Bareksa.com - Pasar keuangan sedang mengalami fluktuasi yang cukup tinggi, yang berdampak pada kinerja investasi reksadana berisiko tinggi seperti reksadana saham dan reksadana indeks saham. Smart investor dapat mengambil strategi mengalihkan ke kelas aset berisiko rendah, bergantung pada profil risiko masing-masing.
Pasar saham yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebulan terakhir tertekan 7,52 persen dan ditutup di level 6.652,59 pada perdagangan Kamis (7/7/2022). Bahkan, IHSG dalam sepekan terakhir terpantau turun 3,74 persen.
Grafik Pergerakan IHSG Sebulan Terakhir (7 Juli 2022)
Sumber: Google Finance
Pergerakan di pasar keuangan ini disebabkan besarnya ketidakpastian akibat tingginya inflasi dan meningkatnya tingkat suku bunga yang dikhawatirkan membuat perekonomian dunia cenderung melambat atau yang lebih parah lagi bisa mengalami resesi.
Hal tersebut diperparah lagi dengan harga energi dunia yang masih tinggi dan kelangkaan barang akibat masih adanya perbaikan permintaan yang sangat cepat di dunia setelah mulai pulihnya ekonomi dunia saat ini. China yang memiliki peran cukup penting dalam rantai pasokan global mengalami lockdown selama beberapa bulan terakhir sehingga memperparah kelangkaan barang di pasar.
Menghadapi inflasi yang tinggi, bank-bank sentral di seluruh dunia mulai menaikkan suku bunga acuan, terutama Bank Sentral Amerika (The Fed) yang menyatakan akan sedikit agresif pada tahun ini. AS mencatat inflasi pada bulan Mei mencapai 8,6 persen atau tertinggi selama 40 tahun terakhir. Kawasan Eropa juga mengalami lonjakan inflasi yang cukup tinggi semenjak adanya perang antara Rusia-Ukraina yang berdampak hilangnya hampir 50 persen pasokan gas untuk pembangkit listrik di kawasan tersebut.
Baca juga Bareksa Insight : Pasar Modal Terus Tertekan, Lakukan 3 Strategi Ini Agar Tetap Cuan
Dengan kondisi yang sudah dijelaskan tersebut, smart investor dapat mengambil langkah investasi sesuai dengan profil risikonya masing-masing seperti berikut ini.
Tim Analis Bareksa menyarankan untuk melakukan switching bertahap apabila saat ini sudah mendapatkan keuntungan dari reksadana saham dan indeks. Bareksa menyarankan aksi strategis ini apabila keuntungan berada di atas level 3-4 persen dan beralih ke reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi untuk mengamankan keuntungan.
Investor tetap bisa melihat penurunan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir sebagai peluang. Investor dapat membeli reksadana saham dan indeks apabila IHSG kembali menyentuh level 6.200-6.400 untuk mengoptimalkan imbal hasil smart investor.
Bareksa menyarankan produk reksadana berbasis saham kapitalisasi besar yang telah teruji saat adanya krisis seperti Bank Umum besar seperti Bank BCA, BRI, dan Mandiri serta reksadana yang memiliki saham sektor infrastruktur seperti saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM). Untuk pilihan reksadana indeks lebih bisa memperhatikan reksadana berbasis ESG dan IDX30 untuk mengoptimalkan imbal hasil di tahun ini dengan target IHSG di level 7.200-7.500.
Tim Analis Bareksa menyarankan investor untuk tetap menaruh investasi dalam reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi hingga kenaikan tingkat suku bunga berikutnya. Bareksa melihat penguatan harga obligasi negara saat ini masih bersifat sementara, karena adanya pemindahan aset sementara dari aset berisiko seperti saham ke obligasi di tengah bayangan resesi yang kemungkinan akan terjadi kembali.
Obligasi negara diperkirakan masih dapat melemah hingga 7,7-7,9 persen hingga akhir tahun ini mengingat Bank Indonesia menargetkan untuk menaikkan suku bunga acuan hingga 4 persen apabila kondisi ekonomi sudah normal kembali. Investor dapat mengurangi porsi kepemilikan reksadana saham dan indeks saat ini dan lebih fokus ke reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi dan pasar uang.
Lihat juga : Bareksa Insight : Sentimen Pasar Bervariasi, Ini Strategi Investasi di Semester II 2022
Tim Analis Bareksa menyarankan investor untuk tetap mempertahankan posisi reksadana pasar uang saat ini hingga kenaikan suku bunga berikutnya. Bareksa juga menyarankan bagi investor risk averse mengurangi porsi reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi negara hingga yield obligasi ke level 7,7-7,8 persen untuk mengoptimalkan imbal hasil saat ini. Investor disarankan untuk menambah secara bertahap porsi reksadana pasar uang pada saat Bank Indonesia mulai menaikkan suku bunga acuannya.
Sementara itu, risiko yang masih mungkin terjadi dan berdampak pada kinerja investasi reksadana antara lain:
1) Adanya pelebaran perang dari Ukraina dan Rusia hingga ke kawasan Eropa lainnya;
2) Kenaikan suku bunga yang lebih cepat dibandingkan perkiraan;
3) Inflasi dalam negeri yang semakin meningkat.
Daftar Reksa Dana | Imbal Hasil (Return) | |
---|---|---|
Reksa Dana Pasar Uang | 1 Tahun | 3 Tahun |
Capital Money Market Fund | 4.61% | 18.05% |
Syailendra Dana Kas | 3.79% | 15.80% |
Sucorinvest Sharia Money Market Fund | 4.48% | 18.22% |
Reksa Dana Pendapatan Tetap | 1 Tahun | 3 Tahun |
TRIM Dana Tetap 2 | 4.63% | 17.34% |
Syailendra Pendapatan Tetap Premium | 6.08% | 31.23% |
Sucorinvest Stable Fund | 7.64% | - |
Reksa Dana Saham & Indeks | YtD | 1 Tahun |
Avrist Ada Saham Blue Safir | 5.29% | 16.55% |
BNP Paribas Sri Kehati | 4.82% | 19.46% |
Principal Index IDX30 Kelas O | 3.10% | 13.68% |
Sumber: Bareksa Research Team, Return dper NAV 5 Juli 2022
(Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/hm)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.