Berita Hari Ini : Return Obligasi Korporasi Geser SUN, Bunga Kredit akan Naik
BBTN kaji akuisisi Jiwasraya, TINS dorong ekspor, MLBI produksi minuman rasa kurma
BBTN kaji akuisisi Jiwasraya, TINS dorong ekspor, MLBI produksi minuman rasa kurma
Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 24 April 2019 :
Obligasi Korporasi
Investor yang menempatkan investasi di obligasi korporasi bisa jadi mendapat cuan lebih besar ketimbang investor yang masuk obligasi negara. Imbal hasil obligasi korporasi masih mengungguli return obligasi pemerintah.
Promo Terbaru di Bareksa
Data Indonesia Bond Price Agency (IBPA) menunjukkan, bila dihitung sejak awal tahun, indeks INDOBeX Corporate Total Return, yang menggambarkan return obligasi korporasi, naik 5,1 persen. Periode yang sama, return obligasi negara cuma 4,87 persen, laiknya kenaikan indeks INDOBeX Government Total Return.
Seperti dikutip Kontan, Analis Obligasi BNI Sekuritas Ariawan menilai return obligasi pemerintah melambat karena lebih mudah merespons sentimen eksternal, seperti perkembangan negosiasi Amerika Serikat dan China dan ancaman perlambatan ekonomi global.
Alhasil, pergerakan indeks obligasi pemerintah lebih volatil dibanding obligasi korporasi. Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menilai tingginya return obligasi korporasi juga didorong kupon instrumen yang lebih tinggi ketimbang surat utang negara (SUN).
Maklum, ada spread antara kupon obligasi korporasi dengan yield SUN. Besaran spread bergantung dari peringkat utang yang bersangkutan.
"Kalau peringkat utang rendah, risiko kreditnya tinggi, sehingga investor perlu kompensasi return atas tambahan risiko," ujar Farash,
Bunga Kredit
Suku bunga kredit diproyeksi bakal terkerek naik memasuki kuartal II 2019. Seperti dikutip Kontan, Bank Indonesia (BI) dalam survei perbankan menyebut, kenaikan ini terjadi seiring dengan kenaikan suku bunga dana perbankan.
Bank sentral meramal, berdasarkan jenis kreditnya, peningkatan bunga akan terjadi pada kredit konsumsi dan kredit modal kerja. Pada kuartal II 2019 suku bunga kredit konsumsi dan kredit modal kerja diperkirakan meningkat masing-masing 6 basis poin (bps) dan 1 bps menjadi 12,91 persen dan 13,38 persen dibanding kuartal I 2019.
Sementara suku bunga kredit investasi justru diproyeksi turun 4 bps dibandingkan kuartal I 2019 menjadi 11,51 persen.
Bila dirinci, proyeksi kenaikan suku bunga di kredit konsumsi terjadi pada kredit kendaraan bermotor (KKB) dan kartu kredit masing-masing 3 bps dan 1 bps menjadi 12,07 persen dan 24,99 persen.
Sementara itu suku bunga kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/ KPA) dan multiguna diproyeksi turun secara kuartalan menjadi 11,22 persen dan 12,77 persen dari kuartal I 2019 yang sebesar 13,39 persen dan 12,81 persen.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN)
Penugasan penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya tampaknya diserahkan ke Bank Tabungan Negara (BTN). Bank spesialisasi kredit pemilikan rumah ini sedang mengkaji akuisisi Asuransi Jiwasraya.
Direktur Utama BTN Maryono mengatakan, pihaknya memang sedang melakukan kajian agar dapat mengakuisisi perusahaan asuransi jiwa tersebut. Namun, dia belum bisa memberikan kepastian karena semua masih dalam proses kajian.
"Semua kajian ini menggunakan konsultan. Saya kira tak lama lagi kajian ini selesai dan dari kajian tersebut baru kita tahu bagaimana potensinya." kata Maryono.
Direktur Risiko, Strategi dan Kepatuhan BTN Mahelan Prabantarikso memastikan penyertaan modal BTN pada asuransi jiwa akan rampung pada semester I tahun ini.
Maryono juga mengakui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah mendorong sinergi BUMN untuk ikut berinvestasi di Jiwasraya. Dia menyebutkan, ada beberapa BUMN yang mengkaji untuk menjadi investor di perusahaan asuransi itu.
PT Timah Tbk (TINS)
Perseroan berencana mengerek target penjualan logam timah akir tahun ini dari RKAP awal pada 2019 sebesar 38.010 metric ton menjadi 60.000 metric ton melalui tambahan produksi dari tambang rakyat yang terdampak dari penertiban penambang ilegal.
Direktur Keuangan TINS Emil Ermindra mengatakan perseroan berencana membina dan menampung bijih timah 75 persen dari produksi yang dihasilkan oleh tambang rakyat atau alternatif lainnya adalah 60 persen dilakukan BUMN dan 40 persen swasta, supaya tidak ada monopoli.
Selain itu, kata dia, target penjualan tahun ini yang ditarget 38.010 metric ton tergolong rendah sehingga harus dipacu lagi dengan berkaca pada hasil produksi tahun lalu mencapai 44.000 metric ton. Menurutnya, potensi produksi pasar timah Indonesia mencapai 70.000 metric ton.
“Saat ini, untuk melakukan proses produksi kapasitas ada batasannya pergerakan modal kerja berubah, dolar AS juga berfluaktif, untuk bisa efektif lebih cepat makanya memanfaatkan kapasitas produksi di lapangan yang ada (tambang rakyat),” jelasnya seperti dikutip Bisnis Indonesia.
PT Jasa Marga Tbk (JSMR)
Pendapatan emiten pengelola jalan tol ini merosot pada kuartal I tahun ini. Emiten ini membukukan pendapatan Rp7,63 triliun dalam tiga bulan pertama tahun ini. Angka tersebut turun 20,77 persen secara tahunan.
Penurunan pendapatan terjadi lantaran pendapatan konstruksi emiten ini turun 29,45 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp5,11 triliun. Sementara kontribusi pendapatan jalan tol dan usaha lain hanya naik sekitar 5,75 persen menjadi Rp2,51 triliun.
Untungnya manajemen masih mampu menjaga pengeluaran. Seperti dikutip Kontan, laba kotor JSMR di kuartal I tahun ini meningkat 7,84 persen secara yoy menjadi Rp1,65 triliun. Laba usaha Jasa Marga juga masih tumbuh sekitar 10,69 persen menjadi Rp1,45 triliun.
Namun peningkatan laba bersih hanya 0,31 persen secara tahunan menjadi Rp584,83 miliar di sepanjang kuartal I 2019. Direktur Keuangan JSMR, Donny Arsal mengatakan, hasil kinerja JSMR selama tiga bulan pertama di tahun ini sudah sesuai dengan ekspektasi perusahaan.
PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI)
Perseroan berencana memperkuat bisnis minuman non alkohol. Meskipun kontribusi penjualan minuman nonalkohol masih kalah ketimbang minuman alkohol, peluang pertumbuhannya lebih menjanjikan.
Berkaca dari kinerja 2018 penjualan minuman non-alkohol tumbuh 13,36 persen year on year (yoy) menjadi Rp385,68 miliar. Sementara, penjualan minuman alkohol hanya naik 6,89 persen yoy menjadi Rp3,26 triliun.
Seperti dikutip Kontan, Demi melanjutkan tren pertumbuhan, Multi Bintang bakal memfokuskan pabrik di Tangerang, Banten, untuk memproduksi minuman nonalkohol. Produk-produk tersebut meliputi Bintang Zero, Bintang Radler Zero, Fayrouz, dan Green Sands.
Hingga akhir tahun 2019 nanti, Multi Bintang memastikan tak ada penambahan produk baru dalam kategori minuman non-alkohol. Namun, perusahaan berkode saham MLBI di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut berniat menambah varian rasa, yakni Fayrouz Kurma. Produksi minuman non-alkohol berjalan melalui anak usaha bernama PT Tirta Prima Indonesia. Keseluruhan operasionalnya telah mengantongi Standar Jaminan Halal Indonesia.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.380,2 | 1,09% | 5,00% | 7,35% | 8,50% | 19,34% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.090,33 | 0,49% | 5,21% | 6,68% | 7,14% | 2,71% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.838,73 | 0,53% | 3,93% | 6,33% | 7,43% | 17,20% | 39,76% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,71 | 0,66% | 3,97% | 6,69% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.259,31 | 0,74% | 3,72% | 6,02% | 7,00% | 19,69% | 35,52% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.