Bareksa.com - Resesi ekonomi yang terjadi pada 2020 tidak serta merta memberikan dampak negatif kepada kinerja semua jenis reksadana. Reksadana berbasis instrumen pendapatan tetap diuntungkan karena tingkat inflasi yang rendah akibat resesi menyebabkan imbal hasil riil yang diterima investor menjadi lebih tinggi.
Reksadana pendapatan tetap dan pasar uang memiliki kinerja positif tahun ini. Sebaliknya kinerja reksadana saham masih memiliki sedikit kinerja negatif.
Namun, perbaikan kinerja bisnis dan ekonomi di kuartal III dan IV diperkirakan berlanjut ke tahun 2021, seiring berkurangnya lockdown di berbagai negara, pengembangan vaksin Covid-19 serta berlanjutnya tingkat bunga rendah.
Dengan perbaikan ekonomi di tahun 2021, diperkirakan inflasi akan naik bertahap baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Hal ini akan menyebabkan turunnya selisih imbal hasill riil kedua negara yang dapat dapat membatasi potensi capital gain bagi reksa dana pendapatan tetap.
Dengan demikian, ekspektasi kinerja reksadana pendapatan tetap di tahun 2021 diperkirakan masih positif namun tidak setinggi di tahun 2020 dengan kisaran kinerja di sekitar 5,5 persen-6 persen. Namun tetap masih lebih baik dari inflasi yang berkisar 2 persen-3 persen dan kinerja reksadana pasar uang yang berkisar di 4,5 persen-5 persen.
Pada paruh pertama tahun 2021, investor dapat mempertimbangkan reksadana pendapatan tetap berbasis SBN atau korporasi dengan durasi menengah untuk mendapatkan sedikit capital gain. Atau reksadana pendapatan tetap berbasis SBN dengan durasi panjang namun membagikan hasil investasi rutin. Reksadana pasar uang dengan komponen obligasi yang bobotnya reasonable juga dapat menjadi pilihan untuk kebutuhan jangka pendek.
Sebaliknya, reksadana saham diperkirakan dapat memberikan kinerja lebih tinggi dalam jangka panjang dibandingkan reksadana pendapatan tetap dimulai dari tahun 2021. Antara lain disebabkan korelasi yang tinggi antara pemulihan bisnis, pertumbuhan laba emiten dan kenaikan harga saham.
Dengan valuasi yang netral saat ini, diperkirakan saham akan memiliki potensi capital gain yang linear dengan tingkat pertumbuhan laba emiten di IHSG. Bila ada pemulihan bisnis, laba dapat tumbuh di kisaran 15-20 persen di 2021 dari low base tahun ini.
Dalam jangka yang lebih panjang potensi kinerja saham akan kembali ke rata-rata jangka panjang sebelum pandemi di sekitar 10-12 persen per tahun. Semua sektor emiten akan diuntungkan oleh pemulihan ekonomi hanya berbeda-beda skalanya.
Untuk itu ada baiknya investor memilih reksadana saham pasif atau aktif yang terdiversifikasi ke banyak sektor dan fundamental kuat ketimbang berat di beberapa sektor saja dan tidak memiliki fundamental kuat Contohnya reksadana indeks IDX30, Growth Fund atau ESG leaders.
Ketika inflasi mulai naik dan terdapat tanda pembalikan kebijakan fiskal dan moneter di berbagai negara, investor perlu mulai menyesuaikan strategi investasinya di penghujung tahun 2021. Hal ini dapat menyebabkan volatilitas meningkat serupa dengan yang terjadi pada taper tantrum tahun 2013.
Penyesuaian yang perlu dilakukan investor sebelum hal itu terjadi adalah defensif pada reksadana saham yang terdiversifikasi lebih luas pada saham big-caps seperti indeks LQ45, reksadana pendapatan tetap atau ETF obligasi jangka pendek dan reksadana pasar uang dengan portofolio deposito. Bila terjadi koreksi dan valuasi kembali menarik, investor dapat kembali ke strategi reksadana seperti di awal 2021.
*Penulis adalah Farash Farich, Head of Investment Avrist Asset Management / Anggota Asosiasi Penasihat Investasi Indonesia
(MP/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.