Bareksa.com – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan, BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7 DRR) 3,5 persen. Kebijakan ini sejalan dengan stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat terutama terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan perbaikan ekonomi dunia saat ini berlanjut, namun berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Pasalnya, ketidakpastian pasar keuangan meningkat karena adanya ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
“Ketegangan politik ini mempengaruhi transaksi perdagangan, pergerakan harga komoditas, dan pasar keuangan global, Pertumbuhan berbagai negara, seperti Eropa, AS, Jepang, Tiongkok, dan India berpotensi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya,” jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (17/3).
Volume perdagangan dunia juga berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sejalan dengan risiko tertahannya perbaikan perekonomian global dan gangguan rantai pasokan yang masih berlangsung. Harga komoditas global meningkat, termasuk komoditas energi, pangan, dan logam, sehingga memberikan tekanan pada inflasi global.
Eskalasi ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina tersebut menambah ketidakpastian pasar keuangan global, disamping karena kenaikan suku bunga bank sentral AS dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju lainnya, sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi.
“Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya aliran modal, seiring dengan risiko pembalikan arus modal ke aset yang dianggap aman (safe haven asset), dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia,” terang dia.
Ke depan, kinerja ekonomi diprakirakan tetap baik ditopang oleh akselerasi vaksinasi, kebijakan persyaratan perjalanan yang lebih longgar, pembukaan ekonomi yang semakin meluas, serta berlanjutnya stimulus kebijakan Bank Indonesia, Pemerintah, dan otoritas terkait lainnya. Dengan perkembangan itu, pertumbuhan ekonomi pada 2022 diprakirakan tetap berada dalam kisaran 4,7-5,5 persen.
Sementara itu, nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah kembali meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global. Nilai tukar rupiah pada 16 Maret 2022 menguat 0,38 persen secara point to point dan 0,01 persen secara rerata dibandingkan dengan level akhir Februari 2022. Perkembangan nilai tukar tersebut ditopang pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Dengan perkembangan tersebut, rupiah sampai dengan 16 Maret 2022 mencatat depresiasi sekitar 0,42 persen dibandingkan dengan level akhir 2021, relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia sebesar 0,76 persen, India 2,53 persen, India 2,53 persen, dan Filipina 2,56 persen.
Ke depan, nilai tukar rupiah diperkirakan tetap terjaga didukung oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik. Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental ekonomi, melalui langkah-langkah mendorong efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Perubahan suku bunga ini bisa berdampak pada harga saham, obligasi, hingga deposito yang merupakan bagian dari komposisi aset yang membentuk reksadana.
Obligasi, sebagai salah satu aset dalam reksadana, sangat sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Sederhananya, apabila tingkat suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun. Adapun jika tingkat suku bunga turun, maka harga obligasi akan naik.
Ketika suku bunga bank sentral diturunkan, reksadana yang berinvestasi pada obligasi seperti reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, dan reksadana campuran akan diuntungkan karena harga obligasi di pasar naik.
Sementara itu, dampak suku bunga pada saham tidak dirasakan secara langsung. Secara teori, penurunan tingkat suku bunga akan menyebabkan bunga tabungan dan deposito di perbankan ikut turun sehingga jadi tidak menarik.
Dengan demikian, investor akan mencari alternatif investasi yang memberikan imbal hasil lebih tinggi yaitu dengan membeli saham. Jika banyak investor yang masuk ke pasar saham, tentu akan membuat harga saham mengalami kenaikan karena meningkatnya permintaan, begitu pun sebaliknya.
Ketika suku bunga bank sentral diturunkan, reksadana yang berinvestasi pada aset saham seperti reksadana campuran dan reksadana saham akan diuntungkan dan sebaliknya.
Adapun jika suku bunga bank sentral tetap alias tidak berubah, maka dampaknya minor namun cenderung lebih positif, terlebih posisinya saat ini sudah termasuk rendah karena semenjak pandemi Covid-19 pada Maret tahun 2020 lalu, suku bunga BI telah dipangkas hingga 150 bps (1,5 persen).
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.