Bareksa.com - Lukas Setia Atmaja, Juri Tetap Bareksa Kontan Fund Awards, hari ini, Selasa (5/3/3024) dikukuhkan menjadi sebagai Guru Besar Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya. Dalam rangkaian pengukuhan, Lukas menyampaikan orasi ilmiah berjudul 'Menuju Indonesia Emas 2045: Percepatan Peningkatan Literasi dan Tata Kelola Pasar Modal.'
Dalam kalimat awal orasi ilmiahnya, Lukas menyampaikan pada tahun 2045 Indonesia akan berusia 100 tahun. Pada tahun tersebut Indonesia diproyeksikan menjadi ekonomi terbesar ke-4 dunia berdasarkan produk domestik bruto (gross domestic product-GDP). Visi Indonesia Emas adalah menjadi negara maju dengan kualitas manusia yang unggul serta menguasai iptek, kesejahteraan rakyat yang jauh lebih baik dan merata, serta ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan yang kuat. "Salah satu indikator utama kesuksesan mencapai visi ini adalah sektor keuangan yang makin maju, makin dalam, makin likuid dan makin beragam," kata Lukas.
Mengutip Kementerian Keuangan (2022), Lukas menyampaikan bahwa ada beberapa aspek yang mendesak untuk direformasi di sektor keuangan Indonesia, antara lain rendahnya literasi keuangan, ketimpangan akses terhadap layanan keuangan, biaya transaksi yang tinggi, keterbatasan instrumen keuangan, lemahnya perlindungan hukum bagi investor, serta koordinasi dan penanganan stabilitas sistem keuangan. Terlebih, dia menyampaikan, bahwa dibandingkan negara ASEAN-5 lainnya, kapasitas penghimpunan dana oleh sektor keuangan Indonesia relatif rendah, dan potensi pendalaman pasar masih sangat besar. Rasio aset bank terhadap GDP Indonesia adalah 59%, dan rasio kapitalisasi pasar modal terhadap GDP hanya 48%. Sementara negara ASEAN-5 lainnya memiliki rasio di atas 100%.
Lebih lanjut Lukas menyampaikan jumlah investor saham di Indonesia masih relatif sedikit. Saat ini ada 12,3 juta investor saham, hanya 4,3% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah investor saham bahkan kalah jika dibandingkan dengan jumlah investor aset kripto sebesar 18 juta. Padahal, pasar modal memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pasar modal memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan perbankan. Bagi perusahaan, pasar modal adalah sumber pendanaan jangka panjang, baik dalam bentuk modal ekuitas maupun utang.
"Bagi masyarakat, pasar modal adalah sarana 'pendemokrasian ekonomi' untuk pemerataan kesejahteraan. Melalui pasar modal, semua lapisan masyarakat bisa ikut memiliki perusahaan yang bervariasi, mulai dari bank hingga komoditas," kata Lukas.
Lukas menyampaikan income inequality (ketimpangan penghasilan) merupakan salah satu isu penting selain pertumbuhan ekonomi. Pada Maret 2023, Gini Index Indonesia mencapai 0,38 mengindikasikan income inequality yang relatif tinggi. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan negara terperangkap di tingkat pendapatan menengah (middle income trap). Banyak bukti empiris mengindikasikan bahwa edukasi finansial dapat menurunkan income inequality (Misalnya, Oliver-Márquez et al., 2021).
"Banyak hal yang harus dilakukan untuk pengembangan pasar modal Indonesia. Pada kesempatan ini saya fokus pada dua hal. Pertama, peningkatan indeks literasi keuangan termasuk literasi pasar modal. Kedua, penguatan kualitas tata kelola di struktur pasar modal," imbuhnya. Ia melanjutkan literasi keuangan yang baik akan meningkatkan minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal. Namun minat saja tidak cukup. Pasar modal harus dijalankan dengan prinsip tata kelola yang baik sehingga bisa dipercaya.
Lebih lanjut isi orasi ilmiah yang disampaikan Lukas, lengkapnya sebagai berikut.
Akselerasi Peningkatan Literasi Keuangan dan Pasar Modal
Lukas menyampaikan bahwa menurut Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) indeks literasi keuangan Indonesia sebesar 49%. Artinya, dari 100 orang penduduk, terdapat 49 orang yang memiliki literasi keuangan yang baik. Angka ini masih jauh di bawah negara ASEAN-5 lainnya. Sementara itu, indeks inklusi keuangan Indonesia adalah 85%. Terdapat gap 36% antara tingkat literasi dan inklusi keuangan.
"Yang memprihatinkan adalah literasi dan inklusi pasar modal Indonesia jauh tertinggal jika dibandingkan dengan perbankan. Di tahun 2022, literasi pasar modal hanya 4,1%, sedangkan literasi perbankan mencapai 50%. Sedangkan inklusi pasar modal tercatat hanya 5,1%, jauh di bawah inklusi perbankan yang 74%. Banyak bukti empiris yang mengindikasikan bahwa tingkat literasi dan inklusi keuangan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Misalnya, Fluch, 2007; Sarma and Pais, 2011). Untuk meningkatkan literasi keuangan, OJK telah menyusun Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia 2021-2025. Namun kenyataannya peningkatan literasi keuangan khususnya pasar modal relatif lambat. Program edukasi keuangan dan pasar modal yang dilakukan oleh OJK bekerjasama dengan lembaga keuangan cenderung bersifat insidentil dan belum menjangkau daerah maupun sasaran subyek yang luas," Lukas memaparkan.
Lebih lanjut dia menyampaikan sejatinya ada 4 pilar yang berperan dalam pelaksanaan edukasi keuangan Indonesia: pemerintah, institusi keuangan, institusi pendidikan dan masyarakat. Selama ini OJK selaku regulator berperan penting dalam menjalankan program edukasi keuangan. "Ke depan, OJK diharapkan bisa lebih meng-orkestra upaya-upaya edukasi keuangan yang dilakukan ke 4 pilar ini. Jika perlu pemerintah bisa membentuk semacam Komisi Literasi dan Edukasi Keuangan seperti di Amerika Serikat yang saat ini dipimpin oleh Secretary of Treasury Janet Yellen. Komisi ini sebaiknya dipimpin oleh Menteri Keuangan dengan anggota meliputi OJK, bursa efek, serta institusi kementrian terkait," kata Lukas.
Satu Keluarga Satu Pencerah Keuangan
Lukas menyampaikan kalau dirinya mengusulkan sebuah program akselerasi peningkatan literasi keuangan yang disebut 'Satu Keluarga Satu Pencerah Keuangan'. Targetnya adalah di satu keluarga minimal ada satu anggota keluarga yang memiliki literasi keuangan yang baik. Orang tersebut diharapkan bisa menjadi 'pencerah' atau agent of change bagi anggota keluarga lainnya dalam hal literasi keuangan.
Dia menyampaikan jika pada tahun 2022 di Indonesia terdapat 71 juta keluarga dan 9,5 juta mahasiswa serta 5,3 juta siswa SMA. Maka, ia mengatakan jika program edukasi keuangan dilaksanakan dengan baik di perguruan tinggi dan SMA, akan dihasilkan “Pencerah Keuangan Keluarga” (PKK) dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Hal tersebut, kata Lukas melanjutkan, bisa dilakukan dengan memasukkan mata ajar personal finance dan investment ke dalam kurikulum di seluruh program studi perguruan tinggi dan SMA. Survey OJK 2022 mengindikasikan semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula literasi keuangannya.
"Akan lebih baik jika edukasi keuangan dilakukan sejak dini melalui pembelajaran formal sejak SD. Pada tahun 2022 ada 24 juta murid SD dan 10 juta murid SMP di Indonesia. Studi dari Cambridge University mengindikasikan bahwa anak-anak mulai membentuk kebiasaan keuangan sejak usia 7 tahun," kata dia. Ia melanjutkan di Australia misalnya, literasi keuangan sudah diajarkan di tingkat pre school.
Lukas kemudian mengutip perkataan Lo Kheng Hong, yang dijuluki Warren Buffett of Indonesia, di mana dia pernah mengatakan 'menjadi kaya adalah idaman hampir semua manusia di dunia, tapi sangat disayangkan waktu kita sekolah dari SD sampai perguruan tinggi, tidak ada mata pelajaran bagaimana menjadi kaya.'
Nah terkait itu, Lukas mengatakan kalau materi edukasi keuangan bisa dirancang secara sistematis dan inovatif, berjenjang dari SD hingga Perguruan Tinggi seperti halnya pelajaran matematika atau bahasa. Selain melalui jalur pendidikan formal, upaya edukasi keuangan dapat dilakukan secara informal dengan menyasar para tokoh yang menjadi role model bagi masyarakat, seperti tokoh agama dan tokoh masyarakat serta kaum ibu yang pada umumnya berfungsi sebagai 'menteri keuangan' keluarga. Dalam hal ini OJK bisa memanfaatkan mahasiswa yang telah dilatih sebagai penyuluh keuangan. Strategi pembelajaran secara digital dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memperluas jangkauan geografis.
Akselerasi Peningkatan Tata Kelola Pasar Modal
Lebih lanjut Lukas menyampaikan salah satu faktor yang menghambat perkembangan pasar modal Indonesia adalah persepsi masyarakat bahwa investasi di pasar modal sangat berisiko. Hasil survei Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama AC Nielsen Indonesia di tahun 2015 menyimpulkan bahwa 80% responden menilai investasi saham bernuansa spekulatif, dan mereka tidak mempercayai dananya dikelola oleh perusahaan investasi. Ironisnya, masyarakat justru lebih percaya investasi bodong berbasis Skema Ponzy.
Menurut OJK, ia melajutkan kerugian yang dilaporkan masyarakat akibat investasi bodong sejak 2017 mencapai Rp140 triliun. Investasi bodong ini terus tumbuh subur dari masa ke masa karena literasi keuangan masyarakat yang buruk. Jika dulu orang berpikir memelihara tuyul bisa cepat kaya, kini seiring kemajuan teknologi, peran tuyul-pun digantikan oleh robot trading.
Masyarakat Indonesia lebih suka menaruh uangnya di bank daripada di pasar modal. Hal ini tercermin dari dana pihak ketiga perbankan sebesar Rp8.200 triliun pada akhir 2023, 40% dari GDP Indonesia. Sedangkan penghimpunan dana dari Initial Public Offering (IPO) saham selama 2023 hanya Rp54 triliun, dan dari obligasi Rp127 triliun. Dana masyarakat di industri reksadana tercatat hanya Rp500 triliun di akhir 2023.
"Kunci utama pengembangan pasar modal adalah peningkatan kepercayaan investor terhadap pasar modal. Percepatan penguatan tata kelola seluruh elemen di struktur pasar modal harus segera dilakukan. Pada kesempatan ini saya ingin menyoroti 2 hal penting terkait tata kelola pasar modal, yaitu independensi dewan komisaris dan praktik menggoreng saham," Lukas melanjutkan.
Penipuan Akuntansi dan Peningkatan Independensi Dewan Komisaris
Lukas menyampaikan bahwa pada tahun 2001, investor di pasar modal Amerika Serikat dikejutkan oleh jatuhnya harga saham Enron, sebuah perusahaan energi besar yang terdaftar di Bursa New York. Harga saham Enron yang terbang tinggi mencapai puncak di 90 dolar, terjun tanpa parasut ke 26 sen dalam waktu 11 bulan. Enron akhirnya dinyatakan bangkrut, menimbulkan kerugian puluhan miliar dolar. Eksekutif Enron melakukan kecurangan akuntansi yang masif untuk menyembunyikan kerugian besar perusahaan.
Lebih lanjut soal Skandal Enron, ia menyampaikan bawa skandal tersebut membuka kotak Pandora skandal keuangan di perusahaan besar lainnya seperti Worldcom dan Xerox. Akibatnya kepercayaan investor terhadap investasi saham tergoncang. Mereka berpikir, jika perusahaan sebesar Enron saja bisa bangkrut, saham apa lagi yang bisa dipercaya? Skandal Enron menimbulkan pertanyaan tentang efektifitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan publik. Tahun 2002, Kongres Amerika Serikat menyetujui Undang-Undang Sarbanes-Oxley untuk meningkatkan pengawasan terhadap direktur eksekutif dan memperkuat tata kelola perusahaan publik. Bursa efek mendukung upaya ini dengan mensyaratkan perusahaan publik untuk memiliki mayoritas direktur non-ekskutif yang independen di board of directors.
Ia mengatakan kalau direktur non-eksekutif atau di Indonesia dikenal sebagai komisaris independen adalah pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya. Para ekonom keuangan berpendapat bahwa kehadiran direktur non-ekeskutif atau komisaris independen dapat meningkatkan efektivitas dewan dalam mengawasi manajemen perusahaan (Weisbach, 1988). Di Indonesia, untuk mendukung efektifitas pengawasan oleh dewan komisaris, sejak tahun 2000 Bursa Efek Indonesia (BEI) mensyaratkan perusahaan tercatat harus memiliki minimal 30% komisaris independen. Kebijakan ini sejalan dengan banyak bukti empiris bahwa tingkat independensi dewan komisaris yang diukur dengan persentase komisaris independen di dewan komisaris berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan (Misalnya, Setia-Atmaja, 2009; Anderson dan Reeb, 2004; Dahya et al., 2008).
Sementara itu untuk mengetahui efektifitas komisaris independen di saat krisis, ia menyampaikan bahwa dirinya telah melakukan riset tentang risiko kejatuhan harga saham (stock price crash risk) selama Pandemi Covid-19 (Setia-Atmaja, 2024). Menggunakan sampel 200 perusahaan tercatat dengan kapitalisasi pasar terbesar di BEI selama periode 2020-2022, ia menemukan bahwa semakin besar persentase komisaris independen di dewan komisaris, semakin kecil risiko kejatuhan harga saham (diukur dengan variable NCSKEW dan DUVOL). "Hasil ini mengindikasikan bahwa komisaris independen meningkatkan kualitas tata kelola perusahaan di saat krisis. Temuan menarik lainnya adalah semakin besar ukuran dewan komisaris semakin kecil risiko kejatuhan harga saham. Selain itu, sejalan dengan strategi value investing, saya menemukan semakin rendah rasio price-to-book value (PBV), semakin kecil risiko kejatuhan harga saham," katanya melanjutkan.
Ia menyampaikan lebih lanjut untuk percepatan peningkatan tata kelola pasar modal, dirinya mengusulkan kepada OJK dan BEI untuk mendorong perusahaan publik di bursa agar memiliki persentase komisaris independen minimal 50%. "Hal ini bisa dilakukan dengan pemberian insentif hingga upaya menaikkan syarat minimum 30% komisaris independen menjadi 50% secara bertahap," lanjut Lukas.
Minimalisasi Kasus Kejahatan Pasar Modal
Dia menyampaikan menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sejak 2018 Indonesia masih menempati ranking terendah di antara 12 negara berkembang dalam aspek tata kelola dan penegakan hukum di sektor keuangan (Pangastuti, 2022). Undang-Undang Pasar Modal Indonesia secara tegas melarang kegiatan perdagangan efek yang mengandung unsur penipuan (fraud), manipulasi pasar (market manipulation), dan perdagangan orang dalam (insider trading). Tindakan manipulasi pasar atau menggoreng saham di bursa efek akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal.
Menurut dia, menggoreng saham atau price rigging terjadi ketika beberapa pihak berkonspirasi mengatur harga saham untuk memperoleh keuntungan di atas kerugian para pembeli saham. Sejatinya manipulasi pasar bisa terjadi dalam berbagai cara, mulai dari aksi yang dilakukan insider perusahaan (seperti manipulasi laba di kasus Enron), pengungkapan informasi palsu maupun rumor, hingga hadirnya pemain besar atau bandar yang secara konstan membeli dan menjual saham yang sama dalam jumlah besar.
Lebih lanjut Lukas mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo pernah dua kali memperingatkan OJK untuk mengintensifkan pengawasan terkait praktik menggoreng saham, yaitu pada awal 2020 dan 2023. Presiden mengingatkan bahwa kerugian akibat tindakan menggoreng saham bisa sangat masif. Misalnya, aksi goreng saham Adani Group di India yang menimbulkan kerugian hingga Rp1.800 triliun, seperempat GDP India. Akibatnya terjadi aliran modal keluar dari India karena kepercayaan investor asing menurun, dan nilai mata uang India jatuh. Presiden juga meminta agar tahun 2020 menjadi momentum pembersihan pasar modal dari para manipulator bursa saham.
Meskipun tidak mudah dibuktikan, ia mengatakan, ada dugaan bahwa praktik menggoreng saham melalui wash trade, pump and dump dan cornering marak terjadi di bursa saham. Setiap hari kita temukan saham yang mendadak ramai diperdagangkan sehingga harganya melambung tinggi tanpa alasan fundamental yang jelas. Hal ini bisa terjadi berhari-hari sebelum harganya jatuh kembali ke level semula. Hal ini tentu sangat merugikan investor ritel yang membeli di harga pucuk.
Lukas juga menyampaikan mengenai kasus manipulasi saham di BEI yang terbaru dan menghebohkan adalah kasus korupsi dana pengelolaan investasi PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), dengan total kerugian mencapai Rp39 triliun. Kedua kasus tersebut merupakan puncak gunung es dari praktik manipulasi perdagangan saham di Indonesia. Penegakan hukum bagi pelaku kasus ini dan hadirnya UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan tahun 2023 seyogyanya bisa menjadi momentum bagi OJK dan BEI untuk bergerak lebih cepat dan adil. Sat set dan tas tes.
"Minimalisasi kasus saham gorengan sebaiknya dilakukan sejak awal, yaitu saat sebuah perusahaan melakukan IPO. OJK harus melakukan saringan ketat untuk mencegah perusahaan dengan fundamental dan tata kelola buruk masuk ke bursa. Pertumbuhan jumlah IPO emiten yang relatif cepat bisa menurunkan kualitas saham IPO. Saya mengamati, dari 313 saham IPO di BEI selama 5 tahun terakhir, terdapat 43% saham IPO yang harganya turun 40% lebih dari harga IPO, dan ada 25% saham IPO yang harganya tinggal gocap, Rp50 atau kurang. Saham IPO yang fundamentalnya kurang baik dan dijual overpriced saat IPO akan sangat merugikan investor," kata Lukas.
Penutup
Sebagai penutup orasi ilmiahnya, Lukas menyampaikan bahwa dia ingin menekankan kembali bahwa menyongsong tahun 2045 di mana Indonesia bermimpi naik kelas menjadi negara maju, maka kita perlu mempercepat pengembangan sektor keuangan terutama pasar modal. Salah satu hal penting yang harus segera dilakukan adalah percepatan peningkatan literasi keuangan khususnya pasar modal. "Upaya ini menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, institusi pendidikan, institusi keuangan dan masyarakat," kata dia.
Menurut Lukas, pemerintah melalui OJK bisa meng-orkestra upaya edukasi keuangan yang dilakukan sektor lainnya. Institusi pendidikan bersama institusi keuangan bisa melakukan edukasi keuangan secara sistematis dan masif. Masyarakat, terutama generasi Z dan Milenial yang lebih melek keuangan, bisa berperan aktif sebagai “Pencerah Keuangan” di keluarga mereka. "Dengan meningkatnya literasi keuangan, minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal akan bertambah," ucap Lukas.
Di sisi lain, ia menyampaikan bahwa OJK dan BEI harus bergerak lebih cepat untuk menciptakan pasar modal yang melindungi investor, menjaga pasar yang efisien, tertib dan adil serta memfasilitasi pembentukan modal bagi dunia bisnis. Peningkatan tata kelola pasar modal merupakan tanggung jawab bersama seluruh pihak di struktur pasar modal. Mulai dari OJK, bursa efek, emiten, perusahaan efek, lembaga penunjang hingga investor. Dari sisi perusahaan, tata kelola antara lain dapat diperkuatkan dengan meningkatkan independensi dewan komisaris.
Sementara itu dari sisi OJK dan bursa efek, Lukas mengatakan tata kelola dapat diperkuat dengan pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang adil dan tegas serta seleksi emiten IPO yang lebih ketat. Dari sisi investor, dengan tidak membeli saham gorengan atau saham yang bertata kelola buruk, mereka sudah mendukung terwujudnya pasar modal yang amanah.
"Ada anekdot tentang seorang turis asing yang minta supir taksi mengantarnya ke kasino terbesar di kota. Supir taksi segera mengantar sang turis ke gedung bursa saham. Mudah-mudahan ini tidak terjadi di negeri ini. Semoga pasar modal dan bursa saham Indonesia bisa maju, amanah dan bermartabat," kata Lukas menutup orasi ilmiah pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Operasi dan Rantai Pasok Universitas Prasetiya Mulya.
Beli Saham, Klik di SiniProfil Lukas Setia Atmaja
Lukas sendiri mengawali pendidikan tingginya di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, Indonesia Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen (1987). Kemudian melanjutkan pendidikan di University of Wisconsin, Madison, USA Master of Science in Business, with major in Finance, Banking and Investment (1992) serta, Monash University, Melbourne, Australia PhD in Banking and Finance (Thesis: “Ownership, Board Structure, and the Governance Role of Dividends”) pada 2007.
Ia bergabung dengan Universitas Prasetiya Mulya sejak 2001 hingga saat ini. Selain bergabung dengan Universitas Prasetiya Mulya, Lukas yang menyukai hobi menulis bahkan menjadi kolumnis investasi di media antara lain di Harian Kontan (Wake UP Call) dari 2009 hingga sekarang ini, sempat menduduki sejumlah jabatan, antara lain Advisor komisaris dan direksi PT. Taman Safari Indonesia Group (2020-2022), Komisaris Independen PT. Prodia Widyahusada, Tbk (2017 –2021), Vice Chairman for Research di Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) pada 2012-2023, Project Chairman Indonesian Institute for Public Governance (IIPG) pada 2017-2023, Asisten Dosen Monash University & Deakin University- Australia (2005-2007), Dosen tidak tetap Institut Pengembangan Manajemen Indonesia (IPMI)
(1998-2000), dan Dosen tetap Universitas Atma Jaya Yogyakarta (1988 – 2000) dan Ketua Program MM (1994-1997).
(Martina Priyanti)
***
Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli saham klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi Bareksa di App Store
- Download aplikasi Bareksa di Google Playstore
- Belajar investasi, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.