Bareksa.com - Kondisi ekonomi diperkirakan akan pulih setelah tertekan akibat dampak dari pandemi virus corona Covid-19. Pembukaan ekonomi secara perlahan di era new normal ini membawa pandangan positif bagi investasi di pasar modal, termasuk di reksadana.
Presiden Direktur Sucor Asset Management Jemmy Paul Wawointana menyampaikan bahwa ekonomi secara global akan pulih secara bertahap atau membentuk U-shape dimulai pada kuartal ketiga ini. Pasar modal, sebagai salah satu indikator ekonomi, diperkirakan bisa bergerak lebih awal karena mengikuti perubahan pandangan dan ekspektasi pada pertumbuhan ekonomi dan bisnis ke depannya.
“Kami masih optimistis bahwa fundamental ekonomi Indonesia cukup baik dan dari sisi pasar saham Indonesia menawarkan potensi imbal hasil cukup menarik bagi investor asing di mana PE (Price to Earning) ratio rata-rata saat ini cukup murah di level 12,4 kali per 10 Juli 2020, ditambah komitmen BI untuk menjaga kestabilan moneter dan mata uang rupiah,” ujar Jemmy dalam acara diskusi online, Senin 14 Juli 2020.
Grafik Pergerakan IHSG Year to Date
Sumber: Bareksa.com
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencerminkan pasar modal Indonesia sejak awal tahun hingga 13 Juli 2020 (year to date/YTD) masih tercatat turun 19,61 persen. Namun, penurunan ini justru menjadi momen untuk masuk di pasar saham, termasuk reksadana saham, karena IHSG secara valuasi lebih murah.
Valuasi IHSG ini bisa dilihat dengan menggunakan price to book value (PBV), yang mengukur rasio harga terhadap nilai buku. "Valuasi PBV IHSG sekarang 1,12 kali itu lebih rendah daripada 2002 dan 2008. Dengan valuasi IHSG termurah dalam 20 tahun terakhir, ini timing untuk masuk ke pasar saham bagi investor institusi," ujarnya.
Grafik PBV IHSG
Sumber: Presentasi Sucor AM
Menurut Jemmy, rasio PBV lebih cocok digunakan saat ini karena penggerak IHSG didominasi oleh saham-saham bank, dengan porsi 40 persen kapitalisasi pasar (big caps atau blue chip). Saham-saham bank berkapitalisasi besar di Indonesia ini juga menjadi favorit, selain karena murah, juga memiliki fundamental yang kuat dan potensi lebih besar dibandingkan dengan saham-saham bank di negara Asia lainnya.
"Kami optimis di bank. Selain itu, ada sektor menarik seperti infrastruktur termasuk telekomunikasi yang lumayan turun, termasuk juga saham utilities seperti PGN. Kami juga suka saham konsumer seperti rokok, GGRM dan HMSP. Sampai awal tahun depan, strategi kita lebih ke blue chip, karena small cap kelihatannya underperform," jelas Jemmy.
Menurut data historikal, saham-saham blue chip dengan kapitalisasi besar bisa kembali naik lebih cepat dari level terendah di saat krisis dibandingkan dengan saham-saham menengah dan kecil. Oleh karena itu, strategi yang diusung oleh Sucor AM saat ini adalah berfokus pada saham-saham blue chip.
Pemilihan saham-saham ini tercermin dalam strategi pengelolaan Sucor AM untuk jenis reksadana sahamnya. Jemmy mencontohkan, produk reksadana saham Sucorinvest Equity Fund lebih banyak memiliki saham-saham big caps. Sementara itu, Sucorinvest Maxi Fund lebih berfokus pada saham berkapitalisasi kecil (small caps), seperti yang tertera dalam prospektus reksadana tersebut.
Grafik Perbandingan Pergerakan Sucorinvest Equity Fund dan Maxi Fund
Sumber: Bareksa.com
Bila dilihat sejak IHSG menyentuh level terendah tahun ini pada 23 Maret 2020, kedua produk reksadana saham Sucor AM tersebut sudah naik hingga 14 Juli 2020. Dalam jangka waktu sekitar 3,5 bulan tersebut, Sucorinvest Equity Fund terpantau naik 33 persen, sementara Sucorinvest Maxi Fund hanya naik 5,07 persen.
Jemmy memperkirakan IHSG bisa mencapai 5.500 pada akhir tahun ini. Artinya, prediksi tersebut memperkirakan IHSG naik 10 persen dalam jangka waktu enam bulan ke depan.
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Reksadana juga diartikan, sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi.
Adapun reksadana saham mayoritas portofolionya berisikan saham, yang memiliki risiko untuk berfluktuasi dalam jangka waktu pendek tetapi berpotensi tumbuh tinggi dalam waktu panjang. Maka, reksadana saham disarankan untuk investor dengan profil risiko tinggi (agresif) dan jangka waktu panjang di atas 5 tahun.
***
Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.