Bareksa.com - Tim Analis Bareksa, super apps investasi terintegrasi pertama di Indonesia, memperkirakan prospek reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi dan pasar uang bisa menjadi pilihan diversifikasi investasi yang tepat di tengah fluktuasi pasar modal dan ketidakpastian global masih tinggi di semester II 2022 ini.
Mencorongnya prospek dua jenis reksadana tersebut telah mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat 2,25% sepanjang tahun ini ke level 2,25-2,5%. Angka itu diproyeksikan akan memengaruhi kenaikan suku bunga acuan bank sentral negara-negara lain di dunia termasuk Indonesia.
“Jika Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya, maka harga Surat Berharga Negara (SBN) yang lebih sensitif terhadap isu makro ekonomi dikhawatirkan akan terdampak dan mengalami pelemahan,” ungkap Chief Operation Officer Bareksa, Ni Putu Kurniasari dalam keterangannya, Senin (1/8/2022).
Oleh karena itu, menurut Putu, potensi reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi lebih menarik dibandingkan jenis reksadana berbasis SBN. Selain itu kenaikan suku bunga acuan bisa memacu kinerja reksadana pasar uang sehingga reksadana pasar uang dapat menjadi pertimbangan investor.
Tim Analis Bareksa yang beranggotakan Christian Halim (Head of Investment), Sigma Kinasih (Market & Funds Analyst) dan Ariyanto Dipo Sucahyo (Investment Analyst) memperkirakan pergerakan pasar modal pada semester II tahun 2022 ini masih fluktuatif hingga akhir kuartal III. Pasalnya investor global masih mencermati efek kenaikan suku bunga dolar yang agresif serta perlambatan ekonomi dunia yang berpotensi terjadi lebih cepat dari perkiraan.
Putu menjelaskan kebijakan Bank Sentral AS tersebut diambil untuk meredam lonjakan inflasi yang disebabkan oleh meroketnya harga pangan dan energi serta kelangkaan barang yang terjadi akibat terlalu cepatnya pemulihan ekonomi, namun tidak diimbangi dengan pemulihan rantai pasokan barang yang cepat pula.
Tim Analis Bareksa memprediksi ke depannya harga pangan dan energi akan kembali turun ke level normal seperti saat sebelum masa pandemi, kecuali harga batu bara karena embargo Eropa terhadap batu bara asal Rusia. Harga batu bara di semester II 2022 diproyeksikan masih berada di kisaran US$350 hingga US$400 per ton.
Analisis Bareksa memproyeksikan Indonesia masih akan mengalami surplus neraca berjalan (current account) sekitar 0,7-1,2% dari PDB tahun ini. Selain itu BI juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuannya menjadi 4% di akhir 2022 dari level saat ini 3,5 persen. Prediksi itu mempertimbangkan ekspektasi inflasi Indonesia tidak melampaui angka 5% secara tahunan pada tahun ini.
Melihat data tersebut, prospek reksadana saham dan reksadana indeks juga masih menarik hingga akhir tahun terutama reksadana yang berbasis saham berkapitalisasi besar (big caps) yang bergerak di sektor keuangan dan infrastruktur. Sebab saat terjadi fenomena window dressing jelang akhir tahun, sektor tersebut akan diburu investor terlebih dahulu.
“Investor dapat menikmati potensi imbal hasil yang lebih optimal di dua reksadana tersebut dengan target Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di level 7.200 - 7.400 hingga akhir tahun,” Putu menjelaskan.
Investor dapat mempertimbangkan untuk akumulasi secara bertahap di reksadana saham dan reksadana indeks, jika pasar saham (IHSG) mengalami penurunan ke kisaran level 6.500 - 6.700. Namun untuk saat ini, guna mengantisipasi dampak lonjakan inflasi dan potensi kenaikan suku bunga, investor dapat mendiversifikasi investasinya di reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi.
Sebagai catatan, kinerja reksadana saham yang tercermin dari indeks reksadana saham Bareksa tercatat turun 0,15% sepanjang semester I 2022. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya risiko global terutama akibat kebijakan pengetatan moneter AS.
Namun, menurut Putu, terdapat sejumlah reksadana saham dan reksadana indeks yang sanggup mencatatkan kenaikan dalam periode tersebut, yang utamanya ditopang oleh sektor energi yang melesat hingga 43%. Invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan lonjakan harga komoditas energi seperti minyak mentah dan batu bara.
“Hal ini justru menciptakan surplus neraca perdagangan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor komoditas energi dunia serta meningkatkan kinerja saham produsen komoditas. Sektor energi telah meroket 43,7% sepanjang semester I 2022,” Putu memaparkan.
Putu menambahkan dengan mempertimbangkan fluktuasi pasar dan ketidakpastian global yang cukup tinggi, maka investor disarankan sebaiknya mencermati reksadana saham berbasis big caps. “Sektor ini masih memiliki peluang pertumbuhan positif di semester II 2022,” ujarnya.
Reksadana saham dan indeks yang bisa dicermati investor untuk periode semester II 2022 ialah :
Reksadana Saham & Indeks | YtD | 1 Tahun |
---|---|---|
8.69% | 19.96% | |
11.71% | 20.76% | |
7.94% | 25.18% |
Sumber: Bareksa Research Team, Return NAV 28 Juli 2022
Adapun untuk kinerja reksadana pendapatan tetap yang tercermin dari indeks reksadana pendapatan tetap Bareksa sepanjang semester I 2022 juga mencatat kinerja negatif 1,03% akibat pelemahan harga SBN. Meski begitu, untuk reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi justru menorehkan kinerja positif. Hal ini bisa terjadi karena fluktuasi harga obligasi korporasi umumnya cenderung lebih rendah daripada SBN.
Terakhir, indeks reksadana pasar uang Bareksa masih mencatat kinerja positif sekitar 0,96% di semester I 2022. Dengan karakter risiko terendah dibandingkan reksadana jenis lainnya, umumnya kinerja imbal hasil reksadana ini juga tergolong rendah. Karena itu, reksadana pasar uang cocok jadi pilihan investasi atau diversifikasi, saat pasar saham dan obligasi sedang bergejolak.
Reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi dan pasar uang yang bisa dipertimbangkan investor di semester II 2022 ialah :
Reksadana Pasar Uang | 1 Tahun | 3 Tahun |
---|---|---|
4.54% | 17.87% | |
4.39% | 17.96% | |
3.43% | 14.50% | |
Reksadana Pendapatan Tetap | 1 Tahun | 3 Tahun |
6.14% | 30.67% | |
3.83% | 16.77% | |
7.08% | - |
Sumber: Bareksa Research Team, Return NAV 28 Juli 2022
Bareksa adalah super app investasi terintegrasi pertama di Indonesia sejak 2016, yang telah mendapat lisensi resmi sebagai Agen Penjual reksadana dan Penasihat Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan. Bareksa dilengkapi dengan Robo Advisor untuk memudahkan nasabah secara otomatis mengelola dana investasinya. Bareksa menjual lebih dari 200 produk reksadana dari 40 manajer investasi terbesar di Indonesia dan memiliki lebih dari 2,8 juta akun nasabah. Selain menjual produk reksadana,Bareksa juga merupakan salah satu mitra distribusi yang dipercaya oleh Kementerian Keuangan RI untuk menjual Surat Berharga Negara (SBN) Ritel secara online sejak tahun 2018. Bareksa juga menyediakan berbagai layanan untuk penggunanya seperti data market, konten, riset, analisis, news dan banyak lainnya. Untuk lebih jelasnya, kunjungi www.bareksa.com dan install aplikasi Bareksa.
(Christian Halim/Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan in
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.