Berita Hari Ini : Lelang Sukuk Negara Rp18,47 Triliun, Audit AISA EY Dipolisikan
INCO belum bagi dividen, produksi migas MEDC bisa menanjak, JPFA siapkan capex Rp3 triliun
INCO belum bagi dividen, produksi migas MEDC bisa menanjak, JPFA siapkan capex Rp3 triliun
Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 4 April 2019 :
SBSN
Lelang surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara kurang diminati. Buktinya, total penawaran yang masuk dalam lelang tersebut hanya Rp18,47 triliun.
Promo Terbaru di Bareksa
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, dari enam lelang sukuk yang sudah dilaksanakan di 2019, hanya lelang perdana yang mencetak penawaran di bawah Rp20 triliun.
Seri tenor pendek kembali menjadi primadona. Di mana, pada lelang Selasa lalu, seri SPNS03102019 yang jatuh tempo pada 3 Oktober 2019 memperoleh penawaran Rp6,63 triliun.
Namun, tingginya yield yang diminta para investor untuk seri ini membuat pemerintah hanya memenangkan penawaran senilai Rp500 miliar. Berikutnya, ada seri PBS014 yang memperoleh penawaran masuk sebesar Rp6,61 triliun.
Nominal yang dimenangkan dari seri ini Rp4,9 triliun. Selanjutnya, seri PBS015 memperoleh penawaran masuk Rp2,51 triliun sedangkan nominal yang dimenangkan Rp920 miliar.
PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)
Manajemen lama AISA melaporkan hasil audit investigasi Ernst & Young (EY) perihal laporan keuangan tahun buku 2017 ke Polda Metro Jaya.
“Saya mewakili seluruh pemegang saham dan semua stakeholders melaporkan pihak yang menyebarkan laporan audit investigasi EY dan juga EY sebagai auditor dan KAP yang telah membuat laporan inkonklusif dan tendensius. Bila EY tidak bersalah seharusnya tidak diam saja melihat laporannya disalahgunakan,” jelas Joko.
Menurut Joko, hasil audit tersebut memiliki niat jahat. Bahkan, lanjut dia, terdapat unsur kesengajaan dan direncanakan untuk melawan hukum oleh manajemen baru AISA saat ini. Penyebaran laporan EY tersebut telah melanggar prinsip independensi dan prinsip kerahasiaan dari audit investigasi.
"Semoga perlawanan ini menjadi titik balik awal mengembalikan AISA sebagai perusahaan produsen beras terbesar dan produsen makanan terbaik dan berkontribusi terhadap sektor pangan nasional," tutur Joko.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO)
Meski sudah kembali mencetak laba, perusahaan tambang ini masih belum membagikan dividen. Direktur Keuangan INCO Bernadus Irmanto mengatakan, pihaknya menunda pembagian dividen lantaran tengah butuh modal ekspansi.
Perusahaan ini menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) US$165 juta tahun ini, atau naik 98 persen dibanding anggaran tahun lalu. "Capex diambil dari kas," ujar Bernadus.
Capex bakal digunakan untuk pengembangan blok Pomalaa dan Bahadopi. INCO berniat membentuk joint venture (JV) di kedua blok tersebut.
Bukan hanya untuk menambang, tapi juga memproduksi feronikel. Di Pomalaa, INCO menggandeng Sumitomo. Sedangkan di Bahadopi, proses pencarian mitra masih dalam tahap finalisasi kesepakatan komersial.
Wakil Presiden Direktur INCO Febriany Eddy menambahkan, calon mitra sudah mengerucut pada dua nama dari China. Diharapkan kesepakatan bisa muncul pada kuartal kedua. Selain itu, INCO juga berencana menaikkan kapasitas pabrik menjadi 90.000 ton nikel per tahun pada 2022 nanti. Saat ini, kapasitas yang dimiliki sebesar 80.000 ton per tahun.
PT Medco Energi International Tbk (MEDC)
Produksi minyak dan gas bumi (migas) tak lama lagi akan menanjak menjadi 100.000 barel oil equivalen per day (BOEPD) dari yang sebelumnya hanya 85.000 BOEPD. Ini terjadi jika perusahaan dengan kode saham MEDC ini resmi memegang kendali perusahaan migas asal London, yakni Ophir Energy. Saat ini, proses akuisisi Ophir Energy masih berlanjut.
"Kami masih menyelesaikan proses administrasi dan legal atau core section," ujar Presiden Direktur MEDC Hilmi Panigoro.
Medco mengaku sebanyak 89 persen pemegang saham sudah sudah mereka temui dalam proses akuisisi ini. Akuisisi akan benar-benar kelar, kata Hilmi bila proses core section selesai. Meski sudah sepakat akuisisi, "Proses take over menunggu core section selesai," tandas Hilmi.
PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA)
Perseroan bakal lebih agresif pada tahun ini. Emiten yang bergerak di sektor peternakan dan perikanan itu mengalokasikan dana belanja modal alias capital expenditure (capex) sebesar Rp3 triliun pada tahun ini.
Belanja modal tahun ini lebih besar ketimbang alokasi tahun lalu senilai Rp2,28 triliun. Itu berarti, ada peningkatan 31,58 persen year on year (yoy). Sumber dana capex tahun ini berasal dari kas internal dan utang bank.
Hingga 31 Desember 2018, Japfa Comfeed memiliki kas Rp1,08 triliun. Duit lancar itu turun 33,54 persen ketimbang akhir 2017 yang tercatat Rp1,64 triliun.
Adapun pengalokasian dana belanja modal tahun ini mempertimbangkan tingkat konsumsi, daya beli dan pertumbuhan bisnis perusahaan.
"Kami akan gunakan dananya untuk pembangunan gudang, silo, kandang dan ekspansi bisnis poultry," kata Head of Corporate Finance Japfa Comfeed Indonesia Putut Djagiri.
PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM)
Pendapatan perseroan melonjak menjadi Rp3,48 triliun. Padahal sepanjang 2017 hanya mampu membukukan pendapatan Rp517,23 miliar. Memang, beban pokok pendapatan Trada Alam Minera juga membengkak dari Rp431,72 miliar pada 2017 menjadi Rp2,91 triliun pada tahun lalu.
Namun beruntung, perusahaan tersebut mampu menjaga performanya hingga bottom line. Alhasil, catatan yang semula rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp33,15 miliar berubah menjadi laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp295,48 miliar.
Penopang kinerja Trada Alam Minera tahun lalu adalah PT Gunung Bara Utama yang berkontribusi hingga 68,47 persen. Selain itu mereka juga menikmati pendapatan dari bisnis jasa pertambangan yang dijalankan oleh PT SMR Utama Tbk dengan kontribusi 24,42 persen.
Berkaca dari catatan kinerja 2018, manajemen Trada Alam Minera merasa pilihan bisnisnya dulu tidak keliru. "Ini merupakan hasil positif dari aksi korporasi perusahaan yang dilakukan pada akhir tahun 2017 dengan melakukan akuisisi perusahaan pertambangan batubara dan jasa pertambangan batubara," kata Direktur Utama PT Trada Alam Minera Tbk Soebianto Hidayat, seperti dikutip Kontan.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,96 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.094,08 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,18 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.269,81 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.