Bareksa.com - Setelah menjadi yang paling kinclong pada tahun 2020 dikarenakan gejolak pasar saham akibat pandemi Covid-19, bagaimana proyeksi kinerja reksadana pendapatan tetap pada tahun 2021 seiring dengan ekspektasi pemulihan ekonomi?
Sumber: Tradingeconomics
Seperti diketahui, secara umum padatahun lalu reksadana berbasis surat utang atau obligasi mencatatkan kinerja paling ciamik dibandingkan jenis lainnya. Hal tersebut dikarenakan tingkat inflasi yang rendah akibat resesi ekonomi menyebabkan imbal hasil riil yang diterima investor menjadi lebih tinggi.
Sumber: Tradingeconomics
Inflasi yang rendah tersebut pada akhirnya mendorong Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan 1,25 persen sepanjang 2020, dari sebelumnya 5 persen di awal tahun, menjadi 3,75 persen di akhir tahun.
Secara teori, jika suku bunga turun maka harga obligasi naik dan jika suku bunga naik maka harga obligasi turun. Alhasil, penurunan suku bunga acuan 1,25 persen pada tahun lalu mengakibatkan obligasi (terutama yang diterbitkan pemerintah) mengalami kenaikan harga yang relatif tinggi.
Obligasi, terutama yang diterbitkan oleh pemerintah mengalami kenaikan hargayang relatif tinggi di tahun 2020. Karena obligasi (terutama yang diterbitkan pemerintah) harganya bergerak sesuai teori, jika suku bunga turun harga obligasi naik dan jika suku bunga naik maka harga obligasi turun.
Penurunan suku bunga acuan 1,25 persen pada tahun 2020 sukses mendorong kinerja reksadana pendapatan tetap secara umum yang tercermin dari indeks reksadana pendapatan tetap Bareksa tumbuh 6,9 persen sepnajng tahun lalu.
Secara lebih terperinci, dari 47 produk reksadana pendapatan tetap yang tersedia di Bareksa, sebanyak 22 produk di antaranya bahkan berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja dua digit pada tahun lalu dengan kisaran 10,63 persen hingga 32,13 persen, fantastis!
Prospek Reksadana Pendapatan Tetap di 2021
Sementara untuk tahun 2021 yang diproyeksikan akan menjadi momentum pemulihan ekonomi, ruang penurunan suku bunga acuan terlihat sudah sangat terbatas. Karena itu, tampaknya akan sulit untuk mengharapkan adanya kenaikan harga obligasi yang signifikan pada tahun ini.
Kemudian dari sisi perpajakan, ada pengurangan insentif yang dirasakan reksadana pendapatan tetap pada tahun ini. Jika pada tahun 2020, kupon dan diskonto (capital gain) obligasi yang diterima reksadana dikenakan pajak sebesar 5 persen, maka pada tahun 2021 dan seterusnya dikenakan pajak 10 persen. Namun, angka ini masih lebih rendah dari investor perorangan dan institusi (non bank) yang dikenakan pajak 15 persen.
Dengan tarif pajak yang lebih tinggi dari 5 persen menjadi 10 persen, kemudian potensi kenaikan harga yang terbatas karena ruang penurunan suku bunga diperkirakan juga sangat kecil, maka return reksadana pendapatan tetap diproyeksian berkisar antara 6 – 8 persen pada tahun ini.
Sebagai catatan, imbal hasil tersebut bisa saja berubah ekstrem menjadi negatif, apabila di luar dugaan pemerintah ternyata menaikkan suku bunga secara agresif (peluang kejadiannya sangat kecil), atau inflasi naik di atas target pemerintah. Atau ada kondisi gagal bayar pada obligasi korporasi yang menjadi aset dasar reksadana yang bersangkutan.
(KA01/Arief Budiman/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.