponen bahan bakar telah turun.”

Lana juga menilai salah satu alasan pelaku usaha tidak menurunkan harga produk/jasanya adalah karena biaya upah pekerja (UMP) yang juga naik.

“Evaluasi UMP ini kan dilakukan setahun sekali. Dan tidak bisa di-adjust berdasarkan BBM."

Menurut Lana, mereka (pelaku usaha) akan melakukan adjusment harga produk/jasanya setiap tiga bulan sekali. Oleh karena itu inflasi pada bulan Januari-Februari 2015 tidak akan turun.

Walaupun demikian ia mengatakan nilainya akan di bawah nilai inflasi bulan Desember 2014. Namun ini bukan efek dari turunnya harga BBM.

"Mungkin komponen utilitas turun atau bahkan mengalami deflasi, tetapi tidak demikian di komponen lain misalnya biaya transportasi, bahan makanan, dan makanan jadi.”

Berbeda dengan Lana, ekonom Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra memperkirakan inflasi akan turun 6,7 ppt.

“Estimasi kita, setiap penurunan/kenaikan 10 persen harga BBM akan berpengaruh terhadap perubahan inflasi sebesar 0,3 ppt. Dihitung aja,” ungkap Aldian kepada Bareksa.com.

Pada bulan November dan Desember 2014, kenaikan harga transportasi – yang dalam pengelompokannya masuk dalam kelompok transportasi, komunikasi, dan keuangan – menjadi penyumbang kenaikan inflasi terbesar. Kenaikan harga kelompok transportasi, komunikasi, dan keuangan tercatat yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok bahan makanan, utilitas, dan kelompok lain-lain.

Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), kelompok tersebut menyumbang 53,33 persen atas inflasi di bulan November dan 43,1 persen atas inflasi di bulan Desember. (Baca juga: JK Beri Sinyal BBM Naik; Historis, Lonjakan Inflasi Akibat BBM Cuma Sementara).

 

Grafik Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Periode 2004-2014

Sumber: Bareksa.com