OJK Luncurkan Sistem Trading Obligasi Elektronik, Kenapa?
Dari 526 produk obligasi yang tercatat di BEI, hanya 10 persen yang aktif diperdagangkan setiap harinya
Dari 526 produk obligasi yang tercatat di BEI, hanya 10 persen yang aktif diperdagangkan setiap harinya
Bareksa.com - Electronic Trading Platform (ETP) yang sedang disiapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk transaksi obligasi tahun ini dilatarbelakangi kecilnya likuiditas transaksi yang terjadi di Indonesia. Lebih jelasnya mengenai kondisi likuiditas pasar obligasi, simak gambaran kondisi pasar obligasi yang ditelaah oleh analis Bareksa.
Berdasarkan rekap transaksi obligasi di luar bursa (over the counter/OTC) yang dipublikasi di situs Bursa Efek Indonesia (BEI) 11 Mei 2016, transaksi yang terjadi di pasar obligasi memang terlihat masih sangat sedikit.
Di bursa terdapat lebih dari 90 produk obligasi pemerintah dan sisanya obligasi korporasi. Sayangnya dari 526 produk obligasi yang tercatat, hanya 10 persen atau 52 produk yang aktif diperdagangkan setiap harinya.
Promo Terbaru di Bareksa
Dari produk yang aktif diperdagangkan tersebut, 47 produk merupakan Surat Berharga Negara (SBN) atau surat utang yang diterbitkan pemerintah. Sementara obligasi korporasi yang aktif di perdagangkan tak lebih dari 10 produk.
Grafik: Obligasi yang Aktif & Tidak Aktif Diperdagangkan
sumber: Bursa Efek Indonesia
Untuk obligasi pemerintah saja, nilai nominal yang beredar di pasar sudah mencapai Rp1.613 triliun. Ironisnya, nilai transaksi harian yang terjadi tidak sampai 1 persen atau hanya Rp942 miliar. Ini menunjukan bahwa, potensi aktivitas transaksi di pasar obligasi belum sepenuhnya tergarap.
Minimnya informasi harga, menjadi salah satu faktor yang menghambat perkembangan pasar obligasi di Indonesia. Saat ini, transaksi obligasi dilakukan di luar bursa (OTC). Jual-beli dilakukan melalui skema tawar-menawar antara calon nasabah dengan agen penjual. Ini memperbesar kemungkinan terjadinya perbedaan harga pembelian antara satu investor dengan investor lainnya, saat membeli produk yang sama.
Dengan menggunakan sistem ETP, data perdagangan obligasi dapat dimonitor setiap hari. Sistem perdagangannya menggunakan sistem Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menyediakan informasi harga pasar wajar sebagai referensi perdagangan pelaku pasar.
Transparansi data perdagangan obligasi melalui sistem ETP ini akan sangat membantu investor ritel untuk menentukan harga jika ingin menjual kepemilikannya di pasar sekunder. Sebagaimana diketahui, beberapa bulan terakhir ini minat masyarakat untuk membeli obligasi maupun sukuk ritel semakin ramai.
Berdasarkan catatan Bareksa, nilai penjualan Obligasi Ritel Indonesia 12 (ORI012) yang ditawarkan Oktober 2015 lalu mencapai Rp27,54 triliun, naik dari target awal yang hanya Rp20 triliun. Sementara Sukuk Ritel-008 (SR008) yang mulai ditawarkan 19 Febuari sampai 4 Maret mengalami kelebihan permintaan sampai dua kali lipat dari target awal Rp25 triliun. Kebanyakan obligasi ini kemudian dijual kembali ke pasar sekunder oleh para investor ritel. Contohnya dapat dilihat pada SR008 dimana frekuensi perdagangan di bulan April --sebulan setelah penawaran perdana-- yang mencapai 17.539 kali dan total nilai transaksi Rp 44,88 triliun (obligasi negara yang paling banyak ditransaksikan).
Dengan transparansi harga pasar, investor ritel bisa menjual kembali obligasi atau sukuk yang mereka miliki di harga yang lebih pantas. Investor akan memiliki ukuran yang jelas mengenai harga jual obligasi yang dimilikinya, sehingga mengurangi kemungkinan untuk menjual di bawah harga yang seharusnya.
Berbagai kemudahan tersebut berpotensi mendorong peranan investor ritel lokal untuk lebih banyak berkontribusi di pasar obligasi Indonesia. Sebagai informasi, saat ini kepemilikan investor ritel di obligasi pemerintah jumlahnya baru 3,05 persen. Mayoritas obligasi pemerintah mayoritas justru dimiliki investor asing, yakni sebesar 38,72 persen. Perbankan tercatat memiliki 27,23 persen, sementara asuransi dan reksa dana masing-masing memiliki 12,85 persen dan 4,55 persen.
Grafik: Proporsi Kepemilikan Surat Berharga Negara
sumber: Kementerian Keuangan
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.