Bareksa.com - Kenaikan inflasi jelang tutup tahun 2021 dan Tahun Baru 2022 kian meroket. Salah satunya harga beberapa bahan pangan naik lebih dari 10 persen. Bahkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kenaikan harga itu tidak wajar. YLKI meminta otoritas segera melakukan operasi pasar dan penyelidikan terkait dugaan permainan kartel.
Dilansir Kompas.id, sehari setelah Natal, Ahad (26/12/2021), harga beberapa bahan makanan pokok naik tinggi di beberapa pasar, seperti cabai rawit merah, telur ayam, dan minyak goreng. Laman Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga rata-rata cabai rawit merah Rp103.171 per kilogram dan telur ayam ras Rp30.171 per kilogram. Harga minyak goreng curah rata-rata Rp19.645 per liter. Harga ini lebih tinggi dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah Rp11.000 per liter.
Harga telur ayam di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur misalnya mencapai Rp32.000 per kilogram, merupakan harga tertinggi dari biasanya selalu di bawah Rp25.000 per kilogram.
Baca : Bareksa Raih Pendanaan Seri C dari Grab, Kukuhkan Sinergi Grab - Bareksa - OVO
Melonjaknya angka inflasi sudah terlihat mulai November. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada November 2021 mencapai 0,37 persen secara bulanan dan secara tahunan 1,75 persen. Angka inflasi itu naik mengencang dibandingkan Oktober 0,12 persen secara bulanan dan 1,66 persen secara tahunan. Inflasi pada November 2021 merupakan yang tertinggi sepanjang tahun ini, baik secara bulanan maupun tahunan.
Ancaman inflasi masih ditambah dengan kenaikan harga elpiji non subdsidi. PT Pertamina (Persero) resmi mengubah harga jual elpiji nonsubsidi 12 kilogram dan 5 kilogram berkisar Rp1.600 - Rp 2.600 per kilogram atau naik 7,5 persen mulai Sabtu, 25 Desember 2021.
Kenaikan harga elpiji berpotensi mengerek inflasi, sebab elpiji berkontribusi besar terhadap biaya industri makanan dan minuman serta rumah tangga. Menurut analisis Bareksa, rencana pemerintah untuk menaikan harga dasar energi seperti bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji non subsidi berpotensi mendongkrak inflasi ke angka 5 - 6 persen pada 2022.
Sebab naiknya harga energi akan mendongkrak harga pangan, yang dampaknya akan menurunkan daya beli masyarakat. Pemulihan ekonomi diperkirakan akan lebih melambat ke angka 4,3 persen.
Bank Indonesia diprediksi akan mempercepat kenaikan suku bunga, apabila inflasi melonjak dan dikhawatirkan penyaluran kredit kembali melambat pada tahun depan akibat kenaikan suku bunga kredit.
Analisis Bareksa menilai jika inflasi tahun depan mencapai 5-6 persen, maka BI berpotensi menaikkan suku bunga acuan (BI 7 Days Reverse Repo Rate) ke level antara 4 - 4,25 persen untuk meredam lonjakan inflasi. Saat ini suku bunga acuan BI berada di level 3,5 persen.
Realisasi dan Proyeksi Makro Ekonomi Indonesia 2018-2023
Sumber : Tim Riset Bareksa
Baca juga : Investasi Reksadana di Bareksa dapat OVO Poin dan Voucher GrabFood
Analisis Bareksa melihat dengan inflasi yang tinggi bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar saham dan akan mempengaruhi kinerja saham sektor consumer, perbankan dan ritel.
Namun untuk pasar obligasi, imbal hasil (yield) akan bergerak naik di kisaran 6,7-6,9 persen, seiring permintaan akan obligasi yang menurun akibat kenaikan BI7DRRR.
Apa yang harus dilakukan investor reksadana?
Analisis Bareksa menilai, reksadana yang dapat dipertimbangkan apabila inflasi naik signifikan adalah reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap.
Sebab suku bunga deposito yang meningkat, serta penerbitan obligasi korporasi dan pemerintah juga memiliki kupon lebih tinggi, sehingga dua reksadana ini berpeluang mendulang cuan tinggi seiring tingginya angka inflasi.
(Ariyanto Dipo Sucahyo/AM)
Baca : Kolaborasi PT Pegadaian - Bareksa, Hadirkan Tabungan Emas Online untuk Investasi Terintegrasi
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.