Bareksa.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan dalam 4 hari terakhir berturut-turut hingga ke level 6.140 pada penutupan perdagangan Selasa (26/1/2021) dari sebelumnya di level 6.429 pada 20 Januari lalu. IHSG mengakumulasi penurunan hingga 4,5 persen dalam 4 hari terakhir.
Salah satu penyebab turunnya kinerja IHSG karena selama beberapa hari terakhir banyak saham yang mengalami jual paksa (forced sell) akibat mengalami koreksi beberapa hari. Pengamat pasar modal PT MNC Asset Management, Edwin Sebayang, mengatakan banyaknya margin call dan saham-saham yang berpotensi kena forced sell membuat IHSG mengalami tekanan.
Margin call terjadi karena aksi belanja besar-besaran dari sejumlah saham yang didorong sentimen tertentu dan kemudian saham ini terus mengalami auto reject bawah (ARB) beberapa hari terakhir.
"Valuasi naik cepat sekali dan turun hingga ARB mungkin ada yang menggunakan margin juga, kalau mau jual nggak ada bid, makanya mereka jual saham yang belum kena marjin dan belum kena forced sell," kata Edwin dilansir CNBC Indonesia (26/1/2021).
Meski begitu, Edwin mengatakan kondisi ini hanya jangka pendek, sebab pasar saat ini dalam periode cooling down. Selain itu, investor asing juga masih terus mencatatkan net buy, sehingga pasar dinilai cukup percaya diri. Investor asing mencatatkan beli bersih Rp249 miliar di pasar reguler kemarin.
Margin call adalah likuidasi atau penutupan secara paksa atas trading yang sedang berlangsung dan dilakukan oleh broker karena margin di rekening nasabah atau investor tidak cukup untuk menutupi atau menahan posisi trading yang merugi.
Gejolak di pasar saham tentu berpengaruh kepada kinerja reksadana, khususnya yang menjadikan saham sebagai portofolionya. Namun bagi kamu yang menjadi investor reksadana, tidak perlu khawatir terhadap gejolak pasar saham seperti terjadi belakangan ini.
Senior Vice President Intermediary Business PT Schroder Investment Management Indonesia, Adrian Maulana menghimbau para investor reksadana tetap tenang dan jangan ikut panik. “Selama keranjang portofolio investor adalah saham-saham dari perusahaan berfundamental baik dan likuid di pasaran,” ujar Adrian.
Adrian juga menyarankan 3 strategi agar investasi di reksadana bisa untung secara optimal, yakni :
Ingat kembali tujuan kita berinvestasi reksadana saham idealnya untuk jangka panjang (umumnya di atas 5 tahun).
Jadikan penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebagai kesempatan untuk menambah investasi reksadana saham yang kita miliki.
Reksadana Saham terdiri dari minimal 80 persen aset saham perusahaan. Manajer Investasi profesional akan berfokus pada fundamental perusahaan, bukan pada rumor sesaat. Sehingga bila market saham turun, umumnya reksadana saham yang dikelola demikian akan lebih tahan banting menghadapi gejolak sesaat.
Pada saat pasar saham sedang bergejolak kita bisa lihat ada saham yang merosot dalam, namun reksadana saham yang dikelola manajer investasi profesional tidak jatuh terlalu dalam. Karena reksadana saham terdiri dari puluhan saham perusahaan (diversifikasi), sehingga risiko lebih terkelola.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.