Bareksa.com - Indonesia yang merupakan negara dengan populasi umat Muslim terbesar di dunia, seharusnya memiliki pasar modal syariah yang dapat berkembang dengan subur. Namun nyatanya setelah 41 tahun usia pasar modal Indonesia, pasar modal syariah masih sangat dangkal.
Kendati memiliki potensi besar, namun nyatanya produk-produk investasi syariah tidak otomatis langsung diserbu investor. Jumlah investor yang kukuh dengan prinsip syariah kenyataannya masih belum terlalu banyak.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku otoritas tertinggi di pasar modal Indonesia menyadari potensi yang besar tidak dapat teraktualisasi secara alami tanpa upaya yang luar biasa untuk merangsangnya. Karena itu, self regulatory organization (SRO) pasar modal bersama dengan OJK melakukan kick-off Program Edukasi Pasar Modal Syariah 2019 pada pertengahan Maret lalu.
Perkembangan Pasar Modal Syariah
Upaya pendalaman pasar modal syariah sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Jejaknya sudah bisa ditelusuri sejak 1997 dengan terbitnya produk reksadana syariah pertama. Namun, baru sejak 2011 upaya pengembangan pasar modal syariah mulai bergeliat dengan lebih serius.
Sejak itu, perkembangan pasar modal syariah sudah cukup pesat, tetapi tidak cukup signifikan bila dibandingkan dengan potensi yang ada. Jumlah investor syariah meningkat hampir 9.000 persen dari hanya 531 investor pada 2012 menjadi 47.165 investor per Februari 2019.
Rata-rata pertumbuhan investor saham syariah lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan total investor BEI. Namun, jumlah investor saham syariah baru mencapai 5,2 persen dari total investor saham Indonesia.
Hasan Fawzi, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, mengatakan pasar modal syariah Indonesia merupakan satu dari sedikit pasar modal di dunia yang menjalankan prinsip syariah secara end to end.
Artinya, seluruh proses investasi, mulai dari pendaftaran menjadi investor, rekening efek, rekening dana nasabah, fasilitas transaksinya, instrumen investasi, hingga pasar modalnya sudah memenuhi prinsip syariah.
Per Februari 2019, sebanyak 68 persen dari saham yang beredar di BEI merupakan saham syariah. Jumlah saham ini mencakup 52 persen dari total kapitalisasi pasar di BEI. Volume transaksi efek syariah mencapai 66 persen, sedangkan frekuensinya mencakup 67 persen, dan nilianya 61 persen dari total aktivitas transksi harian.
Di sisi lain, sudah ada 13 sekuritas yang menyediakan sharia online trading system (SOTS) bagi investor syariah. SRO juga sudah mengantongi fatwa syariah dari DSN-MUI, yakni Fatwa No. 80 Tahun 2011 untuk Transaksi Efek di BEI, serta Fatwa No. 124 untuk Penyelesaian Transaksi KSEI.
Tantangan Pasar Modal Syariah
Pada dasarnya, upaya pendalaman pasar modal syariah menjadi PR besar SRO untuk saat ini. Tantangan pendalaman sejatinya hanyalah mengenai kurangnya sosialisasi serta literasi investor tentang pasar modal syariah.
Sebenarnya investor syariah butuh kepastian pemenuhan prinsip syariah dalam seluruh ekosistem pasar modal, yang di mana hal tersebut sebenarnya sudah terpenuhi, hanya saja belum cukup terkomunikasikan dengan baik.
Di sisi lain, jumlah investor yang masih minim pun meragukan para penerbit instrumen (perusahaan/negara) untuk menerbitkan instrumen syariah. Padahal, instrumen syariah sebenarnya bisa dibeli oleh investor manapun, tidak melulu hanya investor yang kukuh pada prinsip syariah.
Saat ini, market share instrumen syariah masih sangat terbatas. Memang saham syariah sudah mendominasi dengan 51,98 persen dari kapitalisasi pasar saham akhir 2018.
Tetapi sukuk korporasi baru 5,54 persen dari total outstanding, reksadana syariah baru 7,12 persen dari total NAB, dan sukuk negara baru 19,37 persen dari total outstanding.
Menurut catatan Fadilah Kartikasasih, Direktur Pasar Modal Syariah OJK, indeks literasi dan inklusi keuangan pasar modal syariah kenyataannya masing-masing baru 0,02 persen dan 0,01 persen. Itulah sebabnya program edukasi pasar modal syariah menjadi sangat penting.
Salah satu program OJK untuk mengedukasi masyrakat yang akan dilanjutkan yakni mengenai kampanye reksadana syariah investasiku atau SAKU. Program SAKU menyasar kelompok investor usia SMA dan perguruan tinggi untuk memperkenalkan investasi sejak dini.
OJK kini tengah mempersiapkan roadmap baru bagi pengembangan pasar syariah untuk periode 2020-2024. Peningkatan produk dan investor masih akan menjadi fokus utama road map ini. OJK akan melakukan relasaksi aturan serta memikirkan insentif yang bisa ditawarkan.
Di sisi lain, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) juga mengatakan emiten-emiten pun berlomba untuk mendapatkan status saham syariah bahkan sejak IPO, sebab predikat itu memberikan basis investor yang lebih luas bagi mereka.
KSEI sendiri udah mengantongi fatwa DSN-MUI yang menjadi pelengkap bagi pemenuhan prinsip syariah pasar modal domestik. Kini, tidak ada alasan bagi masyarakat investor, khususnya umat Muslim, untuk menahan diri berinvestasi di pasar modal.
(KA01/AM)