Bareksa.com - Kebanyakan investor dalam negeri dinilai cenderung lebih menyukai instrumen investasi yang tidak terlalu volatil, seperti reksadana pendapatan tetap yang isinya adalah obligasi atau surat utang. Mengapa?
Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen, Ezra Nazula seperti dilansir Bisnis mengatakan karakteristik investor di Indonesia memang cenderung menyukai investasi yang tidak terlalu volatil sehingga reksadana pendapatan tetap lebih digemari.
"Apalagi ada juga reksadana pendapatan tetap yang juga membagikan dividen tiap bulan, imbal hasil bersaing dengan deposito, jadi menurut saya itu menjadi sweet spot kebanyakan investor di Indonesia," katanya.
Di sisi lain, Ezra menyebut kondisi makro beberapa tahun belakangan seperti suku bunga dan inflasi yang rendah membuat penurunan imbal hasil (yield) terjadi dan harga obligasi naik sehingga kinerja reksadana pendapatan tetap terus positif. Yield obligasi dan harga obligasi bergerak berlawanan, sehingga bila yield turun, maka harga obligasi naik.
"Itu menjadi alasan investor shifting, ke mana ya yang imbal hasilnya menarik? Secara natural adalah ke obligasi atau ke pendapatan tetap," kata Ezra.
Sementara itu Infovesta Utama seperti dilansir Bisnis, mencatat sepanjang 3 tahun terakhir atau periode 1 Mei 2018 hingga 23 April 2021, kinerja reksadana saham paling buruk di antara reksadana lainnya yakni minus 25,57 persen, tertekan oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang juga lesu.
Pada periode sama, reksadana pendapatan tetap menjadi jawara dengan kinerja pertumbuhan 20,94 persen, diikuti reksadana pasar uang 15,71 persen, sementara reksadana campuran minus 4,51 persen.
Adapun reksadana pendapatan tetap adalah jenis reksadana yang menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen dari asetnya dalam bentuk efek utang atau obligasi. Obligasi atau surat utang ini bisa yang diterbitkan oleh perusahaan (korporasi) maupun obligasi pemerintah.
Tujuannya untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil. Risikonya relatif lebih besar daripada reksadana pasar uang tetapi lebih moderat dibandingkan saham sehingga cocok untuk jangka waktu 1 tahun sampai 3 tahun.
Sesuai dengan karakternya, reksadana pendapatan tetap ini memiliki tingkat pengembalian hasil yang stabil karena memiliki aset surat utang atau obligasi yang memberikan keuntungan berupa kupon secara rutin. Dalam jangka pendek dan menengah, nilai aktiva bersih (NAB) dari reksadana pendapatan tetap cenderung naik stabil dan tidak banyak berfluktuasi (naik-turun). Karena itu, reksadana ini cocok untuk investor bertipe konservatif (risk averse).
Investor bertipe konservatif ini memiliki profil risiko yang rendah dan cenderung menghindari risiko (risk averse). Dalam hal berinvestasi, investor ini lebih menyukai instrumen investasi yang aman dan takut jika pokok investasi (modal awal) akan berkurang.
Selain itu, tipe investor ini juga merasa nyaman dengan instrumen investasi yang imbal hasilnya tidak terlalu besar tetapi bergerak stabil. Investor dengan profil risiko sedang atau moderat juga bisa memilih reksadana ini dengan tujuan investasi jangka menengah.
(Martina Priyanti/hm)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.