Bareksa.com - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20 - 21 Juli 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 3,5 persen, suku bunga Deposit Facility 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility 4,25 persen. Suku bunga acuan BI 3,5 persen yang merupakan level terendah sepanjang sejarah tersebut sudah dipertahankan sejak Februari 2021, atau sudah berlangsung dalam 18 bulan terakhir.
“Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi inti yang masih terjaga di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri. BI terus mewaspadai risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depan, serta memperkuat respons bauran kebijakan moneter yang diperlukan baik melalui stabilisasi nilai tukar rupiah, penguatan operasi moneter, dan suku bunga,” ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam keterangan tertulisnya (21/7/2022).
1. Memperkuat operasi moneter sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang dan penjualan SBN di pasar sekunder.
2. Memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai bagian untuk pengendalian inflasi melalui intervensi di pasar valas yang didukung dengan penguatan operasi moneter sebagaimana butir 1.
3. Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit Konsumsi (Lampiran);
4. Memperluas QRIS antarnegara antara lain melalui akselerasi implementasi, piloting dengan penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal (local currency settlement) dengan negara-negara di Asia, serta melaksanakan Pekan QRIS Nasional untuk pencapaian target 15 juta pengguna baru.
5. Memastikan operasionalisasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) khususnya Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) first mover berjalan lancar dan mempersiapkan implementasi second mover dengan target Desember 2022 serta memperluas QRIS crossborder, antara lain melalui piloting dan akselerasi implementasi.
6. Memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.
BI menyatakan akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah (pusat dan daerah) dan instansi terkait melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPIP dan TPID) untuk mengelola tekanan inflasi dari sisi suplai dan mendorong produksi serta mendukung ketahanan pangan. Guna menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap mendukung proses pemulihan ekonomi nasional, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal terus ditingkatkan.
“BI terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan,” demikian diungkapkan BI.
Menurut analisis Bareksa, keputusan BI menahan suku bunga acuan sesuai dengan ekspektasi. Bank Sentral Tanah Air tersebut diperkirakan baru akan menaikkan suku bunga acuannya, jika angka inflasi inti naik. Analisis Bareksa menilai keputusan BI untuk menahan suku bunga acuannya bisa membantu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta menjaga konsumsi masyarakat tetap di level yang baik.
Analisis Bareksa juga memprediksi BI baru akan mulai menaikan suku bungannya bulan depan atau pada Agustus dengan proyeksi kenaikan 0,25 persen. Hal ini mengingat inflasi di Indonesia masih relatif stabil, meskipun sudah melewati batas atas Bank Indonesia di 4 persen.
Di sisi lain Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) pada rapat pekan depan diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuannya (Fed Rate) hanya 0,75 persen atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sempat diramal akan naik 1 persen.
Saat ini Fed Rate berada di kisaran level 1,5 - 1,75 persen. Langkah The Fed tersebut diperlukan seiring kekhawatiran, kenaikan Fed Rate lebih tinggi akan membuat ancaman resesi ekonomi Negara Paman Sam jadi semakin nyata.
Mempertimbangkan sentimen kebijakan suku bunga BI dan Bank Sentral AS sedang membayangi pasar modal, Tim Analis Bareksa menyarankan agar investor menerapkan dua strategi investasi ini, agar kinerja cuan investasinya tetap mantap :
1. Investor dapat melakukan akumulasi investasi di reksadana saham saat ini. Dengan catatan, investor harus tetap memperhatikan sentimen pasar yang ada dengan memilih reskadana yang memiliki portofolio investasi di sektor keuangan dan infrastruktur.
2. Reksadana pendapatan tetap masih diproyeksikan bergerak terbatas terutama reksadana pendapatan tetap berbasis Obligasi Negara (Surat Berharga Negara/SBN). Karena itu, investor disarankan tetap bisa berfokus di reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi.
Beberapa produk reksadana saham, reksadana indeks dan reksadana pendapatan tetap yang bisa dipertimbangkan investor dengan profil risiko agresif dan moderat adalah sebagai berikut :
Imbal Hasil 1 Tahun (per 20 Juli 2022)
BNP Paribas Sri Kehati : 23,55 persen
Avrist IDX30 : 17,91 persen
Avrist Ada Saham Blue Safir : 19,42 persen
Schroder Dana Prestasi Plus : 12,5 persen
Imbal Hasil Sepanjang Tahun Berjalan (YtD per 20 Juli 2022)
Sucorinvest Sharia Sukuk Fund : 3,9 persen
Syailendra Pendapatan Tetap Premium : 4,82 persen
(Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.