Bareksa.com - Manajer Investasi (MI) dinilai masih akan melihat obligasi negara sebagai instrumen yang cukup aman karena likuiditasnya tinggi. Dengan demikian, akan masih banyak MI memilih untuk mempertahankan porsi mayoritas kepemilikan SBN dalam produk reksadana pendapatan tetapnya.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto mengatakan kinerja pasar obligasi Indonesia sebelum pandemi memang cukup baik. Sayangnya, ketidakpastian pasar kita maupun global yang tinggi pada masa pandemi yang membuat banyak (investor) keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN).
"Kinerja pasar obligasi terpantau menguat pada pertengahan tahun ini disebabkan oleh dominasi investor domestik terlebihnya institusi perbankan yang memiliki likuiditas yang baik," ujarnya dilansir Bisnis.com (23/12/2020)
Menurutnya arus dana asing pun sudah mulai masuk ke pasar obligasi Indonesia, meski belum cukup signifikan.Menurutnya investor asing memang cukup nyaman menempatkan uangnya di pasar obligasi Indonesia. Alasannya, imbal hasil obligasi tinggi dan likuiditas pasar yang cukup baik dibandingkan dengan negara lain.
Di sisi lain menurutnya, "kalau ekonomi kita tumbuh, ada potensi juga perbankan mengurangi porsinya di SBN." Ia melanjutkan tantangan yang akan dihadapi pasar obligasi dalam negeri adalah sentimen kesehatan yang menyebabkan ketidakpastian pasar yang tinggi.
Dia menyimpulkan banyak Manajer Investasi yang akan mengkombinasikan berbagai produk SBN ke dalam portofolionya termasuk mempertimbangkan likuiditas. "Market price-nya biasanya lebih riil di pasar yaitu seri benchmark yaitu 10 tahun karena secara jumlah lebih besar dan likuiditasnya lebih tinggi," sambungnya.
Chief Investment Officer KISI Asset Management, Susanto Chandra mengatakan pihaknya melihat harga SBN masih tertahan pada akhir tahun ini dikarenakan aksi profit taking menjelang tutup tahun. Menurutnya beberapa investor perlu merealisasikan keuntungannya.
"Kami melihat tahun depan apabila pandemi Covid-19 ini dapat ditangani dengan baik dan perekonomian global berangsur pulih, harga SBN masih berpeluang untuk melanjutkan kenaikannya," kata Susanto.
Ia melanjutkan tren suku bunga global yang cenderung rendah dapat membuat Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuan untuk memberikan katalis terhadap ekonomi dalam negeri.
Direktur Riset dan Kepala Investasi Alternatif Bahana TCW Investment Management, Soni Wibowo mengatakan kinerja pasar obligasi Indonesia memang cukup bersinar pada tahun ini. Hal tersebut didukung kondisi ekonomi makro yang melemah, inflasi rendah, suku bunga rendah, dan likuiditas melimpah.
Menurutnya, yield obligasi di Amerika Serikat pun saat ini sudah mengalami koreksi demikian pula di Indonesia. Sehingga ke depannya investor akan memanfaatkan momentum durasi untuk trading mengingat pasar yang selalu berubah.
"2021 tahun dengan tiga tren yakni penguatan harga hingga April, kemudian volatility tinggi hingga Oktober, dan diakhiri kenaikan yield menjelang akhir tahun," katanya.
Dia memproyeksikan potensi kenaikan yield reksadana pendapatan tetap, akan terbatas karena hanya mengandalkan kupon dan capital gain sebesar 1 hingga 2 persen dari aktivitas trading.
(Martina Priyanti/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.