Bareksa.com - Pasar modal global dan domestik mengalami tekanan cukup dalam pada Maret 2020 akibat sentimen pandemi Covid-19. Kini di pekan kedua Juni 2020, kondisinya berangsur membaik. Kepanikan pasar mulai mereda, aksi jual investor juga mulai berkurang.
Andrian Tanuwijaya, Portfolio Manager - Equity, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), menyatakan setelah mengalami penurunan tajam pada Maret 2020, kini pasar finansial global bergerak menguat mendekati level tertingginya tahun ini. Dia menilai penguatan itu tidak semata akibat euforia pasar karena menilai pandemi Covid-19 kian terkendali. Dia menilai fundamental ekonomi global juga membaik.
"Meskipun rilis data ekonomi ke depan masih akan lemah, namun tingkat pelemahannya sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan data bulan April. Beberapa saham siklikal yang sebelumnya terpukul selama krisis COVID-19 kembali menguat karena akan mendapatkan keuntungan dari dimulainya kembali aktivitas ekonomi," ujarnya dalam ulasan pasar saham terbaru (Seeking Alpha Edisi Juni 2020) Manulife AM, Jumat (12/6/2020).
Seiring penguatan tersebut, kata Andrian, Manulife AM juga menerapkan strategi investasi guna mendorong kinerja portofolio di tengah masih berlangsungnya pandemi Covid-19. Secara bertahap, perusahaan manajemen investasi terbesar kelima di Indonesia dari sisi jumlah AUM tersebut mulai penempatan portofolio yang dialokasikan ke beberapa sektor saham.
Seperti apa pandangan Manulife AM atas kondisi pasar saham ini dan bagaimana strategi investasinya dalam memilih beberapa sektor saham? Berikut ulasan selengkapnya sebagaimana disampaikan Andrian dalam laporan Seeking Alpha Edisi Juni 2020 :
Setelah pada Maret mengalami penurunan tajam, secara bertahap pasar finansial global bergerak menguat mendekati level tertingginya tahun ini. Sebagai contoh, S&P 500 yang sempat anjlok 34 persen, per 5 Juni penurunannya hanya tertinggal 6 persen dari level tertingginya di bulan Februari. Optimisme new normal yang ditandai dengan dibukanya kembali aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia tampaknya menjadi pendorong utama. Bagaimana Anda melihat hal ini?
Betul, penguatan yang terjadi akhir-akhir ini memang sebagian besar didorong oleh harapan pemulihan perekonomian dari pembukaan kembali ekonomi. Aktivitas ekonomi yang berada dalam kondisi ‘koma’ selama periode lockdown, sekarang mulai ‘bangun’ perlahan-lahan. Beberapa high frequency data yang dirilis di Amerika Serikat – seperti Jobless Claims, Continuing Claims dan PMI – menunjukkan dampak ekonomi terburuk pandemi COVID-19 tampaknya sudah dilewati.
Meskipun rilis data ekonomi ke depan masih akan lemah, namun tingkat pelemahannya sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan data bulan April. Beberapa saham siklikal yang sebelumnya terpukul selama krisis COVID-19 kembali menguat karena akan mendapatkan keuntungan dari dimulainya kembali aktivitas ekonomi.
Pemulihan aktivitas ekonomi yang disertai dengan perubahan struktur biaya perusahaan yang menjadi lebih efisien selama masa pandemi diharapkan dapat memperbaiki earnings perusahaan ke depannya. Memulihkan produktivitas masyarakat dengan tetap mengendalikan penyebaran pandemi menjadi sangat penting di dalam periode new normal ini.
Jadi penguatan pasar saham global pemicunya adalah perbaikan fundamental bukan hanya semata karena euforia?
Karena alasan utama penguatan pasar saham global lebih didorong oleh harapan pemulihan ekonomi akibat pelonggaran lockdown, sepertinya penguatan ini lebih banyak didorong oleh faktor fundamental dibandingkan euforia semata, karena berkaitan erat dengan potensi perbaikan earnings perusahaan.
Meski begitu, tetap ada beberapa faktor risiko yang harus dicermati saat ini, antara lain potensi pandemi gelombang kedua jika periode new normal ini tidak disertai dengan menajemen pengendalian penyebaran pandemi yang baik, dan meningkatnya retorika AS – China khususnya menjelang pemilu Amerika Serikat bulan November nanti.
China merupakan negara pertama yang sukses menangani COVID-19. Bagaimana Anda melihat perkembangan ekonomi China setelah perekonomian dibuka kembali?
Beberapa data terkini menunjukkan aktivitas ekonomi China secara bertahap mulai menggeliat. Sektor manufaktur dan jasa selama tiga bulan terakhir ini berada dalam fase ekspansi. Data lainnya seperti okupansi kantor, konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik, konsumsi minyak dan penjualan mobil bahkan sudah kembali ke level sebelum terjadinya pandemi.
Akan tetapi supaya pertumbuhan ekonomi pulih seperti sebelum terjadinya pandemi tentu membutuhkan waktu, itulah sebabnya dalam Kongres Nasional Pemerintah China - pertama kalinya dalam tiga dekade - pemerintah tidak menetapkan target pertumbuhan PDB di 2020 dengan alasan faktor ketidakpastian yang sulit diprediksi berkaitan dengan COVID-19 dan menggeser fokus stimulus pada penciptaan lapangan kerja dan investasi.
Bagaimana kondisi kesehatan ekonomi Indonesia di tengah wabah COVID-19?
Beberapa indikator yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi – seperti inflasi inti, penjualan ritel, konsumsi rumah tangga & keyakinan konsumen – menunjukkan pelemahan. Kebijakan pembatasan aktivitas sosial guna mengendalikan penyebaran COVID-19 sangat memukul konsumsi domestik yang selama ini menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Untuk pertama kalinya konsumsi domestik tumbuh < 3 persen. Hal inilah yang kemudian membuat PDB Indonesia pada kuartal satu hanya tumbuh 2,97 persen YoY. Sementara indikator ekonomi yang berkaitan dengan stabilitas – seperti defisit neraca berjalan, volatilitas rupiah, cadangan devisa & persepsi risiko – menunjukkan perbaikan. Perbaikan indikator stabilitas ekonomi mengkonfirmasi membaiknya kondisi fundamental Indonesia. Menjaga stabilitas perekonomian menjadi sangat krusial mengingat kebutuhan pembiayaan pemerintah yang tinggi di tahun ini.
Sindrom FOMO alias Fear of Missing Out sedang dirasakan oleh banyak investor domestik yang belum sempat menikmati kenaikan pasar saham Indonesia. Apakah menurut Anda saat ini masih merupakan waktu yang tepat untuk masuk berinvestasi di pasar saham?
Secara fundamental pasar saham Indonesia masih menawarkan peluang yang menarik. Valuasi saat ini -1 standar deviasi dari periode 10 tahun terlihat sangat menarik. Disamping itu, memperhitungkan proyeksi pertumbuhan earnings tahun ini yang merupakan salah satu yang terendah di kawasan, dibandingkan dengan kinerja tahun berjalan IHSG per 3 Juni yang sudah turun 21 persen, tampaknya potensi downside risk pasar saham Indonesia sudah semakin terbatas.
Sama halnya dengan bursa saham global, penguatan pasar saham Indonesia juga didorong oleh optimisme investor terhadap pembukaan ekonomi secara bertahap. Tentu kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah seberapa cepat ekonomi dapat pulih setelah perekonomian kembali dibuka.
Kami cukup meyakini bahwa Indonesia – dengan konsumsi domestik yang menjadi kontributor utama ekonomi – dapat mengalami pemulihan relatif lebih cepat. Atas dasar hal itu, saat ini keberhasilan penanganan COVID-19 benar-benar menjadi menjadi kunci utama kembalinya keyakinan investor di pasar saham.
Pandemi COVID-19 tentu berdampak buruk pada earnings di tahun ini, bagaimana dengan outlook earnings di tahun depan, apakah sudah ada gambarannya?
Earnings tahun 2021 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang positif dikarenakan low base effect di tahun 2020. Pertumbuhan earnings pada umumnya akan sejalan dengan pertumbuhan PDB, dan berdasarkan proyeksi baik lembaga internasional ataupun pemerintah Indonesia, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan pulih di tahun 2021.
Akan tetapi memang besaran dari tingkat pemulihan pertumbuhan ekonomi masih belum pasti, karena apa yang kita alami saat ini berkaitan dengan pandemi global, kejadian luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya di zaman modern. Tidak ada kejadian di masa lalu yang bisa dijadikan sebagai tolok ukur atau pembanding yang tepat untuk dapat mengevaluasi apa yang dialami saat ini.
Karena itu, memang agak sulit untuk dapat memproyeksikan besaran angka pertumbuhan laba perusahaan bukan hanya untuk tahun 2021, namun juga untuk tahun 2020 ini. Kondisi ini sesungguhnya menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi investor di pasar saham.
Apa strategi investasi yang Anda terapkan guna mendorong kinerja portofolio di tengah masih berlangsungnya pandemi COVID-19?
Meskipun faktor ketidakpastian terkait dengan pandemi ini masih relatif tinggi, saat ini kondisi sudah jauh membaik jika dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu. Hal inilah yang mendasari penentuan strategi investasi kami, di mana secara bertahap penempatan portofolio dialokasikan kepada beberapa sektor siklikal – seperti finansial & consumer discretionary – yang selama tiga bulan terakhir mengalami tekanan akibat pandemi COVID-19.
Di samping itu kami akan terus mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali.
***
Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.