Bareksa.com - Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga acuan mempengaruhi pasar saham global dan dalam negero, secara bersamaan, menyusul kekhawatiran ancaman resesi di banyak negara.
Andrian Tanuwijaya, Portfolio Manager, Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) dalam ulasan pasar saham - Seeking Alpha Edisi Oktober 2022, memberikan sejumlah insight bagi Kamu sebagai seorang investor.
Pada September 2022, pasar saham global mengalami koreksi di mana Indeks MSCI World melemah 9,5% dan MSCI Asia Pacific minus 12,4%. Apa yang terjadi? Andrian menjelaskan pasar global melemah merespons arah kebijakan The Fed yang lebih agresif dari ekspektasi pasar. The Fed menekankan fokus kebijakan saat ini adalah untuk menanggulangi inflasi yang masih persisten di level tinggi, sehingga kebijakan suku bunga restriktif dibutuhkan untuk menahan laju inflasi.
Karena itu, kata dia, The Fed menaikkan ekspektasi level tertinggi suku bunga acuan AS di 2023 jadi 4,6% dari proyeksi sebelumnya 3,8%. Andrian menyampaikan tidak hanya proyeksi suku bunga yang menjadi lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi AS juga direvisi turun baik untuk 2022 dan 2023, serta tingkat pengangguran juga diperkirakan meningkat yang mengindikasikan outlook ekonomi AS yang bisa lebih lemah dari proyeksi sebelumnya.
Dengan kenaikan suku bunga yang makin agresif dan kekhawatiran resesi ekonomi global membayangi, bagaimana outlook pasar global? Adrian mengatakan volatilitas pasar diperkirakan masih tinggi saat ini karena pasar masih menyesuaikan ekspektasinya terhadap arah kebijakan suku bunga The Fed yang lebih agresif dan dampaknya terhadap ekonomi. Data ekonomi AS akan jadi perhatian karena merupakan indikator arah kebijakan The Fed.
Andrian menyampaikan katalis bagi pasar adalah apabila terdapat bukti bahwa inflasi AS turun secara konsisten, sehingga The Fed dapat mengubah postur kebijakannya menjadi lebih akomodatif.
"Ke depannya, kami melihat tren inflasi AS diperkirakan terus menurun seiring suku bunga tinggi yang berdampak pada ekonomi dan juga normalisasi harga komoditas dan rantai pasokan global," kata Andrian dalam keterangannya (22/10/2022).
Sementara itu mengenai outlook pasar Asia, menurut Andrian Asia merupakan kawasan yang beragam dengan karakter ekonomi masing-masing negara yang unik. Negara Asia yang memiliki eksposur besar pada ekonomi dan perdagangan global memiliki risiko terdampak lebih besar dari pelemahan ekonomi global.
"Di Asia, kami melihat peluang yang menarik di kawasan ASEAN. Di tengah perlambatan ekonomi global, kawasan ASEAN relatif lebih resilien didukung oleh faktor domestik unik di kawasan ini seperti pembukaan kembali ekonomi, harga komoditas yang suportif, serta pertumbuhan struktural dari kebutuhan teknologi dan diversifikasi rantai pasokan dunia," paparnya.
Sebagai contoh, beberapa negara seperti Singapura, Malaysia dan Vietnam memiliki sektor teknologi yang maju, sehingga diuntungkan dari pertumbuhan struktural sektor teknologi dan diversifikasi rantai pasokan.
"Negara seperti Indonesia dan Malaysia merupakan eksportir komoditas yang diuntungkan dari harga komoditas yang suportif," imbuhnya.
Kemudian Thailand, Malaysia, dan Vietnam juga diuntungkan dari pembukaan kembali perjalanan internasional yang mendukung sektor pariwisata.
Menurut Andrian, walau tidak ada ekonomi yang terlindungi secara penuh dari pelemahan ekonomi global, namun pemulihan permintaan domestik di ASEAN menjadi bantalan di tengah kondisi makroekonomi global yang penuh tantangan.
Di sisi lain mengenai langkah Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga lebih agresif yakni 50 basis poin (bps) pada September, menurut Andrian akan disusul kebijakan lanjutan.
"Kami melihat BI masih akan terus menaikkan suku bunga di tahun ini sebagai langkah antisipatif untuk menahan ekspektasi inflasi dan menjaga daya tarik aset Indonesia. Dari sisi inflasi domestik, kami melihat dampak dari kenaikan harga BBM bersifat sementara," kata Andrian.
Ia menjelaskan data historis pada periode kenaikan harga Bahan Bakar Minyak/BBM sebelumnya mengindikasikan inflasi bulanan cenderung normalisasi 3-4 bulan setelah kenaikan harga BBM.
"Kita juga harus memperhatikan arah kenaikan suku bunga The Fed, karena BI perlu menjaga selisih suku bunga Indonesia dan AS tetap positif supaya daya tarik aset Indonesia tidak tergerus. Kalau tidak, maka bisa ada risiko arus dana keluar dari Indonesia untuk mencari imbal hasil lebih menarik," kata Andrian.
Menurut dia, apabila ekspektasi suku bunga The Fed dapat mencapai 4,6%, maka ekspektasi suku bunga BI bisa naik ke kisaran 4,75% - 5,25%.
Di tengah kondisi inflasi domestik yang meningkat dan suku bunga yang beranjak naik, sektor apa yang dapat menjadi unggulan? Andrian mengatakan di tengah volatilitas makro yang terjadi belakangan ini, bottom-up selection menjadi sesuatu yang memberikan peranan yang penting dalam mengidentifikasi peluang-peluang investasi.
Andrian menjelaskan pihaknya terus menjaga keseimbangan antara sektor defensif dan siklikal dalam strategi pengelolaan portofolio dengan fokus pada perusahaan-perusahaan yang memiliki earnings momentum yang baik di tengah gejolak inflasi dan kenaikan suku bunga, valuasi yang menarik, serta potensi pertumbuhan struktural jangka panjang.
"Telekomunikasi, finansial, green dan digital economy masih menjadi sektor unggulan kami," kata Andrian.
Sementara itu mengenai potensi pasar saham Indonesia, Andrian menyampaikan terlepas dari ketidakpastian global yang membayangi pasar, dia memandang positif outlook pasar saham Indonesia. Dari perspektif jangka pendek, pemulihan ekonomi domestik dan harga komoditas yang suportif merupakan faktor positif yang menopang fundamental pasar saham.
"Dari perspektif lebih jangka panjang, kami melihat Indonesia memiliki potensi yang menarik dari kebijakan hilirisasi industri yang menjadi fokus pemerintah. Sejauh ini hilirisasi di industri nikel telah memberi dampak positif pada kinerja ekspor dan juga menarik investasi asing ke sektor riil Indonesia," ujar Andrian.
Ke depannya, menurut dia, hilirisasi di industri lain seperti tembaga dan bauksit, serta integrasi Indonesia pada rantai pasokan industri kendaraan listrik global dapat memberi nilai tambah bagi ekonomi Indonesia dan meningkatkan stabilitas makroekonomi.
"Faktor ini dapat menjadi katalis bagi pasar saham Indonesia untuk re-rating," imbuhnya.
Sementara itu mengenai filosofi pengelolaan portofolio di tengah kondisi pasar dinamis saat ini, menurut Andrian, adalah pengelolaan portofolio secara aktif yang didasari oleh riset mendalam dan manajemen risiko yang disiplin untuk menghasilkan portofolio yang optimal.
"Pembentukan portofolio dilakukan berdasarkan riset yang dilakukan oleh tim investasi MAMI yang ahli dan berpengalaman, serta memanfaatkan jaringan global Manulife Investment Management untuk mendapatkan keunggulan informasi," ujar Andrian.
Ia menyampaikan MAMI menggunakan kerangka analisa GCMV (Growth, Cashflow, Management, Valuation) dalam pemilihan saham yang meninjau emiten dengan menyeluruh secara kuantitatif dan kualitatif.
Selain itu, ia menyatakan keputusan investasi juga ditentukan berdasarkan faktor manajemen risiko untuk memastikan pembentukan portofolio dilakukan secara pruden. "Menurut kami faktor ini sangat krusial terutama di kondisi global yang dinamis saat ini," kata Andrian.
(Martina Priyanti/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.