Bareksa.com - Pasar saham Indonesia telah melewati kuartal III 2020 dengan berbagai suka duka. Meski masih dibayangi tekanan akibat pandemi Covid-19 yang belum usai, namun sepanjang periode Juli – September kemarin bursa saham Tanah Air mengakumulasi penurunan yang masih dapat ditoleransi.
Dilihat kembali ke belakang, pada dua periode awal kuartal III 2020 sebenarnya IHSG mampu menorehkan kinerja yang cukup memuaskan yakni dengan kenaikan 4,98 persen di Juli dan 1,73 persen di Agustus. Melesatnya IHSG pada dua bulan tersebut merupakan respons positif akan harapan pemulihan ekonomi baik secara global maupun di Indonesia.
Stimulus-stimulus yang berhasil melesatkan IHSG pada periode ini sejatinya bervariasi mulai dari penempatan dana ke bank besar di Indonesia oleh menteri keuangan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan berbagai stimulus lainnya. Namun kenaikan pada dua bulan tersebut seakan tidak berarti karena langsung terhapus dengan penurunan 7,03 persen di September akibat volatilitas yang cukup tinggi.
Awal September menjadi titik balik gerak IHSG ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik rem darurat dan menyatakan akan mengembalikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti awal terjadinya pandemi. Tak ayal pasar menghukum dengan kejam, saham-saham unggulan dilepas hingga menyentuh level auto reject bawah (ARB) yang menyebabkan IHSG terpaksa ambruk hingga 5,01 persen, pemandangan yang terakhir kali dilihat oleh investor pada Maret silam ketika ketidakpastian akibat virus corona dan kepanikan investor sedang tinggi-tingginya.
Kemudian potensi Indonesia akan resmi mengalami resesi juga muncul dari rilis data dalam negeri yang kurang cantik oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan pada September terjadi deflasi 0,05 persen. Hal ini artinya selama kuartal III 2020, Indonesia terus-terusan mengalami deflasi setelah sebelumnya bulan Juli dan Agustus IHSG juga mengalami deflasi 0,05 persen dan 0,1 persen yang mengindikasikan adanya masalah daya beli masyarakat, serta mengonfirmasi memang Indonesia sudah sangat dekat dengan jurang resesi.
Alhasil, pada kuartal III tahun ini IHSG mencatatkan akumulasi penurunan 0,72 persen. Jika dilihat sejak awal tahun, IHSG sudah merosot 22,69 persen year to date (YtD) per akhir September 2020.
Industri Reksadana Masih Mampu Bertumbuh
Di sisi lain, saat tekanan meyelimuti bursa saham Tanah Air pada kuartal III 2020, industri reksadana justru masih mampu mencatatkan pertumbuhan dana kelolaan (asset under management/AUM). Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per September 2020 atau di kuartal III, AUM reksadana tercatat Rp510,15 triliun, meningkat Rp27,6 triliun (5,72 persen) dibandingkan per Juni 2020 atau kuartal II 2020 yang sebesar Rp482,55 triliun.
Jika dilihat dari 99 Manajer Investasi (MI) yang terdaftar di OJK, sebanyak 48 MI mencatatkan peningkatan AUM, 11 MI tidak mengalami perubahan AUM (belum aktif atau meluncurkan produk), dan 40 MI mencatatkan penurunan AUM.
Berikut 10 MI yang mencatatkan pertumbuhan AUM tertinggi kuartal III 2020 dibanding kuartal II
No | Nama Manajer Investasi | AUM 30 Jun 2020 (Rp Triliun) | AUM 30 Sep 2020 (Rp Triliun) | Perubahan (Rp Miliar) |
1 | Manulife Aset Manajemen Indonesia | 29,29 | 34,46 | 5.175,18 |
2 | Danareksa Investment Management | 24,16 | 28,23 | 4.071,7 |
3 | BNP Paribas Asset Management | 18,3 | 22,25 | 3.955,15 |
4 | Mandiri Manajemen Investasi | 41,38 | 44,69 | 3.308,59 |
5 | Ashmore Asset Management Indonesia | 12,7 | 15,57 | 2.869,69 |
6 | Sucorinvest Asset Management | 11,04 | 13,43 | 2.392,76 |
7 | BNI Asset Management | 21,31 | 23,04 | 1.727,63 |
8 | Syailendra Capital | 19,99 | 21,48 | 1.492,05 |
9 | Batavia Prosperindo Aset Manajemen | 42,89 | 44,06 | 1.164,33 |
10 | PNM Investment Management | 5,35 | 6,42 | 1.063,85 |
Sumber: OJK, diolah Bareksa
Peningkatan yang dicatatkan oleh sejumlah MI di tengah tekanan pasar keuangan akibat pandemi Covid-19 mengindikasikan mereka mampu menjaga kepercayaan investor sehingga mampu menghimpun dana atau peningkatan aset kelolaannya.
Hal tersebut dapat menjadi salah satu indikator acuan bagi para investor yang saat ini masih kebingungan dalam mencari MI untuk mengelola dananya, selain tentunya juga melihat historikal produk reksadana yang dikelola oleh MI bersangkutan.
Perlu diketahui, reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(KA01/Arief Budiman/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.