Bareksa.com - Perdagangan pasar saham Indonesia untuk periode Mei 2022 telah resmi berakhir pada Selasa (31/5/2022). Fenomena Sell In May and Go Away (SMGA) tampaknya masih menjadi misteri yang membuat bursa saham Tanah Air harus mengalami koreksi pada bulan lalu.
Seperti diketahui, terutama setelah libur panjang lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok dengan nilai yang sangat signifikan hingga isu suspensi sementara atawa trading halt menyeruak.
Dalam lima hari pertama perdagangan bulan Mei 2022, IHSG tak sekalipun berakhir di zona hijau. Bahkan indeks saham kebanggaan Indonesia tersebut sempat jeblok hingga nyaris 10 persen ke level 6.509,879, yang merupakan level terlemah sejak awal Desember tahun lalu.
Indeks sempat beberapa kali kembali naik. Namun, fenomena SMGA sepertinya cukup kuat hingga IHSG terlempar dari level psikologis 7.000.
Kenaikan yang sempat terjadi juga tak mau mengkompensasi penurunan. Ini tercermin dari imbal hasil (return) IHSG yang sepanjang Mei tercatat -1,11 persen dengan berakhir di level 7.148,97.
Setidaknya ada dua faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar finansial Indonesia dari dalam negeri. Pertama, rilis data aktivitas sektor manufaktur Indonesia bulan Mei. Sebelumnya di bulan April, aktivitas sektor manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) mengalami kenaikan menjadi 51,9 dari bulan sebelumnya 51,3.
Jika kembali menunjukkan kenaikan, tentunya hal tersebut akan memberikan sentimen positif ke IHSG, rupiah hingga SBN.
Kemudian yang kedua rilis data inflasi. Secara month-to-month (mtm), inflasi Mei diperkirakan 0,41 persen. Namun, inflasi secara tahunan (year-on-year/YOY) diperkirakan 3,55 persen (YOY), berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi.
Level tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017 atau dalam lima tahun terakhir di mana pada saat itu inflasi tercatat 3,61 persen. Meski masih menanjak tetapi jika dilihat pertumbuhan month-to-month melandai dari sebelumnya 0,95 persen.
Tanda-tanda inflasi yang melandai juga bisa memberikan sentimen positif ke pasar finansial. Sebab, tekanan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga menjadi lebih kecil. Dengan suku bunga acuan di tahan di rekor terendah 3,5 persen, tentunya akan membantu pertumbuhan ekonomi.
BI sendiri optimis inflasi di tahun ini masih akan terkendali, meski akan sedikit di atas 4 persen, dan di tahun depan akan kembali ke bawahnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini (6/2/2022) melaporkan, pada Mei 2022 terjadi inflasi 0,4 persen secara bulanan (MTM). Kepala BPS Margo Yuwono menyatakan angka inflasi itu merupakan hasil dari indeks harga konsumen (IHK) yang meningkat menjadi 110,42 pada Mei, dari 109,98 pada April 2022.
"Berdasarkan hasil pematauan BPS di 90 kota pada bulan Mei ini terjadi inflasi 0,4 persen," ujar dia (2/6/2022).
Sejumlah komoditas penyumbang inflasi utama pada Mei 2022 ialah, tarif angkutan udara, telur ayam ras, ikan segar, dan bawang. Jika dilihat secara tahunan pada Mei 2022 terjadi inflasi 3,55 persen, tertinggi sejak Desember 2017 dengan tingkat inflasi pada saat itu 3,61 persen. Dengan realisasi tersebut, sejak awal tahun ini hingga Mei 2022 telah terjadi inflasi 3,55 persen (year to date/YTD).
Kinerja IHSG yang mengalami tekanan pada bulan Mei, secara umum membuat jenis reksadana yang berisiko tinggi mengalami pergerakan serupa, di mana indeks reksadana saham menjadi yang paling tertinggal pada bulan lalu.
Sumber: Bareksa
Berdasarkan data Bareksa, indeks reksadana saham menorehkan kinerja terburuk dengan penurunan 1,25 persen, disusul indeks reksadana campuran yang juga memiliki penempatan pada saham mengalami koreksi 0,26 persen.
Sementara itu dua reksadana yang cenderung rendah risiko, indeks reksadana pendapatan tetap dan indeks reksadana pasar uang kompak mencatatkan penguatan masing-masing 0,08 persen dan 0,21 persen.
Sementara itu jika dilihat lebih rinci, berikut top 10 produk reksadana di Bareksa dengan imbal hasil (return) tertinggi pada bulan lalu.
Sumber: Bareksa
Meskipun secara umum reksadana saham menjadi yang terburuk pada bulan lalu, ternyata beberapa produk di antaranya masih mampu menorehkan kinerja yang mengesankan.
Produk reksadana jenis saham mendominasi cuan tertinggi dengan 6 produk, disusul produk reksadana jenis campuran dengan 3 produk, dan sisanya reksadana pendapatan tetap dengan 1 produk.
Reksadana dengan cuan tertinggi sepanjang Mei 2022 yakni HPAM Syariah Ekuitas dengan imbalan 6,67 persen. Kemudian disusul Pratama Syariah dengan cuan 4,55 persen, Sucorinvest Maxi Fund dengan imbal hasil 4,47 persen, Syailendra Sharia Equity Fund dengan return 3,5 persen dan Sucorinvest Equity Fund 2,96 persen.
Selengkapnya daftar top 10 reksadana imbalan tertinggi sepanjang Mei 2022 sebagaimana tertera dalam tabel.
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(KA01/Arief Budiman/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.