Bareksa.com - Isu resesi sempat mewarnai perkembangan pasar beberapa waktu terakhir. Seperti apa sebenarnya kondisi pasar dan langkah apa yang mesti dilakukan investor agar asetnya tetap aman, sekaligus tetap berpeluang cuan?
Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Dimas Ardhinugraha dalam market update kuartal III 2022, menjelaskan ihwal kondisi pasar finansial terkini. Ia menyampaikan memasuki paruh kedua di 2022 banyak ekspektasi pasar yang berubah dibandingkan pandangan di awal tahun.
Pertama, tekanan inflasi yang tadinya diperkirakan akan memudar, ternyata lebih persisten dari perkiraan.
Kedua, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang awalnya diperkirakan akan menaikkan suku bunga secara gradual, ternyata terpaksa untuk menaikkan suku bunga secara agresif untuk menanggulangi lonjakan inflasi.
Ketiga adalah konflik Rusia – Ukraina yang belum usai dan naiknya kasus Covid-19 di China yang memengaruhi rantai pasokan global dan menambah tekanan terhadap inflasi.
"Bauran beberapa faktor ini menjadikan pandangan pasar menjadi lebih pesimistis terhadap outlook pertumbuhan ekonomi global dan menyebabkan pasar global bergejolak di semester pertama," kata Dimas dalam keterangannya, Selasa (2/8/2022).
Dia menjelaskan saat ini pelaku pasar dan The Fed memiliki pandangan yang selaras, di mana kenaikan suku bunga acuan diperkirakan tetap agresif, dapat mencapai 3,4% di akhir tahun. Selain itu, pertumbuhan ekonomi global untuk 2022 diperkirakan lebih lemah dari proyeksi sebelumnya, direvisi turun menjadi 2,9% dari perkiraan sebelumnya 4,1%.
Menurut Dimas, hal positif yang bisa dilihat ialah bahwa pasar saat ini telah memperhitungkan pelemahan kondisi tersebut. Pasar finansial bersifat forward-looking, sehingga pelemahan outlook ekonomi dan lonjakan inflasi telah tercermin dari kinerja pasar di semester pertama.
"Ke depannya, karena ekspektasi pasar sudah sangat pesimistis, maka kejutan positif dari data ekonomi yang lebih baik dari perkiraan. Atau, kebijakan ekonomi yang lebih suportif mendukung pertumbuhan ekonomi, dapat menjadi katalis positif bagi pasar finansial," kata Dimas.
Dimas mengatakan topik yang sering menjadi perhatian pasar dan media saat ini adalah risiko resesi ekonomi di AS yang dapat menular ke dunia. Kondisi resesi umumnya terlihat dari kontraksi dan pelemahan berbagai sektor ekonomi, misalnya tingkat upah, tenaga kerja, manufaktur dan penjualan ritel.
"Sejauh ini indikator sektor-sektor tersebut masih tetap kuat dan belum menunjukkan sinyal resesi," ucap Dimas.
Selain itu, ia mengatakan beberapa leading indicator ekonomi juga belum menunjukkan sinyal resesi, seperti probabilitas resesi dari Fed New York yang masih di level kondusif. Hanya saja, tidak bisa dipungkiri pertumbuhan ekonomi AS dan dunia diperkirakan melambat karena inflasi yang tinggi dan suku bunga yang belum naik, walau resesi belum menjadi skenario dasar.
"Di tengah tingginya volatilitas pasar dan risiko pelemahan pertumbuhan ekonomi global, idealnya investor melakukan diversifikasi investasi untuk meminimalisir risiko," imbuhnya.
Dimas mengatakan pasar Asia dapat menawarkan solusi diversifikasi bagi investor. Asia merupakan kawasan yang beragam, dengan profil dan kondisi ekonomi berbagai negara yang berbeda-beda, sehingga masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan di pasar Asia.
Sebagai contoh, kawasan ASEAN atau Asia Tenggara menawarkan potensi pertumbuhan yang menarik dengan tingkat inflasi yang relatif terjaga. ASEAN diuntungkan oleh pembukaan kembali ekonomi yang menjadi katalis bagi ekonomi domestiknya, dan juga sektor pariwisata yang kembali bergairah.
Tidak hanya ASEAN, Dimas menilai China juga menawarkan potensi menarik dan didukung membaiknya kondisi Covid-19 serta potensi stimulus moneter dan fiskal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain Dimas mengatakan di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, Indonesia merupakan negara yang menarik di mata investor dunia. Indonesia berada dalam posisi yang lebih suportif didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang membaik, harga komoditas yang suportif, tingkat inflasi terjaga dan kebijakan bank sentral yang akomodatif.
Menurut dia, berlawanan dengan ekonomi global yang melambat, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami akselerasi tahun ini didukung oleh normalisasi aktivitas masyarakat.
"Indikator ekonomi terkini terus menunjukkan perbaikan, terlihat dari indeks keyakinan konsumen yang kembali ke level sebelum pandemi dan juga pertumbuhan kredit yang terus menunjukkan perbaikan," kata Dimas.
Menurut Dimas, penguatan harga komoditas utama Indonesia, seperti batu bara, juga menjadi faktor positif bagi Indonesia. Sebagai contoh, harga batu bara menguat 128% di paruh pertama tahun ini, yang mendukung kinerja neraca perdagangan hingga mencatat rekor surplus.
"Harga komoditas yang suportif akan memberi trickle-down effect ke ekonomi dan positif bagi stabilitas makro ekonomi Indonesia," ucap Dimas.
Selain pertumbuhan ekonomi yang positif, kata Dimas, Indonesia juga diuntungkan oleh tingkat inflasi domestik yang relatif terjaga. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi demi menjaga harga listrik bersubsidi dan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite.
"Kebijakan ini positif untuk menjaga tingkat inflasi dan mendukung daya beli masyarakat. Dari sisi APBN, kenaikan anggaran subsidi akan dikompensasi oleh kenaikan pendapatan negara dari sektor komoditas yang tinggi," lanjutnya.
Dimas menyampaikan tingkat inflasi domestik yang terjaga memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk tidak perlu buru-buru menaikkan suku bunga acuan.
"Berlawanan dengan bank sentral negara maju yang berlomba-lomba menaikkan suku bunga untuk menghadapi lonjakan inflasi. Inflasi inti menjadi patokan bagi BI dalam menentukan kebijakan suku bunga," kata dia.
Dimas mengatakan ekspektasi pemulihan ekonomi domestik merupakan katalis positif bagi pasar saham Indonesia. Kondisi ekonomi yang lebih baik akan mendorong perbaikan kinerja keuangan emiten Indonesia, terutama setelah dua tahun kondisi pandemi yang menekan kinerja emiten Indonesia.
"Walaupun volatilitas jangka pendek tetap dapat terjadi karena sentimen global, pasar saham tetap menawarkan potensi yang menarik di tahun ini didukung perbaikan fundamental," kata Dimas.
Sementara itu mengenai pasar obligasi, bergerak fluktuatif di paruh pertama tahun ini. Dimas mengatakan Sentimen pasar dibayangi oleh naiknya imbal hasil US Treasury dan ketidakpastian di pasar domestik terkait apakah harga BBM dan listrik akan naik dan bagaimana dampaknya terhadap inflasi domestik.
"Positifnya, ke depannya, ekspektasi kenaikan suku bunga AS yang sudah diantisipasi oleh pasar dapat membuat volatilitas pasar lebih minimal. Selain itu, naiknya anggaran subsidi dan kompensasi energi juga mengurangi faktor ketidakpastian di pasar domestik," ujar Dimas.
Di tengah kondisi pasar yang sangat dinamis penting sekali bagi investor untuk memiliki portofolio yang terdiversifikasi untuk meminimalisir risiko dan volatilitas. Tinjau kembali profil risiko dan aset alokasi portofolio Anda. "Pastikan Anda memiliki bauran instrumen investasi yang memiliki unsur long-term growth serta instrumen dengan profil risiko yang konservatif untuk menjaga tingkat volatilitas portofolio," kata Dimas.
Dimas menyatakan di reksadana, terdapat pilihan yang tersedia bagi investor untuk menyesuaikan dengan profil risiko masing-masing. Terdapat reksadana saham yang memberikan unsur pertumbuhan jangka panjang, serta reksadana pendapatan tetap dan pasar uang yang dapat memberikan unsur stabilitas bagi portofolio Anda.
(Martina Priyanti/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.