Utang Grup Bakrie Capai Rp90 Triliun, Setara 5,5% Pendapatan Negara di APBN
Total utang jangka pendek Grup Bakrie, jatuh tempo kurang dari 1 tahun, sebesar Rp40 triliun per akhir Juni 2014
Total utang jangka pendek Grup Bakrie, jatuh tempo kurang dari 1 tahun, sebesar Rp40 triliun per akhir Juni 2014
Bareksa.com - Utang delapan perusahaan grup Bakrie yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia melonjak mencapai hampir Rp90 triliun periode Juni 2014, atau sekitar 5,5 persen dari total penerimaan negara satu tahun penuh di APBN-P 2014.
Hampir setengah dari total utang ini adalah utang jangka pendek yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari setahun, sebesar Rp40,3 triliun. Total utang jangka pendek ini melonjak tiga kali lebih dibandingkan empat tahun lalu.
Delapan perusahaan tersebut adalah: PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang bergerak di bidang pertambangan batubara; PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) di bidang telekomunikasi dan mengusung merek “Esia”; PT Bakrie Development Tbk (ELTY) di properti, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) di bidang produsen minyak dan gas; PT Bakrie Plantation Tbk (UNSP) di bidang perkebunan kelapa sawit; dan PT Bakrie & Brothers Tbk di bidang investasi. Selain itu, yang tergolong baru adalah PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) dan PT Intermedia Capital (MDIA) yang sama-sama bergerak di bidang media. VIVA adalah pemilik tvOne dan portal VIVA.co.id. Adapun MDIA adalah pemilik ANTV.
Kelompok usaha milik Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie ini memang sedang menghadapi ujian berat.
Promo Terbaru di Bareksa
Pekan lalu, BUMI -- pengutang terbesar di antara delapan perusahaan itu -- mengalami gagal bayar kupon sebesar USD37,6 juta atas seri obligasi 2017. BUMI memiliki grace period 30 hari untuk menyelesaikan pembayaran kupon ini.
Tiga minggu lalu, BTEL yang mengusung merek "Esia" digugat oleh Universal Investment Advisory SA dan dua pemegang obligasi lainnya di New York, juga karena gagal bayar kupon pada November 2013 dan Mei 2014 atas obligasi senilai USD380 juta yang pokoknya akan jatuh tempo Mei 2015.
Presiden Direktur PT Bakrie & Brothers Bobby Gafur S. Umar mengatakan kepada wartawan pada bulan Juni lalu bahwa sejumlah anak usaha non-publik di sektor manufaktur telah menunjukan momentum pertumbuhan yang baik, dan ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap grup Bakrie. "Anak-anak usaha kami yang bergerak di bidang industri metal, komponen otomotif dan bahan bangunan akan menjadi motornya." Bobby Gafur tidak mengangkat telepon genggamnya saat dicoba dihubungi oleh Bareksa.
Lonjakan total utang jangka pendek kedelapan perusahaan Bakrie ini secara signifikan terjadi pada akhir 2013, mencapai Rp42 triliun. Padahal, pada tahun sebelumnya masih sebesar Rp16 triliun, demikian menurut data Bareksa.com. Inilah yang menjadi sebab kenapa di tahun 2014 ini, Grup Bakrie mulai megap-megap membayar utang dan terus bernegosiasi untuk memohon perpanjangan waktu kepada kreditor.
Yang terakhir mengajukan perpanjangan waktu pembayaran adalah BUMI. Pada akhir Agustus lalu, mereka meminta restrukturisasi utang obligasi konversi sebesar USD375 juta atau berkisar Rp4,5 triliun. Bahkan untuk utang tersebut laporan Moody's sempat memberi stempel "default" sebelum pada akhirnya pihak kreditor menyetujui restrukturisasi untuk memperpanjang periode jatuh tempo utang.
Dalam surat keterbukaan informasi yang disampaikan BUMI kepada Bursa Efek Indonesia pada tanggal 22 Agustus, Presiden Direktur BUMI Ari Hudaya menyampaikan langkah restrukturisasi obligasi konversi tersebut merupakan cerminan langkah korporasi BUMI mengoptimalisasi utang guna menurunkan beban bunga dan memperbaiki likuiditas ditengah kondisi industri batubara yang sedang mengalami penurunan.
Bunga utang dolar 19%
Yang paling mencekik BUMI adalah utang mereka kepada China Investment Corporation (CIC) yang mensyaratkan Internal Rate of Return sebesar 19 persen per tahun dan dalam mata uang dolar Amerika. Bandingkan beban utang ini dengan junk bond di luar negeri, yang juga memakai mata uang dolar Amerika dan berdasarkan data JP Morgan Indeks menawarkan tingkat kupon 6,5 persen.
Terkait utang ini, BUMI melakukan percepatan pembayaran sebesar USD600 juta, sehingga totalnya turun menjadi USD1,3 miliar.
Kemudian BUMI melakukan restrukturisasi, di mana CIC mengkonversi utang menjadi 19 persen saham aset terbesar BUMI, PT Kaltim Prima Coal (KPC). Ini adalah tambang batubara di Kalimantan Timur dengan output lebih dari 50 juta ton per tahun. Realisasi transaksi dilakukan 2 Juli 2014 dan mengurangi utang Bumi sebesar USD950 juta.
Realisasi transaksi lainnya terjadi pada 2 Juli, dengan melepas 42 persen saham anak perusahaan Bumi Resources Minerals (BRMS) kepada CIC -- yang dihargai USD257,4 juta -- dan menyerahkan sekitar 19 persen saham BUMI (15,85 miliar lembar saham senilai USD150 juta) kepada CIC melalui rights issue.
Setelah melepas sebagian saham KPC, BRMS dan dilusi melalui rights issue BUMI, total utang BUMI kepada CIC turun menjadi USD632 juta, per sekarang ini (lihat tabel).
Tabel: Proses Restrukturisasi Utang PT Bumi Resources Tbk (BUMI)
Sumber: Company
BUMI juga memiliki utang kepada Credit Suisse sebesar USD 150juta yang seharusnya dilunasi pada November 2013 lalu. Akan tetapi, utang ini lalu di-refinance sehingga masa jatuh tempo menjadi November 2014 dengan syarat ada kenaikan bunga menjadi LIBOR plus 18 persen per tahun dari sebelumnya LIBOR plus 11 persen.
Sebagai perbandingan, suku bunga pinjaman korporasi Bank Mandiri sekarang ini berada pada tingkat 10,5 persen per tahun, dan ini dalam mata uang rupiah.
Selain BUMI, PT Bakrie Land Development juga dihantui masalah utang. Perusahaan berkode ELTY ini selamat dari status "default" yang diajukan oleh pemegang obligasi Equity-Linked Bonds (ELB) senilai USD155 juta setelah ELTY mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Obligasi tersebut memang jatuh tempo pada Maret 2015, tetapi memberikan hak bagi pemegang obligasi untuk minta dilunasi kapan pun oleh ELTY. Pada Agustus 2013 pemegang obligasi menuntut pelunasan, karena mencurigai langkah ELTY membeli utang PT Madison Global (MG) dari afiliasi Grup Bakrie.
BTEL juga masih dalam proses restrukturisasi dengan pemegang obligasi sebesar USD380 juta di Singapura. Sebelumnya, BTEL gagal membayar kupon untuk obligasi itu sebesar USD21,8 juta pada November 2013.
Per akhir Juni 2014, total utang kedelapan perusahaan Grup Bakrie mencapai Rp89,48 triliun. Artinya, ini setara dengan 5,5 persen total pendapatan negara di APBN-P 2014.
Modal negatif
Gunungan utang itu tak pelak membebani kinerja keuangan perusahaan, sedemikian rupa sehingga bukan lagi cuma menorehkan kerugian pada laporan laba-rugi, bahkan telah mengambrolkan nilai modal menjadi negatif.
Di antara delapan perusahaan itu, tercatat ada tiga yang memiliki modal negatif, yakni BUMI, BTEL dan BNBR. Ini juga yang menyebabkan rasio utang, yakni debt to equity ratio (DER), menjadi negatif. Semakin tingginya rasio DER menunjukkan kadar kesehatan perusahaan yang semakin memburuk. Apalagi jika sampai menjadi negatif. Ini berarti seluruh operasional dan aset perusahaan praktis dibiayai utang.
Tabel: Rasio Utang Terhadap Modal Grup Bakrie (dalam satuan kali)
Sumber: Bareksa.com
Selain tiga perusahaan tersebut ada tiga lagi yang lain, yang membukukan DER tinggi. Mereka adalah UNSP, ENRG dan VIVA yang masing-masing memiliki nilai 2,09 kali, 0,75 kali dan 1,05 kali.
Adapun nilai DER ELTY masih relatif rendah, yakni 0,47 kali. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa per akhir Juni 2014, utang jangka pendeknya mencapai Rp2,9 triliun, padahal di periode yang sama ELTY hanya mencatat laba usaha Rp225 miliar.
Di antara kedelapan perusahaan tersebut yang masih tergolong sehat adalah MDIA yang tidak memiliki utang dan per akhir Juni 2014 masih membukukan laba sebesar Rp165,19 miliar. (kd, qs)
Tabel: Profil Utang dan Modal Perusahaan Grup Bakrie
Sumber: Bareksa.com
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.