Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 20 Februari 2020 :
Portofolio Reksadana Minna Padi
Portofolio enam produk reksadana PT Minna Padi Aset Manajemen yang tersisa dan kesulitan dijual perseroan mencapai Rp1,77 triliun, di mana Rp486,43 miliar di antaranya terdiri dari saham dan waran yang kena suspensi.
Berdasarkan informasi yang disampaikan manajemen Minna Padi Aset Manajemen kepada nasabahnya, didapatkan juga bahwa ada 27 saham harganya sudah berada pada titik terendah di pasar reguler yaitu Rp50 yang juga ditambah enam waran.
Pada akhir Oktober 2019, dana kelolaan Minna Padi Aset Manajemen di enam reksadana mencapai Rp5,75 triliun. Dari keenam waran itu, empat di antaranya memiliki harga Rp4 sampai Rp29 dan sisanya sudah tidak ditransaksikan lagi di Bursa Efek.
Menurut hitungan CNBC Indonesia, dari seluruh efek yang ada di dalam reksadana tersebut, ada 16 efek yang terkena suspensi di bursa atau sudah tidak lagi tercatat di bursa yang nilainya mencapai Rp486,43 miliar.
Ke-16 efek tersebut di antaranya saham PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY), PT Ayana Land International Tbk (NASA), PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), dan PT Sitara Propertindo Tbk (TARA).
Akselerasi Belanja Pemerintah
Memasuki awal tahun 2020, realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Januari 2020 telah mencapai Rp139,83 triliun atau sekitar 5,5% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp71,44 triliun (4,2 persen dari pagu) dan realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp68,39 triliun (8,0 persen dari pagu APBN).
Secara nominal, realisasi Belanja Pemerintah Pusat di bulan Januari 2020 sedikit tertekan sebesar 6,2 persen (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, realisasi belanja modal hingga Januari 2020 sudah mencapai Rp1,86 triliun atau tumbuh sebesar 12,6 persen (yoy) dari tahun sebelumnya.
Adapun nilai kontrak yang outstanding di akhir Januari 2020 berjumlah Rp51,5 triliun, lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sejumlah Rp32,1 triliun. Sementara itu, penyaluran Program Keluarga Harapan hingga akhir Januari 2020 telah menjangkau 9,02 juta rumah tangga sasaran dengan dana yang disalurkan Rp7,06 triliun.
Cukai Minuman Manis dan Plastik
Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenakan cukai terhadap produk plastik. Produk yang kena cukai meliputi kantong plastik hingga minuman berpemanis dalam kemasan plastik atau saset.
"Semua minuman kemasan yang mengandung gula termasuk konsentrat yang dikemas, dipastikan akan kena cukai baru tersebut," papar Sri Mulyani, dikutip Bisnis.com, Rabu (19/2/2020)
Namun, dia mengutarakan pemerintah akan memberikan pengecualian bagi minuman produksi nonpabrikasi atau UMKM untuk ekspor. Sehingga, subyek cukai ini adalah pabrikan dan importir.
Menurut hitungan Menkeu, minuman berpemanis penjualannya mencapai 2,1 juta liter, terutama untuk teh berpemanis. Jika tarif cukai yang dipungut sebesar Rp1.500 per liter, diperkirakan potensi penerimaan pemerintah dari cukai bisa tembus hingga Rp2,7 triliun.
"Bahkan secara total, potensi penerimaannya bisa mencapai Rp6,25 triliun setahun," ujar Sri Mulyani.
Dalam rapat tersebut Kementerian Keuangan juga mengusulkan kantong plastik atau kresek dikenakan biaya tarif cukai. Adapun besaran cukai yang diusulkan Rp 30.000 per kilogram, sementara untuk per lembarnya setelah dikenakan cukai sebesar Rp 450.
Mirza Adityaswara Jadi Komut OVO
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2013-2019, Mirza Adityaswara, diangkat menjadi Presiden Komisaris PT Visionet Internasional (OVO). Dalam keterangannya, manajemen OVO menyatakan Mirza bertugas mengawasi dewan direksi OVO.
"Selama satu dekade terakhir, saya menyaksikan bagaimana teknologi telah mentransformasi hidup banyak orang, memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan keuangan digital, dan menjadikannya sebagai kekuatan penyetara ekonomi di Indonesia. Karena itulah, saya menerima tawaran untuk bergabung dengan OVO," ujarnya, dalam keterangan pers, Rabu (19/2/2020).
"Insya Allah, bersama jajaran direksi dan seluruh karyawan, OVO ke depan akan semakin memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan keuangan digital di Indonesia dan tumbuhnya ekosistem keuangan nasional yang kian inklusif dan progresif," lanjutnya.
OVO merupakan perusahaan dompet digital yang meluncur sejak 2017. OVO juga tercatat menjadi start up yang masuk ke dalam kategori unicorn (valuasi di US$ 1 miliar).
Selain pernah menjabat DGS BI, ia juga dikenal sebagai ekonom dan bankir selama 30 tahun. Mirza juga pernah menjadi Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan dan Kepala Ekonomi Bank Mandiri. Saat ini, Ia juga menjadi bagian dari Tim Ahli Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Total Penerbitan SUN
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, pada Januari 2020 total penerbitan surat utang negara (SUN) sebesar Rp 68,2 triliun. Angka ini turun dibandingkan periode sama tahun lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, realisasi penerbitan surat utang ini menurun 44,6 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Pada Januari 2019 total pembiayaan utang yang dilakukan pemerintah sebesar Rp123,7 triliun.
"Dari sisi pembiayaan, penerbitan surat utang pada Januari lebih rendah Rp 68,2 triliun yang lebih rendah dari tahun lalu Rp 123,7 triliun," kata Sri Mulyani dikutip Kompas, Rabu (19/2/2020).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, realisasi penerbitan surat utang pemerintah terdiri dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 72,01 triliun atau setara 18,5 persen dari target dan realisasi pinjaman sebesar negatif Rp 3,81 triliun atau 10,2 persen dari target.
(*)