Bareksa.com - Permintaan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 menurun cukup tajam. Padahal, ketersediaan pasokan sangat memadai serta harga komoditas pangan global masih rendah. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan hal tersebut menyebabkan inflasi di seluruh daerah Indonesia sangat rendah.
"Kami perkirakan sampai dengan akhir tahun 2020 lebih rendah dari 2 persen," kata Perry dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2020, Kamis (22/10).
Dengan demikian, menurut dia, terdapat sejumlah risiko yang perlu diwaspadai. Risiko tersebut yakni meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan proses pemulihan ekonomi nasional. Kemudian, kesinambungan dan distribusi pangan antar daerah dan antar waktu. Selain itu, tertundanya ekspansi moneter yang dilakukan pada 2020 juga akan mempengaruhi tingkat inflasi pada tahun depan.
Tingkat Inflasi Indonesia Tahunan (YoY)
Sumber : BPS, Tradingeconomics
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan angka inflasi yang lebih lemah dari yang ditargetkan menggambarkan sisi permintaan perlu terus didorong. Dalam APBN 2020 yang telah direvisi, inflasi ditargetkan berada di rentang 2 persen hingga 4 persen. Covid-19 telah menghantam perekonomian dari sisi konsumsi. Konsumsi masyarakat terkontraksi lebih dari 5,5 persen pada kuartal II. Sementara konsumsi pemerintah belum cukup cepat menetralisir karena dalam kondisi tingkat Covid-19 yang tinggi dan pemberlakuan PSBB.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga menyampaikan realisasi inflasi pada September 2020 masih menunjukkan perlambatan yaitu pada level 1,42 persen secara tahunan. "Ini sejalan dengan permintaan domestik yang masih lemah di tengah pandemi Covid-19,” kata Airlangga.
Indeks Reksadana Pendapatan Tetap Berpeluang Menguat
Rendahnya angka inflasi yang berada di bawah target tentu menjadi indikasi adanya pelemahan daya beli oleh masyarakat, sehingga berpotensi membuat bank sentral dalam hal ini BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuannya.
Kondisi tersebut tentu menjadi sentimen positif bagi instrumen obligasi yang merupakan underlying asset dari reksadana pendapatan tetap.
Sumber : Bareksa.com
Positifnya kinerja reksadana pendapatan tetap disebabkan oleh tren penurunan suku bunga BI7DRR yang terjadi pada tahun ini, di mana Bank Indonesia (BI) total telah menurunkan tingkat suku bunga acuan sebanyak 100 bps (1 persen) sepanjang tahun 2020 menjadi 4 persen. Secara teori, ketika suku bunga turun, maka obligasi yang menjadi aset dasar dari reksadana pendapatan tetap akan mengalami kenaikan.
Menurut konsensus analis, BI masih mempunyai ruang penurunan suku bunga 25bps menjadi 3,75 persen. Sehingga hal itu membuat sentimen positif bagi kinerja reksadana pendapatan tetap. Ditambah, volatilitas di pasar saham yang masih terjadi membuat prospek obligasi tetap menarik.
Reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Selain itu, reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(KA02/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.