BI : Arus Modal Asing Mulai Masuk, Nilai Tukar Rupiah dan Yield SBN Membaik
Pada 12 hingga 15 Oktober 2020, investor asing tercatat melakukan aksi beli di pasar keuangan Rp4,77 triliun
Pada 12 hingga 15 Oktober 2020, investor asing tercatat melakukan aksi beli di pasar keuangan Rp4,77 triliun
Bareksa.com - Investor asing tercatat mulai masuk ke pasar modal Indonesia pada periode 12 hingga 15 Oktober 2020. Meski, secara year to date (ytd), investor asing tercatat masih melakukan aksi jual. Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko, mengatakan berdasarkan data transaksi pada 12 hingga 15 Oktober 2020, investor asing tercatat melakukan aksi beli di pasar keuangan Rp4,77 triliun. Aksi beli ini tercatat di pasar Surat Berharga Negara (SBN) Rp4,87 triliun.
"Namun di pasar saham, masih tercatat jual neto Rp0,097 triliun," terang dia dalam keterangan tertulis pada Jumat (16/10).
Meski terdapat aksi beli, namun secara total sepanjang 2020, investor asing masih tercatat melakukan aksi jual Rp166,82 triliun. Meski begitu, mulai masuknya arus modal asing ini berpengaruh positif ke nilai tukar rupiah dan yield SBN. Onny menyebutkan, pada periode 15 Oktober 2020, nilai tukar rupiah ditutup di level Rp14.660 per dolar AS. Nilai tukar ini kemudian menguat ke level Rp14.650 per dolar AS pada 16 Oktober 2020.
Promo Terbaru di Bareksa
Sementara untuk SBN, penurunan yield sudah terjadi pada periode 15 Oktober 2020. Pada periode tersebut, yield SBN untuk tenor 10 tahun menurun ke level 6,74 persen. Penurunan ini kemudian terjadi lagi pada periode 16 Oktober 2020 dengan menurun ke level 6,72 persen. Penurunan ini seolah menepis pernyataan ekonom sebelumnya.
Dalam risetnya, Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean mengatakan, minat investor untuk berinvestasi di lelang obligasi negara menurun. Hal ini seiring dengan menurunnya aktivitas belanja modal pemerintah. Adrian mengatakan, pasar obligasi pemerintah pada tahun 2020 hampir tidak berkaitan dengan aktivitas investasi pemerintah. Hal ini disebabkan setidaknya oleh enam hal.
Hal pertama yang mempengaruhi obligasi pemerintah adalah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun ini lebih ditujukan untuk program pemulihan dan dukungan subsidi konsumsi rumah tangga, bukan untuk belanja modal.
Kemudian, belanja pembangunan mengalami pemotongan tajam sejalan dengan merosotnya penerimaan pajak dan rendahnya aktivitas ekonomi dan bisnis. Tingginya likuiditas di pasar uang yang terjadi akibat kebijakan pelonggaran kuantitas uang oleh Bank Indonesia, ternyata tidak menyebabkan meningkatnya dinamika di pasar saham dan obligasi. "Yield tenor 10 tahun tetap berada di kisaran 6,8-6,9 persen sepanjang Agustus hingga September," ujar dia.
Selanjutnya, pada September ini, animo investor justru mengalami penurunan, terlihat dari total permintaan di lelang obligasi yang menunjukkan penurunan. Bid to cover ratio di setiap lelang obligasi pemerintah terus bergerak ke bawah, ditambah fakta bahwa posisi investor asing masih net sell secara year to date (ytd). Hal ini terjadi walaupun skema burden sharing telah berjalan sejak Juli 2020.
Adrian juga menilai, struktur pasar obligasi negara saat ini menjadi sangat terkonsentrasi. Pasalnya, sekitar 80 persen dinamika di pasar tergantung pada tiga konstituen pasar, yakni investor asing yang kepemilikannya mencapai 27 persen terhadap total secondary market outstanding. Porsi ini menurun dari nisbah puncaknya di kisaran 40 persen tahun lalu. Selanjutnya, ada bank komersial dengan nisbah kepemilikan sekitar 36 persen dan Bank Indonesia sekitar 19 persen.
"Struktur pasar seperti ini berimbas pada tingkat yield di sisi pendek, menengah dan panjang dari kurva imbal hasil," terang dia.
Realisasi defisit APBN sampai Agustus 2020 hanya mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, realisasi defisit fiskal APBN pada 2020 diperkirakan hanya mencapai 5 persen dari PDB atau jauh dari target defisit 6,3 persen dari PDB. Rendahnya penyaluran belanja inilah yang menyebabkan rendahnya penyerapan lelang obligasi yang pada akhirnya menurunkan animo investor domestik di pasar obligasi.
Penawaran ORI018
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu saat ini juga tengah menawarkan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI018 dengan kupon tetap 5,7 persen per tahun. Instrumen investasi khusus bagi individu Warga Negara Indonesia tersebut ditawarkan pada awal triwulan IV 2020 atau mulai 1 Oktober secara online (e-SBN) pukul 09.00 WIB hingga 21 Oktober 2020.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
ORI018 hanya bisa dipesan selama masa penawaran pada 1-21 Oktober 2020. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi di SBN? Segera daftar melalui aplikasi Bareksa sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP (opsional).
Bagi yang sudah punya akun Bareksa untuk reksadana, lengkapi data berupa rekening bank untuk mulai membeli SBN di Bareksa. Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di Bareksa untuk memesan ORI018.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.