Ini Alasan Reksadana Pendapatan Tetap Bisa Jadi Pilihan Investasi Sepanjang 2020

Bareksa • 01 Jul 2020

an image
Ilustrasi investor sedang merencanakan investasinya di reksadana pendapatan tetap (shutterstock)

Investor cukup melakukan diversifikasi sehingga tidak perlu ada instrumen investasi yang dihindari secara spesifik

Bareksa.com - Direktur Panin Asset Management (PAM) Rudiyanto menilai transaksi di pasar obligasi korporasi tidak begitu likuid. Dia menyampaikan obligasi korporasi memang pergerakan harganya relatif stabil, namun tidak terlalu mencerminkan kondisi sebenarnya karena transaksi yang tidak likuid.

Dia memperkirakan hingga akhir tahun, kinerja obligasi korporasi masih akan tetap stabil. Meski begitu, investor tetap perlu mewaspadai risiko gagal bayar pada instrumen investasi tersebut.

Rudiyanto menyampaikan pilihan instrumen lain yang menarik untuk dilirik adalah reksadana pendapatan tetap. Pada reksadana pendapatan tetap, di dalamnya terdapat produk obligasi korporasi dan obligasi pemerintah.

"Reksadana pendapatan tetap bisa jadi pertimbangan, karena tren bunga sedang rendah, potensi return-nya bisa 8 persen sampai 10 persen hingga akhir 2020," kata Rudi dilansir Kontan.

Di sisi lain, Rudi menilai instrumen saham di semester II 2020 berpotensi naik, disertai dengan volatilitas yang masih cukup tinggi. Namun jika pandemi Covid-19 memburuk di sisa 2020 maka prospek saham berpotensi memburuk dan mengalami koreksi lanjutan.

Rudiyanto meyakini penurunannya tidak akan sedalam awal 2020. Ia menilai, lewat dukungan investor lokal yang sangat kuat di pasar modal, terlebih ketika harga IHSG turun ke level psikologis mampu jadi penopang prospek saham di sisa 2020.

Ia memperkirakan level psikologis IHSG akan berada di kisaran 4.500 hingga 4.750 dengan level support yang sangat kuat. Ditambah lagi, investor korporasi yang memiliki dana besar cenderung standby untuk mulai masuk ke pasar saham Tanah Air. Asumsinya, harga wajar IHSG akan berada di kisaran 5.500 hingga 6.000 di sisa tahun ini, dengan catatan Covid 19 tidak memburuk.

"Secara umum, investor cukup melakukan diversifikasi sehingga tidak perlu ada instrumen investasi yang dihindari secara spesifik. Kalaupun ada, cukup hindari penawaran produk fixed rate yag tidak jelas cara kerja dan produksinya," tambahnya.

Emas

Seperti dilansir Kontan (30/6/2020), instrumen investasi yang memberikan return tertinggi sepanjang periode Januari-Juni 2020 adalah emas berjangka untuk pengiriman Agustus yang diperdagangkan di Comex mencatatkan kenaikan 16,94 persen dari US$1.523 per ons troi menjadi US$1.781 per ons troi pada Senin (29/6).

Sedangkan emas Antam tercatat naik 5,8 persen dengan harga beli Rp771.000 per gram di akhir 2019 dan harga buyback per Selasa (30/6) Rp814.000 per gram.

Selanjutnya, ada instrumen valuta asing (valas) untuk pasangan EUR/GBP yang mencatatkan kenaikan 7,92 persen per Selasa (30/6) di level 0.9129. Disusul dengan obligasi korporasi yang naik 4,44 persen year to date (ytd) berdasarkan data Penilaian Harga Efek Indonesia (PHEI).

Sementara itu mengutip RTI Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), instrumen yang mencatatkan penurunan cukup dalam selama periode Januari-Juni 2020, yakni melorot 22,1 persen.

(AM)

(AM)

***

Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.