Bareksa Insight : Inflasi AS Turun, Reksadana dan Saham-saham Ini Berpeluang Meroket

Abdul Malik • 20 May 2024

an image
Ilustrasi rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang jadi perhatian utama pelaku pasar, sehingga berdampak ke iHSG, reksadana, rupiah, emas hingga SBN. (Shutterstock)

Investor berprofil risiko agresif bisa mencermati saham perbankan, properti dan otomotif seperti BBRI, BMRI, BBCA, CTRA, SMRA dan ASII

Bareksa.com - Rilis angka inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari perkiraan pelaku pasar, mendorong optimisme ihwal prospek penurunan suku bunga acuan Negara Paman Sam tahun ini. Hal ini jadi sentimen positif pasar saham global dan Indeks Harga Saham Gabungan. Kabar baik ini bisa mendorong beberapa saham Tanah Air dan reksadana ikut mencorong. 

Tim Analis Bareksa menyarankan investor bisa mencermati Allianz Fixed Income Fund 2, Majoris Sukuk Negara Indonesia, Syailendra Pendapatan Tetap  Premium (SPTP) dan Trimegah Dana Tetap Syariah (TDTS) sebagai reksadana pilihan kali ini. Sebab produk-produk reksadana tersebut bisa mendapat angin segar dari peluang pemangkasan suku bunga dolar AS, setelah rilis data inflasi bulan April yang di bawah harapan pasar. 

Buat investor dengan profil risiko moderat hingga agresif, maka bisa mempertimbangkan investasi di Allianz Fixed Income Fund 2 dan Majoris Sukuk Negara Indonesia. Sebab dua produk ini murni berisikan Obligasi Negara (SBN) yang lebih sensitif terhadap potensi penurunan suku bunga dan dapat naik signifikan jika suku bunga turun.

Investasi Reksadana di Sini

Sementara itu keunggulan Syailendra Pendapatan Tetap Premium, selain memiliki porsi investasi di SBN, juga ada sedikit alokasi investasi di saham yang dapat menjadi booster portofolio. Tidak hanya itu, porsi obligasi korporasi yang menjadi mayoritas alokasi juga menopang kestabilan produk Syailendra Pendapatan Tetap Premium dalam jangka lebih panjang.

Senada, Trimegah Dana Tetap Syariah juga memiliki porsi investasi di SBN yang jatuh temponya mayoritas di bawah 3 tahun. Artinya, dalam jangka pendek berpotensi naik terdorong oleh sentimen penurunan inflasi AS dan dalam jangka yang lebih panjang fluktuasinya tidak sebesar produk yang murni SBN. Hal ini yang menjadi keunggulan reksadana Trimegah Dana Tetap Syariah.

Reksadana Pilihan

Dana Kelolaan April 2024

Imbal Hasil

Komposisi Portofolio Obligasi

1 Tahun

3 Tahun

Allianz Fixed Income Fund 2

Rp87,7 miliar

2,26%

12,63%

98,7% SBN

Majoris Sukuk Negara Indonesia

Rp279,3 miliar

4,52%

10,48%

97,2% SBSN

Syailendra Pendapatan Tetap Premium*

Rp3,7 triliun

3,86%

18,34%

Obligasi korporasi 66%, SBN 26%

Trimegah Dana Tetap Syariah*

Rp180 miliar

5,58%

18,43%

Obligasi Korporasi 82%, SBN Syariah  6%

Sumber: Tim Analis Bareksa, kinerja per 15 Mei 2024
(*) Produk memiliki porsi campuran antara obligasi korporasi dan obligasi negara

Investasi Allianz Fixed Income di Sini

Investasi Majoris Sukuk Negara di Sini

Beli Syailendra Pendapatan Tetap Premium di Sini

Investasi Trimegah Dana Tetap Syariah di Sini

Saham-saham Pilihan

Tim Analis Bareksa juga menyarankan bagi investor Agresif juga bisa mencermati beberapa saham perbankan, properti dan otomotif seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Astra International Tbk (ASII). Sebab saham-saham itu dinilai punya sensitivitas tinggi terhadap perubahan suku bunga acuan bank sentral. 

Sektor-sektor saham tersebut tertekan aksi jual asing cukup signifikan dalam sebulan terakhir, dan dinilai sudah mencapai titik jenuh jual. Didukung oleh surplus neraca perdagangan RI pada April 2024, penurunan inflasi AS dan potensi penguatan rupiah, maka bisa jadi sentimen positif penopang kenaikan saham-saham tersebut. Harga saham BBRI melesat 2,28% pada Kamis (16/5) pukul 13.52 WIB di level Rp4.920. Senada saham BMRI naik 0,78% jadi Rp6.425, BBCA menguat 1,05% jadi Rp9.600, ASII melonjak 2,43% jadi Rp4.640, CTRA meningkat 1,76% jadi Rp1.155, serta SMRA melonjak 7,48% jadi Rp575. 

Beli Saham di Sini

Menurut Tim Analis Bareksa, kondisi ekonomi AS masih jadi perhatian investor global,  utamanya soal inflasi yang selama ini jadi penentu suku bunga dolar bisa turun atau tidak. Inflasi AS pada bulan April 2024 tercatat naik 3,4%, atau lebih rendah dari bulan Maret 3,5%. Angka inflasi inti terpantau sama dengan bulan sebelumnya di 3,6%. Rilis data inflasi pada Rabu (15/5) waktu AS itu direspons positif pelaku pasar, terbukti indeks saham AS melesat dan imbal hasil Obligasi Negara (Treasury) AS melemah ke level 4,37%. 

Indeks dolar AS juga melemah ke level 104, sehingga mendorong kurs rupiah terhadap dolar menguat ke bawah Rp16.000. Harga minyak global tampak menurun, dan ke depannya akan stabil bisa membuat inflasi AS diproyeksi terus menurun. Selain itu, pertumbuhan ekonomi AS di kuartal I 2024 mencatat perlambatan dan jumlah penambahan tenaga kerja jauh melambat dari bulan sebelumnya, bisa menjadi tanda awal bagi investor akan potensi pemangkasan suku bunga acuan lebih dari 1 kali tahun ini. 

Sejumlah kondisi itu, menurut Tim Analis Bareksa, dapat menjadi pendorong kenaikan instrumen reksadana yang memiliki alokasi portofolio di SBN dan saham. Sehingga investor bisa memanfaatkan momentum ini untuk mendapatkan potensi keuntungan optimal.

Beli Saham di Sini

(Ariyanto Dipo Sucahyo/Sigma Kinasih/Christian Halim/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli saham klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi Bareksa di App Store​
- Download aplikasi Bareksa di Google Playstore
- Belajar investasi, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS

D​ISCLAIMER​​​​​​

Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.

Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.