Bareksa.com - PT Mandiri Manajemen Investasi memperkirakan indeks harga saham gabungan (IHSG) tahun ini bisa menembus level 7.000. Prediksi ini seiring dengan perekonomian Indonesia yang diperkirakan bisa bertumbuh lebih baik.
Sementara dengan memperhatikan fundamental bursa Tanah Air, Chief Investment Officer Mandiri Investasi Ali Yahdin Saugi memperkirakan IHSG bisa berada di level 6.600-6.800. Dengan level itu, sektor saham yang akan berkembang adalah perbankan yang saat ini masih berada di 'silent mode' karena rendahnya pertumbuhan kredit.
"Sektor lainnya adalah properti dan ritel yang akan berkembang setelah vaksinasi selesai dan meningkatnya permintaan," jelas dia dalam acara Market Outlook: Establishing Our Sovereignty to the Next Frontier in Investment secara virtual, Rabu (10/3).
Namun sebelum IHSG melesat, Ali masih melihat beberapa risiko yang terjadi pada awal 2021 ini. Salah satu risiko tersebut adanya reflationary di Amerika Serikat melalui paket stimulus senilai US$1,9 triliun. Kebijakan ini di satu sisi bisa mempercepat pemulihan ekonomi di AS, namun di sisi lain bisa menimbulkan volatilitas terhadap imbal hasil (yield) US Treasury Bond.
"Kenaikan yield US Treasury Bond ini bisa mempersulit negara-negara emerging yang mengalami kenaikan current account deficit (CAD), namun koreksi di pasar ini seharusnya bisa menjadi peluang untuk investasi jangka panjang," terang dia.
Kebijakan stimulus ini, lanjut Ali juga lebih besar dari yang direncanakan di awal, yakni sekitar US$900 miliar sehingga ada ekspektasi pemulihan ekonomi AS akan berlangsung lebih cepat. Sehingga investor khawatir akan terjadinya tapper tantrum seperti pada 2013, yakni dengan menaikkan Fed Fund Rate lebih cepat dari rencana awal.
Meskipun terjadi tapper tantrum, menurut Ali kondisi Indonesia saat ini juga jauh lebih baik dibandingkan 2013. Dari spread antara yield SBN dengan US Treasury Bond saat ini juga cukup lebar, yakni lebih dari 200 bps dengan yield SBN berada di kisaran 530 bps dan US Treasury Bond di 300 bps. Dengan spread ini, ada kemungkinan yield SBN bisa menurun di tengah kenaikan US Treasury Bond.
"Di history juga pernah terjadi asalkan GDP dan perekonomian membaik," papar dia.
Kondisi lain yang membedakan Indonesia saat ini dibandingkan 2013 adalah foreign reserve yang jauh lebih tinggi. Kemudian, kepemilikan asing di pasar obligasi Indonesia juga mengecil dibandingkan 2013 menjadi hanya 24,9 persen. Ini menunjukkan ketahanan Indonesia jauh lebih kuat berkat likuiditas dalam negeri dibandingkan 2013.
"Sejauh ini juga belum terjadi crowding out di market. Di equity juga masih terjadi net inflow yang menunjukkan masih tingginya kepercayaan investor asing," terang dia.
Dengan memperhatikan kondisi tersebut, Ali masih optimistis pasar obligasi masih akan menarik tahun ini. Adapun target yield SBN tenor 10 tahun akan berada di level 5,75-6,25 persen pada akhir 2021.
Menguatnya IHSG dan menurunnya yield SBN tersebut menjadi peluang untuk berkembangnya produk reksadana. Adapun produk reksadana yang berpotensi untuk meningkat adalah reksadana saham dan reksadana pendapatan tetap.
Reksadana saham memiliki risiko tinggi karena bisa berfluktuasi dalam jangka pendek tetapi berpotensi memberi hasil tinggi dalam jangka panjang. Reksadana saham disarankan untuk investor dengan profil risiko tinggi (agresif) dan untuk jangka panjang.
Sementara reksadana pendapatan tetap adalah jenis reksadana yang menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen dari asetnya dalam bentuk efek utang atau obligasi. Obligasi atau surat utang ini bisa yang diterbitkan oleh perusahaan (korporasi) maupun obligasi pemerintah.
Tujuannya untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil. Risikonya relatif lebih besar daripada reksadana pasar uang tetapi lebih moderat dibandingkan saham sehingga cocok untuk jangka waktu 1 sampai 3 tahun.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.