Bareksa.com – Kenaikan harga (BBM) bersubsidi akan mendorong kenaikan rasio kredit macet (non performing loan/NPL) pada sektor perbankan dan juga akan menyebabkan penyesuaian biaya pada sektor konstruksi.
Berdasarkan laporan riset Citi Securites yang telah disampaikan kepada nasabah melihat kenaikan harga BBM pada tahun 2008 dan 2013 menyebabkan rasio NPL industri perbankan naik bahkan mencapai puncaknya sebesar 2,2 persen.
Saat ini rasio NPL industri perbankan berada pada level 1,6 persen. Dalam perhitungan Citi, level tersebut dapat dipertahankan dengan menaikkan credit cost menjadi 1,25 persen dari yang saat ini 1,2 persen.
Dibandingkan bank besar lainnya, Citi menilai PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) akan mengalami tekanan yang paling besar. Pada semester I-2014 saja rasio NPL BBRI sudah mencapai 2,1 persen lebih tinggi dibandingkan bank besar lainnya, karena selama ini BBRI cenderung agresif menyalurkan kredit mikro.
Sedangkan dari sektor konstruksi, Kim Eng Securities dalam laporan yang telah disampaikan ke nasabah menilai kenaikan harga BBM akan menyebabkan koreksi 30 hingga 40 persen saham-saham sektor konstruksi yang terjadi dalam waktu enam hingga sembilan bulan setelah kenaikan harga BBM melihat pada apa yang terjadi pada tahun 2005, 2008 dan 2013.
Kenaikan BBM akan menyebabkan adanya eskalasi biaya atau penyesuaian biaya sehingga dapat menurunkan laba karena terdapat penundaan proyek. Tetapi setelah itu akan kembali positif karena alokasi subsidi BBM beralih ke infrastruktur.
Kim Eng memprediksi alokasi anggaran untuk infrastruktur akan meningkat hingga 1,5-2 kali dari yang saat ini sebesar USD 17 miliar, sehingga ketika terjadi koreksi harga pada sektor konstruksi, investor dapat mengambil kesempatan tersebut untuk mengakumulasi saham-saham sektor konstruksi. (NP)
Pergerakan Return Harga Saham Sektor Konstruksi
Sumber: Bareksa.com
Selengkapnya data dapat diakses di Daftar Saham