Bareksa.com - Harga pangan global mencatat penurunan tahunan terbesar sejak 2015 atau 8 tahun terakhir, di tengah tanda-tanda penurunan harga pangan grosir mulai terjadi di rak-rak supermarket. Indeks harga komoditas pangan yang dibuat oleh The Food and Agriculture Organization atau Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) turun sekitar 10% pada 2023, menurut data yang dirilis.
Meskipun indeks ini melacak biaya komoditas mentah dibandingkan dengan harga eceran, tapi penurunan tajam ini dapat mengindikasikan potensi bantuan bagi konsumen. Karena harga pangan turun dari puncaknya pada 2022, setelah invasi Rusia ke Ukraina dan berkontribusi terhadap krisis biaya hidup di negara-negara di seluruh dunia.
Mengutip The Business Times, Senin (8/1/2024), harga jagung dan gandum berjangka mengalami penurunan tahunan terbesar dalam satu dekade tahun lalu. Hal itu karena kekhawatiran pasokan memudar. Harga berjangka daging babi dan minyak sawit juga mencatatkan penurunan yang besar.
Meskipun indeks PBB saat ini berada pada level terendah sejak Februari 2021, tapi biaya grosir yang lebih rendah memerlukan waktu untuk meresap ke supermarket dan konsumen. Namun, terdapat tanda-tanda bahwa inflasi pangan mulai mereda.
Indikator tersebut turun tajam di Inggris bulan lalu ke level terendah sejak Juni 2022, sementara kenaikan harga makanan, bahan bakar, dan alkohol juga melambat di Selandia Baru. Di Pakistan, produksi yang lebih besar kemungkinan membantu memperlambat kenaikan harga pangan.
Indeks biji-bijian FAO turun lebih dari 16% dibandingkan dengan tahun lalu, meskipun sedikit meningkat pada bulan lalu karena gangguan terkait cuaca pada pengiriman dari eksportir utama. Pada Desember, penurunan indeks harga gula, minyak sayur, dan daging lebih dari sekadar mengimbangi kenaikan produk susu dan sereal, menurut organisasi tersebut. Untuk Desember 2023, indeks harga komoditas pangan turun 1,5% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Beli Saham, Klik di Sini
Butuh Waktu untuk Turun Harga di Lapangan
Ekonom dan Pakar Industri Makanan, Bruno Parmentier seperti dilansir Republika mengatakan harga pangan konsumen di banyak negara meningkat seringkali lebih cepat daripada tingkat inflasi, meskipun indeks FAO mengalami penurunan secara keseluruhan. "Fakta bahwa harga komoditas pangan turun tidak serta merta berarti turunnya harga pangan," ujar Bruno.
Bruno menyampaikan indeks FAO mengukur harga pasar komoditas, dan mungkin memerlukan waktu cukup lama untuk menyaringnya hingga ke rak-rak supermarket. Biaya tersebut hanya mewakili sebagian kecil dari biaya produk akhir yang diproses.
"Tepung hanya mewakili empat hingga delapan% dari harga baguette. Sebagian besar adalah biaya tenaga kerja dan biaya produksi seperti energi, air dan sewa," kata Bruno.
Beli Saham, Klik di Sini
(IQPlus/00734284/mp)
***
Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli saham klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi Bareksa di App Store
- Download aplikasi Bareksa di Google Playstore
- Belajar investasi, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.